Dalam sekejap kegaduhan terjadi. Banyak pihak mempercayai isu tersebut. Padahal kualitas informasinya tak jauh beda dengan informasi bohong.Â
Media-media bersama sejumlah tokoh politik pun ramai membahasnya dan sejenak berhasil menggiring opini publik untuk menyudutkan MK. Peradilan MK dianggap tidak profesional karena putusannya bocor. Martabat dan independensi MK dipandang telah tercoreng karena sistem proporsional tertutup dinilai tidak mencerminkan kehendak masyarakat, melainkan mengakomodasi kepentingan kekuatan politik tertentu.Â
Namun, MK tak larut dalam keriuhan yang terjadi di publik. Isu dan tuduhan tentang bocornya putusan MK dijawab secara elegan. Dengan penuh independensi, ternyata MK memutuskan pemilu 2024 tetap diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka.Â
Kegaduhan tersebut ibarat pemanasan bagi MK dan masyarakat Indonesia dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi tahun depan. Apalagi pilpres dan pemilu legislatif 2024 akan berlangsung serentak.
Bersyukur Ada MK
Selain memutus sengketa atau perselisihan pemilu, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juga berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, serta memutus pembubaran partai politik. MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Bermodal wewenang-wewenang di atas, kehadiran MK sangat besar maknanya bagi kehidupan demokrasi, hukum, dan pemerintahan di Indonesia. Putusannya yang bersifat final dan mengikat telah memberikan keadilan sekaligus kepastian hukum.
Untuk itulah kita pantas bersyukur memiliki MK. Sebab sepanjang 20 tahun kiprahnya, MK telah menghadirkan banyak perubahan dan manfaat besar bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Beberapa di antaranya sebagai berikut.
Pertama, rakyat Indonesia mendapatkan saluran baru untuk mencari keadilan. Wewenang menguji undang-undang menjadikan MK layaknya arena bagi masyarakat untuk  memperjuangkan aspirasinya sebagai pemilik kedaulatan. Ini sangat penting karena ada semacam anomali atau ironi hubungan antara rakyat dan para wakilnya selama ini.
UUD 1945 menjamin dan menegaskan kedaulatan di tangan rakyat. Namun, kekuasaan membentuk undang-undang berada di tangan DPR. Itu tidak menjadi persoalan sepanjang DPR konsisten menangkap dan menyalurkan kepentingan rakyat melalui undang-undang yang dibentuk.
Sayangnya pembentukan undang-undang kadang dicemari pragmatisme dan transaksi politik yang mengabaikan aspirasi rakyat. Nafsu memuluskan kepentingan kelompok ditambah kapasitas wakil rakyat yang kurang mumpuni berujung pada lahirnya undang-undang yang tidak berkualitas.Â