Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Bola

STY Dipecat karena Ambisi Politik Erick Thohir Setelah MK Hapus Ambang Batas Pilpres?

7 Januari 2025   07:06 Diperbarui: 8 Januari 2025   17:56 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Erick Thohir mengumumkan pemecatan pelatih Timnas Shin Tae-yong (dok. pribadi).

Dihapusnya presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi pada awal Januari lalu kemungkinan besar menimbulkan lonjakan gairah politik pada diri Erick Thohir. Meloloskan Indonesia ke Piala Dunia 2026 akan dengan cepat dan instan melambungkan nama serta nilai tawar dirinya di hadapan masyarakat.

Pemecatan STY sebagai pelatih kepala Timnas Sepakbola Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Erick Thohir pada Senin, 6 Januari 2025 memicu kekagetan sekaligus spekulasi. Selain ragam kekecewaan dan kemarahan dari masyarakat penggemar sepakbola tanah air, serta kesedihan para pemain, keputusan PSSI tersebut juga ditanggapi kritis dan negatif oleh sejumlah media dan profesional di bidang sepakbola, baik di dalam maupun luar negeri.

Sebab trend positif Timnas Indonesia di bawah kendali STY masih terjaga. Target-target besar yang ditetapkan oleh PSSI satu demi satu bisa dipenuhi oleh STY. Harapan merengkuh rangking 100 besar dalam peringkat FIFA masih dalam jangkauan. Angan lolos ke Piala Dunia 2026 melalui skenario playoff peringkat 3 dan 4 juga sama sekali belum pupus. 

Namun, ternyata bukan STY yang tidak bisa menjaga trend positif timnas tersebut.  Melainkan PSSI dan Erick Tohir yang tak teguh dalam membersamai proses yang sedang berjalan. 

Jika menurut Erick bukan kegagalan di Piala AFF yang menjadi penentu utama evaluasi, lalu apa pemicu sesungguhnya?

Kekalahan di kandang China yang coba diungkit tidak relevan karena mustahil Timnas  meraih kemenangan terus menerus. Kekalahan tersebut juga belum membuyarkan sasaran menuju Piala Dunia.

Sedangkan soal taktik yang dikritisi justru memperlihatkan bahwa PSSI dan Erick Tohir tidak menghargai otoritas pelatih dan cenderung ingin melakukan intervensi ke dalam urusan teknis. 

Alasan komunikasi, bahasa, dan budaya yang disebut-sebut sebagai penghambat keselarasan di Timnas juga mengada-ada. Sebab selama 5 tahun bekerja didampingi penerjemah, STY tetap mampu membina dan mendampingi Timnas dengan capaian-capaian yang baik. Bahkan, STY menjalin kedekatan yang erat dengan para pemain Indonesia.

Erick Tohir juga membantah adanya intervensi mafia di balik pemecatan STY. Pertanyaan yang diajukan media soal mafia tersebut sebenarnya menjadi pertanda bahwa media sudah mengendus ada yang tak wajar di balik keputusan Erick dan PSSI. 

Menarik jika mencermati pernyataan salah seorang anggota Exco PSSI sehari sebelum pemecatan STY diumumkan. Disebutkan bahwa segala sesuatu tentang posisi STY di timnas "sangat dinamis". Istilah "sangat dinamis" bisa diartikan bahwa PSSI dan Erick sebenarnya tidak memiliki paramater yang jelas dan obyektif dalam mengukur kinerja Timnas bersama STY.

Selain itu, "sangat dinamis" bisa diartikan sebagai ungkapan tersirat bahwa segala keputusan PSSI bisa berubah-ubah sesuai "kehendak" dan "kepentingan" pemimpin federasi. Pada konteks inilah ketidakwajaran dalam pemecatan STY sebenarnya dapat dianalisis lebih dalam.

Memecat seorang pelatih yang telah menorehkan banyak catatan positif, dicintai para pemain, serta memiliki dukungan besar dari para suporter merupakan keputusan nekat Erick Tohir dan PSSI. Dan di Indonesia selalu ada satu pemicu besar yang sering menggerakkan tokoh publik dan pejabat untuk berbuat nekat. Yakni, ambisi politik yang meluap-luap.

Pada 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja membuat putusan besar yang mengubah dinamika dan arsitektur politik Indonesia di masa mendatang. Melalui keputusan nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang sebelumnya diatur dalam UU Pemilu No. 7 Tahun 2017.

Putusan itu membuka gerbang selebar-lebar bagi setiap orang untuk mengikuti pilpres. Meski pencalonan tetap melalui partai politik, tapi tak lagi mensyaratkan dukungan minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional. Artinya hak konstitusional bagi pemilih dan orang-orang yang ingin dipilih dalam pilpres tidak lagi dibatasi.

Bagi "tokoh independen" seperti Erick Tohir, dihapusnya ambang batas pilpres tentu laksana hembusan angin yang amat segar. Sebagai sosok populer dan sempat hampir menjadi cawapres Prabowo pada Pilpres 2024 lalu, Erick tentu belum mengubur keinginan dan mimpinya. Apalagi kini ia tetap menduduki jabatan strategis yang membuatnya terus dikenal dan disorot.

Memang calon pengganti STY menurut informasi sudah dibidik sejak sebelum keluarnya keputusan MK. Namun, kemungkinan kandidat tersebut baru akan dimunculkan jika STY dan Timnas gagal mencapai target sisa kualifikasi Piala Dunia ronde 3. Mengganti STY baru sekadar opsi yang belum diprioritaskan dalam waktu dekat. Pelatih penggantinya masih akan disimpan sampai beberapa bulan ke depan.

Namun, sesuatu yang dikatakan "sangat dinamis" itu ternyata datang seketika. Putusan MK yang menghapus ambang batas pilpres telah membangunkan gairah politik Erick menjadi lebih meluap-luap. Semakin cepat memastikan Timnas lolos ke Piala Dunia akan semakin cepat pula membuat namanya semakin menjulang sebagai pahlawan dan idola masyarakat Indonesia. 

Dilingkupi lonjakan gairah politik, Erick kehilangan kebijaksanaannya sebagai orang yang telah lama berkecimpung di dunia olahraga dan sepakbola. Ia kehilangan kesabaran dan kepercayaannya pada proses. 

Nalurinya sebagai pejabat dengan ambisi politik menggerakkan Erick berubah menjadi sosok yang menghendaki hasil secepat-cepatnya dengan menempuh jalan pintas. Ditambah kemungkinan adanya bisikan-bisikan menyesatkan dari orang-orang terdekat, membuatnya mengambil keputusan nekat untuk mempercepat pergantian pelatih Timnas.

Barangkali Erick menganggap pelatih Belanda bisa segera menyatu dalam skuad timnas yang diisi banyak pemain keturunan Belanda. Kesamaan budaya dan bahasa dianggap akan cepat menaikkan performa Timnas menjadi semakin hebat. Selain adanya kemungkinan pelatih baru dari Belanda bersedia digaji lebih murah dan lebih mudah diajak "bersepakat".

Di bawah pengaruh gairah politik yang dihembuskan oleh putusan MK, Erick berpandangan bahwa proses yang sedang ditempuh Timnas bisa dipersingkat dengan jasa pelatih asal Belanda. 

Erick seolah sangat yakin bahwa kombinasi taktik pelatih Belanda dengan pemain-pemain keturunan bisa menjamin Timnas memenangkan semua laga tersisa sehingga bisa lolos lebih cepat ke Piala Dunia sebagai runner up grup.

Kelolosan yang lebih cepat tersebut akan sangat menguntungkan Erick sebab akan semakin cepat pula namanya harum. Semakin melambung popularitas dan semakin besar nilai tawarnya di mata parpol untuk mengusungnya sebagai capres atau cawapres pada 2029. Erick membutuhkan "kepastian" itu sesegera mungkin. Ia tidak mau kalah start dengan para tokoh lainnya.

Jika benar kondisi itu yang melatarbelakangi keputusan nekat dan mendadak dalam mengganti pelatih Timnas, maka sekali lagi sepakbola Indonesia dikalahkan secara tragis oleh kepentingan politik. Ironis jika ternyata STY dijadikan sebagai tumbal dalam perjudian politik ini.  Dan akan sangat memalukan jika aktor utamanya ialah Erick sendiri yang selama ini menggemakan pentingnya proses dan transformasi sepakbola. 

Apakah memang Erick Thohir tak banyak berbeda dengan para petualang politik lainnya yang gemar menunggangi olahraga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun