Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Merayakan Seabad Pramoedya Ananta Toer: Menyambut yang Baru, Memeluk yang Lama

3 Februari 2025   07:38 Diperbarui: 3 Februari 2025   10:43 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arus Balik, Anak Semua Bangsa, Gadis Pantai (dok.pribadi).

Sebuah kabar baik meluncur pada 31 Januari 2025. Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia dan Lentera Dipantara memastikan bahwa 4 karya besar Pramoedya Ananta Toer akan hadir kembali pada 19 Februari 2025.

Tetralogi Buru yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca bisa kembali didapatkan di toko-toko buku. Dimiiki oleh masyarakat dan pecinta buku yang menginginkan buah pikiran Pram tetap lestari memberi pencerahan bagi khalayak.

Sebenarnya terbit ulangnya buku-buku Pram sudah dibocorkan sejak pertengahan 2024. Mendekati Desember 2024 tanda-tandanya semakin nyata.

Pramoedya Ananta Toer Foundation melalui unggahan dan story di instagram menyebut karya-karya Pram akan dicetak lagi dan diterbitkan secara bertahap sepanjang 2025. Dimulai dari Tetralogi Buru, menyusul kemudian buku-buku Pramoedya lainnya. Termasuk beberapa tulisan Pram yang belum sempat diterbitkan.

Tetralogi Buru dengan cover baru yang akan terbit ulang pada 19 Februari 2025 (dok.pri/tangkapan layar IG penerbit KPG).
Tetralogi Buru dengan cover baru yang akan terbit ulang pada 19 Februari 2025 (dok.pri/tangkapan layar IG penerbit KPG).

Bukan tanpa maksud. Penerbitan ulang karya-karya tersebut merupakan bagian dari perayaan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer. Seabad Pram dinilai menjadi momentum dan tonggak yang tepat untuk menghadirkan lagi Bumi Manusia dan judul-judul lainnya ke tengah masyarakat Indonesia. 

Apalagi sejak terakhir kali diterbitkan pada 2019, Tetralogi Buru semakin langka. Sementara itu banyak pihak menganggap buku-buku Pram sangat relevan untuk merefleksikan kondisi Indonesia sekarang yang dijangkiti sejumlah persoalan. 

Beberapa karya Pramoedya Ananta Toer (dok. pribadi).
Beberapa karya Pramoedya Ananta Toer (dok. pribadi).

Antusiasme mengiringi kabar kembalinya buku-buku Pramoedya. Mereka yang belum sempat melengkapi Tetralogi Buru tidak sabar lagi untuk mendapatkan kepingan yang kurang.

Sementara penggemar yang telah menamatkan 4 buku tersebut bersemangat untuk menyertakan edisi khusus Seabad Pram ke dalam koleksi pribadinya. 

Begitu pula masyarakat yang belum sempat membaca satu pun buku-buku Pram, tapi telah membaca review dan ulasannya, tak sabar meraba langsung cover Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. 

Walau demikian, pengumuman penerbitan ulang Tetralogi Buru sempat membuat opini publik terbelah. Di media sosial, terutama Instagram dan X, sejumlah netizen merasa kecewa dengan desain cover Tetralogi Buru yang berlatar warna biru dan hanya menampilkan tulisan. Tidak ada lagi citra lukisan dan sosok wajah-wajah manusia seperti yang menghiasi cover-cover edisi terdahulu.

Beberapa orang menganggap cover baru Tetralogi Buru monoton dan tidak kreatif. Ada yang menilai cover tersebut terlalu sederhana untuk karya agung Pramoedya. Bahkan, ada yang melempar tuduhan bahwa penerbit hanya menunggangi perayaan Seabad Pram untuk sekedar menjual buku-buku Pram, tapi malas menggarap rupa fisik bukunya.  

Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa (dok.pribadi).
Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa (dok.pribadi).

Mereka yang berpendapat demikian barangkali sudah terlanjur cinta dengan cover lama buku-buku Pram. Lukisan wajah orang, pemandangan, dan suasana zaman lampau yang membungkus karya-karya Pram terdahulu memang khas dan menarik.

Namun, mereka barangkali juga belum menyimak latar belakang terpilihnya cover biru. Penerbit Lentera Dipantara menjelaskan biru adalah warna favorit Pramoedya Ananta Toer.

Selain itu, penggunaan warna biru sebagai bungkus utama merupakan amanat dan harapan dari keluarga Pramoedya Ananta Toer untuk ditonjolkan dalam edisi terbaru Tetralogi Buru.

Begitu pula pilihan untuk menghiasi cover hanya dengan tulisan tanpa lukisan merupakan hasil kesepakatan sejumlah pihak. 

Rumah Kaca cover 2002 (dok.pribadi).
Rumah Kaca cover 2002 (dok.pribadi).

Sebenarnya bukan kali pertama Tetralogi Buru diterbitkan dengan rupa cover yang hanya menonjolkan tulisan tanpa gambar. Cetakan awal Bumi Manusia dan kawan-kawannya yang terbit pada 1980 hanya terbungkus cover putih. Di atasnya tertera judul, nama Pramoedya, nama penerbit, dan keterangan Roman Karya Pulau Buru. 

Maka Tetralogi Buru dengan cover baru yang akan terbit ulang sebentar lagi seperti hendak mengingat lagi kelahiran pertamanya. Ditambah beberapa karakter khusus, edisi Seabad Pramoedya Ananta Toer rasanya sengaja dipoles dengan rupa sangat berbeda sebagai bentuk perayaan istimewa sekaligus penanda zaman.

Ada yang kecewa, tapi banyak pula yang menyambut baik cover baru dengan menonjolkan warna biru. Sebab biru tua yang dipilih dianggap mirip dengan warna "biru resisten" yang melambangkan perlawanan. Ini mengingatkan pada warna biru "peringatan darurat" yang beberapa waktu lalu menggembarkan Indonesia.

Sebagai karya yang mencerahkan, Tetralogi Buru memang kental dengan muatan pesan-pesan kebangkitan dan perlawanan. Baik perlawanan terhadap diskriminasi, feodalisme, kolonialisme, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga perlawanan terhadap peradilan yang buruk. Semua itu diangkat dan diserukan dalam Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.

Cover 2001 (dok. pribadi).
Cover 2001 (dok. pribadi).

Lepas dari pro dan kontra cover baru Tetralogi Buru, masyarakat memiliki kebebasan untuk mengingat Pramoedya Ananta Toer dengan cara apa pun. Seperti halnya karya-karya Pramoedya yang menyerukan pembebasan dari belenggu-belenggu yang membatasi hidup manusia. 

Merayakan Seabad Pramoedya tak mesti dengan mengambil dan memiliki cover terbarunya nanti. Menyambut yang baru dengan cover biru memang akan istimewa.

Namun, memeluk yang sudah ada dengan cover lama tidak akan mengurangi nilai penghargaan dan penghayatan terhadap warisan pemikiran Pramoedya. 

Banyak cover, banyak cara, banyak pilihan, banyak pendapat, banyak kebijaksanaan. Itulah yang namanya "perayaan".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun