Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasi Padang Lebih Nikmat Tanpa "Bumbu Ormas" dan Lisensi "Abal-abal"

9 November 2024   14:28 Diperbarui: 9 November 2024   14:28 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah warung Padang baru yang siap dibuka (dok. pribadi).

Meski perwakilan ormas yang juga seorang anggota DPR telah buka suara, tapi penjelasannya khas politisi yang hanya bermain dengan kata-kata. Di sisi lain, muncul seruan dari warganet di media sosial untuk memboikot atau tidak membeli di warung padang yang memajang stiker lisensi dari ormas tersebut.

Lisensi atau Pungli?

Alasan yang dikemukan oleh ormas ialah lisensi untuk warung padang bertujuan untuk memastikan otentisitas sajian yang dijual. Alasan lainnya untuk menertibkan warung-warung padang yang menjual menu lebih murah. Seperti diketahui di banyak daerah bermunculan warung-warung padang yang menawarkan paket makanan serba Rp10.000. Dengan harga tersebut pembeli bisa mendapatkan nasi padang dengan lauk ayam atau telur.

Apa pun alasannya, lisensi untuk warung padang atau nasi padang merupakan sesuatu yang mengada-ada. Sebab lisensi merupakan pemberian izin atau hak oleh pemilik paten kepada pihak tertentu untuk bisa menikmati atau menggunakan manfaat dari paten.

Sedangkan dalam undang-undang tidak dikenal paten untuk kuliner. Dengan kata lain makanan atau minuman tidak bisa dipatenkan karena termasuk hasil kreatif yang melibatkan interaksi atau percampuran budaya. Itu sebabnya tidak pernah ada paten untuk gudeg, rendang, rawon, pecel, dan sebagainya yang diberikan kepada perorangan maupun lembaga. Betapapun kuliner-kuliner tersebut sangat populer dan khas di setiap daerah, paten tidak bisa diberikan.

Membandingkan nasi padang dari 2 warung berlisensi ormas (dok.pribadi).
Membandingkan nasi padang dari 2 warung berlisensi ormas (dok.pribadi).

Lisensi oleh ormas bisa dikatakan lisensi "abal-abal". Sebab ormas tersebut tidak memiliki hak cipta atau paten apapun terhadap warung padang dan nasi padang. Dengan demikian ormas tidak memiliki wewenang dan kapasitas untuk memberikan lisensi. Apalagi melakukan razia. 

Selain itu ada sebuah pertanyaan kritis yang perlu ditelisik. Apakah untuk setiap lembar stiker atau sertifikat lisensi tersebut pemilik usaha warung padang harus membayar sejumlah biaya tertentu? Jika ada biaya, mungkinkah "lisensi abal-abal" oleh ormas bisa dianggap sebagai pungli terselubung?

Merugikan Pemilik Usaha

Beberapa pihak menilai razia warung padang dan pemberian stiker atau sertifikati oleh ormas merupakan ekspresi kesukuan yang kebablasan. Apalagi jika disertai syarat tertentu, misalnya pemilik dan pegawai harus orang Padang.

Mengingat warung padang atau nasi padang telah menjadi semacam hidangan nasional, tindakan semacam itu justru berdampak kurang baik bagi citra warung padang yang selama ini disukai oleh masyarakat dari segala daerah dan lapisan. Pemilik usaha warung padang juga bisa dirugikan karena berpotensi kehilangan pelanggan. Seperti adanya seruan boikot yang terjadi di media sosial. 

Beban pengeluaran pemilik usaha warung padang pun akan bertambah jika mereka dipungut biaya untuk selembar stiker atau sertifikati lisensi abal-abal. Sementara mereka pun mengeluarkan biaya untuk sertifikat halal dan ongkos-ongkos lainnya.

Tempelan Tanpa Arti

Pemberian lisensi oleh ormas dalam bentuk stiker atau sertifikat yang dipajang di warung-warung padang tertentu diklaim mencerminkan standar rasa dan sajian yang telah dinilai kualitas serta otentisitasnya. Penasaran dengan makna kualitas dan otentisitas yang dimaksud, dalam sepekan terakhir saya mencicipi nasi padang dari dua warung yang berlisensi ormas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun