Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menengok Fenomena "Es Teh Jumbo" untuk Membangkitkan Kesadaran Lingkungan dan Konservasi Energi

6 Februari 2024   20:38 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:51 1654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerobak penjual es teh jumbo (dok. pribadi).

Malam mendekati pukul sembilan. Jalan Kaliurang di utara kampus UGM Yogyakarta ramai seperti biasanya. Beberapa warung makan, restoran, warung kopi, dan angkringan belum menunjukkan tanda-tanda sepi. 

Begitu pula penjual es teh yang menempati seruas trotoar di kilometer lima. Kedai kecilnya masih diterangi lampu. Di depannya, menjorok ke tengah trotoar sebuah papan poster bertuliskan "Es Teh Solo Jumbo 2.500" belum dipindahkan. Pertanda penjualnya masih akan menunggu dan melayani pembeli. Tak jauh dari tempat itu ada juga penjual es teh lainnya. Berjarak kurang dari 100 meter, ke arah selatan mendekati kampus UGM, dijumpai pula penjual serupa.

Fenomena

Begitulah fenomena es teh yang sedang menjamur setahun terakhir. Seolah di beberapa kota terjadi ledakan penjual es teh. Keberadaannya sangat mudah ditemukan dan mencolok pandangan. Terutama di kaki lima. Kebanyakan mengusung nama yang identik, yakni "Es Teh Jumbo". Beberapa ada yang lebih spesifik menambahkan nama "Teh Solo", "Teh Desa", Teh Kota", dan sebagainya. Namun, semuanya memiliki kesamaan. Yakni, menawarkan es teh dalam gelas plastik ukuran besar yang dihargai mulai dari Rp2500 hingga Rp3000.

Fenomena es teh jumbo (dok. pribadi).
Fenomena es teh jumbo (dok. pribadi).

Sebagai penyuka teh, saya pun beberapa kali membeli es teh jumbo. Terutama pada akhir pekan usai bersepeda. Botol air minum yang telah kosong saya isi ulang dengan es teh jumbo tersebut. 

Meski menggunakan botol air minum sendiri, harganya tetap Rp3000. Itu bukan masalah. Sebab yang terpenting saya tetap bisa meneguk segarnya es teh sekaligus mengurangi kemungkinan timbulnya sampah dari gelas plastik.

Bagi saya penting untuk mempertimbangkan hal tersebut. Apalagi seorang penjual es teh jumbo yang saya temui mengaku menghabiskan rata-rata 150-200 gelas plastik per hari. Jumlah tersebut diperolehnya saat berjualan dari pukul 09.00-21.00 WIB. Sedangkan beberapa waktu lalu saat suhu bumi meningkat signifikan sehingga udara panas dirasakan lebih menyengat, ia bisa menjual 250 gelas es teh jumbo per hari dengan berjualan sampai pukul 23.00 WIB.

Bayangkan, seorang penjual es teh jumbo bisa menghabiskan 150 gelas plastik per hari. Sementara ada banyak penjual es teh jumbo yang sama larisnya. Ringkasnya, dari total gelas plastik bekas wadah es teh yang terjual, berapa banyak yang terbuang begitu saja sebagai sampah?

(Sampah) Plastik yang Mengusik

Kenyataan di atas sangat mengusik dan patut menjadi perhatian. Apalagi sampah plastik susah terurai, kesadaran membuang dan memilah sampah belum membudaya, serta fasilitas pengolahan dan pembuangan sampah di beberapa daerah kurang memadai. Ambil contoh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sejak beberapa tahun terakhir selalu timbul masalah penumpukan sampah. Tak sempat dimanfaatkan ulang, sampah-sampah itu bahkan tak bisa diangkut karena tempat pembuangannya membludak dan terpaksa ditutup.

Sampah plastik memang menjadi masalah serius bagi Indonesia. Menurut Program Lingkungan PBB (UNEP), Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. 

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menunjukkan dari total 69,2 juta ton sampah yang diproduksi penduduk Indonesia pada 2022, sampah plastik menjadi kontributor kedua terbanyak setelah sampah sisa makanan. Sementara setiap tahun ada 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,2 juta ton telah mencemari perairan, terutama lautan.

Sampah sisa makanan dan  plastik mendominasi di Indonesia (dok. pribadi).
Sampah sisa makanan dan  plastik mendominasi di Indonesia (dok. pribadi).

Meningkatnya aktivitas ekonomi dan tren konsumsi masyarakat akan memicu lonjakan jumlah sampah. Apalagi pada 2024 dan 2025 timbunan sampah diprediksi mencapai 70 juta ton yang 9,9 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik.

Laris manisnya es teh jumbo bisa menjadi contoh kecil yang bisa dicermati. Satu sisi fenomena ini menunjukkan daya kreativitas dan semangat wirausaha masyarakat. Es teh jumbo bisa disyukuri karena memberi lapangan pekerjaan dan penghasilan bagi banyak orang, terutama setelah pandemi Covid-19. 

Namun, di sisi lain selalu ada konsekuensi dan dampak yang harus ditanggung lingkungan dari peningkatan aktivitas ekonomi. Dalam hal ini bertambahnya sampah plastik bekas wadah es teh.

Pakai botol air minum sendiri (dok. pribadi).
Pakai botol air minum sendiri (dok. pribadi).

Menengok kecenderungan selama ini, bisa diperkirakan hanya sedikit sampah gelas plastik tersebut yang tertangani dengan benar. Belum banyak masyarakat yang berpikir atau bertindak untuk memanfaatkan ulang bekas wadah es teh jumbo. Pada akhirnya gelas-gelas plastik itu menjadi sampah yang menumpuk di sudut rumah, pinggir jalan, trotoar, selokan, dan hanyut di aliran sungai. Sebagian mungkin dibakar bersama sampah lainnya.

Hal itu sangat memprihatinkan. Apalagi banyak yang belum menyadari bahwa dari setiap sampah plastik yang tidak tertangani sesungguhnya ikut terbuang sejumlah energi yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan gelas plastik dari pabriknya ke tangan penjual dan pembeli es teh. Tidak sedikit bahan bakar minyak yang dihabiskan untuk mengangkut sampah gelas plastik bersama sampah lainnya menuju tempat pembuangan dan pengolahan.

Jumlah sampah tidak pernah berkurang (dok. pribadi).
Jumlah sampah tidak pernah berkurang (dok. pribadi).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada 2006-2007 mencoba menghitung total energi yang dibutuhkan untuk memproduksi, mengemas, hingga mendistribusikan setiap satu botol plastik di negara tersebut. Hasilnya ialah sebesar 5,6-10,2 megajoules. Energi tersebut sangat besar karena setara dengan 2000 kali energi yang dibutuhkan untuk memproduksi air kran.

Di sisi lain untuk mendaur ulang 1 liter botol atau gelas plastik membutuhkan energi sebesar 0,3 megajoules. Nilai tersebut bukan angka yang kecil. Sebab dengan 0,3 megajoules kita bisa menyalakan lampu 60 watt selama 5 jam. Energi 0,3 megajoules juga cukup untuk menghidupkan komputer selama 25 menit.

Memang telah ada beberapa teknologi untuk mengelola dan mengolah sampah plastik. Misalnya diubah menjadi energi yang ramah lingkungan atau membakar dengan insinerator. Namun, semua itu membutuhkan perhitungan dan pengawasan yang ketat agar efisiensinya yang tinggi. Jika tidak cermat, penanganan sampah plastik menggunakan insinerator justru akan menghabiskan lebih banyak bahan bakar minyak. Sedangkan hasil sampingannya berpotensi menjadi residu yang mencemari udara, air, dan tanah.

Besarnya energi untuk mendaur ulang sampah botol plastik (dok. pribadi).
Besarnya energi untuk mendaur ulang sampah botol plastik (dok. pribadi).

Begitu problematiknya sampah plastik, maka penanganannya membutuhkan intervensi dan komitmen tinggi yang dimulai dari level kebijakan pemerintah. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menjaga lingkungan dari limbah domestik, termasuk sampah plastik. Namun, hasilnya belum optimal. Sebab implementasi aturan pengurangan dan pengendalian sampah plastik cenderung bersifat temporer.

Ambil contoh kebijakan kantong plastik berbayar yang sempat masif diterapkan di tempat perbelanjaan. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan ketika saya berbelanja, beberapa minimarket dan swalayan kembali memberikan kantong plastik secara cuma-cuma kepada pembeli. Di beberapa fasilitas umum yang semula terdapat tempat khusus pengumpulan botol plastik pun kondisinya kurang terurus.

Membangkitkan Kesadaran

Sambil terus menuntut pemerintah dan swasta untuk melaksanakan kewajiban pengendalian sampah serta menyediakan fasilitas pengolahannya secara memadai, masyarakat sudah saatnya lebih tersadar untuk menunaikan peran serupa. 

Gerakan kultural perlu dilakukan setiap individu. Salah satu cara terbaik untuk menjaga lingkungan dari limbah domestik ialah mengurangi potensi timbulnya sampah plastik. 

Memanfaatkan fasilitas isi ulang air minum gratis (dok. pribadi).
Memanfaatkan fasilitas isi ulang air minum gratis (dok. pribadi).

Dimulai dengan menekan perilaku konsumtif yang dipicu oleh keinginan mengikuti tren atau untuk pamer konten di media sosial. Sebab banyak di antara kita seringkali membeli minuman kekinian dalam gelas plastik karena menganggap kemasan, label, atau warnanya instagramable. Tidak jarang seseorang membeli beberapa gelas minuman sekaligus untuk membuat komposisi yang menarik saat dipotret dan dipajang di instagram.

Sesekali hal tersebut bisa dimaklumi. Namun, jika kebiasaan semacam itu terus berulang maka kita telah aktif menjadi produsen sampah. Semakin banyak gelas plastik yang berakhir sebagai sampah, semakin banyak pula energi yang kita buang dengan sia-sia. Sekali lagi perlu diingat bahwa untuk membuat satu gelas plastik dan mendaur ulang sampahnya sama-sama menghabiskan energi yang tidak sedikit. 

Oleh karena itu, kita perlu mengambil kesempatan yang ada untuk mempraktikkan perilaku yang lebih baik dalam menjaga lingkungan dari limbah domestik sekaligus mendukung konservasi energi. Menggunakan plastik berarti menggunakan energi. Membuang plastik sebagai sampah juga membuang-buang energi. 

Prinsipnya ialah memanfaatkan yang sudah ada dan yang kita miliki lebih baik daripada  memproduksi sampah. Menggunakan botol air minum  sendiri bukan hal yang memalukan. Mengisi ulang air minum di fasilitas yang tersedia tidak akan membuat kita terlihat kekanak-kanakan.

Justru kita perlu membangkitkan lagi kesadaran dan kearifan lingkungan yang dulu biasa dipraktikkan saat kecil di sekolah, yakni membawa bekal makan dan minum dengan wadah dari rumah. Jika saat masih anak-anak kita melakukannya dengan senang, mengapa hal itu sekarang dirasa berat? Apakah membeli es teh dengan menggunakan wadah sendiri terlihat tidak keren? 

Bukan salah es teh jumbo (dok. pribadi).
Bukan salah es teh jumbo (dok. pribadi).

Jika satu orang bisa mengurangi 1 botol atau gelas plastik, maka satu orang telah ikut menjaga lingkungan sekaligus turut menghemat energi. Satu orang itu telah membantu menerangi rumah-rumah lain dengan lampu yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih esensial. Dan jika perilaku semacam itu  menjadi gerakan dan budaya, maka dari setiap 1 botol atau gelas plastik kita bisa menghadirkan kebaikan yang lebih besar bagi lingkungan seisinya.

Ini bukan tentang kesalahan es teh jumbo. Ini tentang kesadaran dan tanggung jawab kita sebagai manusia. Kita selalu punya pilihan yang lebih baik untuk diambil. Percayalah, penjual es teh jumbo juga akan senang jika kita menyodorkan botol minum milik sendiri untuk diisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun