Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perlukah Memberi Uang Tip kepada Kurir Paket?

3 Juli 2023   08:56 Diperbarui: 4 Juli 2023   17:33 3747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (dok medium.com via KOMPAS.com)

Fitur pemberian tip kepada kurir paket di aplikasi belanja daring bisa dipandang sebagai upaya perusahaan ekspedisi untuk mengurangi beban dan tanggung jawab dalam memberi penghasilan kepada kurir. Sebagai gantinya, masyarakat diharapkan bisa ikut menanggung beban itu dengan cara memberi tip kepada kurir.

Hari Jumat (30/6/2023) yang cerah saya kedatangan sebuah paket. Diantar oleh seorang kurir Shopee Xpress, kedatangannya mengakhiri masa penantian setelah berbelanja daring beberapa hari sebelumnya. 

Kedatangan itu juga menunjukkan bahwa pada hari raya dan libur bersama, kurir pengantar paket seringkali tidak ikut libur. Mereka tetap berkeliling kota hingga desa membawakan satu demi satu barang milik orang lain yang kebanyakan tak mereka kenal.

Setelah kurir berlalu, saya membuka paket dengan penuh harap. Isinya sesuai dengan yang saya pesan. Barang tiba dalam kondisi baik dan utuh. Selanjutnya membuka aplikasi belanja daring tempat saya memesan barang tersebut. Tak ada alasan untuk memberi testimoni yang jelek.

Selain paket tiba dengan selamat, kurir yang mengantar pun berlaku sopan. Suaranya memanggil untuk memberi tahu kedatangan terdengar wajar dan tak terlalu mengagetkan. Maka beberapa kata ulasan saya buat apa adanya. Disertai ucapan terima kasih karena kurir telah mengantarkan paket di tengah libur hari raya.

Biasanya urut-urutan memberi penilaian atau ulasan belanja daring selesai sampai tahap tersebut. Namun, kali ini masih ada satu hal lagi yang meminta untuk diperhatikan.

Usai menulis testimoni, muncul sebuah kotak berisi imbauan: "Beri tip untuk Driver, Jika kamu puas dengan layanan pengiriman, kamu bisa memberi tip kepada Driver."

Driver yang dimaksud ialah kurir pengantar paket. Sebutan driver digunakan kemungkinan untuk menyamakannya dengan driver Shopee Food yang sebenarnya juga dikategorikan kurir karena tugasnya mengantar pesanan barang, bukan sebagai ojek pengantar penumpang.

Di bawah tulisan tersebut tersedia opsi "Nanti Saja" dan "Berikan Tip". Jika memutuskan untuk memberi tip, tersedia pilihan nominal mulai dari Rp1.000, Rp2.000 dan seterusnya. Memberi jumlah lain juga bisa dengan ketentuan kelipatan Rp1.000 dan maksimal Rp100.000.

Fitur pemberian tip untuk kurir paket di aplikasi belanja daring Shopee (dok.pribadi).
Fitur pemberian tip untuk kurir paket di aplikasi belanja daring Shopee (dok.pribadi).

***

Imbauan untuk memberi tip usai berbelanja daring semacam itu sudah lumrah  sejak beberapa bulan lalu. Terutama ketika berbelanja melalui Shopee dan pesanan ditangani oleh ekspedisi Shopee Xpress. Sedangkan jika paket dikirimkan oleh ekspedisi lain, belum ada imbauan untuk memberi tip kepada kurir.

Bagi saya ini menarik. Agaknya perusahaan ekspedisi sudah mulai mempertimbangkan untuk mengalihkan sebagian tanggung jawab mereka terkait penghasilan kurir. Imbauan untuk memberi tip ke kurir seolah bentuk permintaan atau permohonan agar masyarakat pengguna jasa pengiriman mau menanggung sebagian beban perusahaan untuk menggaji kurir.

Perusahaan ekspedisi atau pengiriman tentu paham bahwa kurir paket mestinya mendapat gaji atau pendapatan yang lebih layak. Sebab para kurir itulah yang menjadi tulang punggung perusahaan sesungguhnya. Perusahaan pengiriman akan kolaps jika tak ada  yang mau mengantarkan barang. Tidak akan ada perusahaan ekspedisi jika tidak ada orang yang bersedia menjadi kurirnya.

Namun, pada saat yang sama perusahaan ekspedisi tidak mampu atau mungkin tidak mau untuk memberikan gaji yang layak tersebut kepada para kurirnya. Sebisa mungkin dicari cara yang paling efisien untuk tetap memiliki kurir, tapi dengan tidak menambah beban perusahaan. Sebisa mungkin perusahaan ekspedisi mendapatkan cukup tenaga untuk mengantarkan paket kiriman tanpa harus menanggung 100% beban untuk menyejahterahkan kurirnya.

Seiring hal itu marak pemberitaan tentang sejumlah perusahaan ekspedisi atau logistik yang melakukan pemutusan kerja kepada banyak kurirnya. Ada pula yang mengubah status kurir dari karyawan tetap menjadi "mitra" yang sewaktu-waktu kontraknya bisa diputus. 

Di media sosial juga kerap kita jumpai curhat atau cerita mengenai penghasilan kurir paket yang kurang sebanding dengan beban dan waktu kerja mereka. Ada kurir yang penghasilannya tidak menentu karena dihitung berdasarkan jumlah paket yang bisa diantarkan dalam sehari. Setiap paket memiliki nilai rupiah tertentu.

Oleh karenanya jika ingin penghasilan yang lumayan, kurir perlu mengantarkan lebih banyak paket. Kalau perlu tetap bekerja pada hari libur, termasuk saat hari raya.

Ada pula berita beberapa waktu lalu tentang kurir yang ditemukan meninggal dunia saat sedang mengantarkan paket. Kemungkinan besar si kurir kelelahan atau sedang sakit, tapi memutuskan tetap bekerja mengantar paket demi mencapai target tertentu.

Realita di atas seolah menegaskan adanya ketidakadilan atau ketidakseimbangan hubungan antara perusahaan ekpedisi, kurir, dan masyarakat pengguna jasa pengiriman.

Perusahaan pengiriman tumbuh semakin besar karena gairah masyarakat untuk berbelanja daring terus meningkat. Masyarakat pun diuntungkan karena berkat jasa kurir, barang-barang kebutuhan bisa didapatkan tanpa mengeluarkan lebih banyak waktu dan tenaga. Namun, seberapa besar berkah yang menjadi bagian kurir selain bahwa mereka telah mendapatkan pekerjaan sebagai pengantar barang?

Barangkali itulah yang melatarbelakangi lahirnya terobosan yang mempersilakan masyarakat untuk memberikan tip kepada kurir setiap kali berbelanja daring. Seakan-akan penghasilan kurir kini menjadi tanggung jawab bersama antara perusahaan ekspedisi dan masyarakat pengguna jasa pengiriman.

Lagipula beberapa marketplace sering memberikan diskon pengiriman kepada konsumen. Jadi, tidak ada salahnya jika konsumen membalas atau mengembalikan keuntungan itu dalam bentuk tip untuk kurir.

Ataukah memang sudah saatnya kita memandang kurir paket sama seperti driver ojek daring, sopir taksi, dan petugas layanan kamar hotel?

Memberi atau tidak memberi tip memang bukan keharusan. Namun, jika kepada ojek daring, sopir taksi, dan pekerja-pekerja penyedia jasa lainnya, masyarakat telah bisa menerima dan menganggap  wajar pemberian tip. Mengapa pada kurir paket hal yang sama masih dianggap aneh atau kurang perlu?

Apakah karena sekian lama kurir paket identik dan disamakan seperti "pak pos" yang bekerja untuk BUMN? Sehingga masyarakat menganggap bahwa kurir paket merupakan pekerja kantoran yang hanya kebetulan bekerja di lapangan? Ataukah karena kita menganggap ongkos kirim yang kita bayarkan selama ini sudah cukup sebagai bagian dari penghasilan yang diterima oleh kurir paket? 

Tip untuk kurir paket (dok.pribadi).
Tip untuk kurir paket (dok.pribadi).

Barangkali ini masalah waktu. Imbauan memberi tip untuk kurir yang dicantumkan secara "formal" dan terang-terangan di aplikasi belanja daring Shopee mungkin akan membiasakan masyarakat. Bukan tidak mungkin pula hal itu akan diikuti oleh marketplace dan ekspedisi-ekspedisi lain pada kemudian hari. Sehingga selain harus membayar ongkos pengiriman, masyarakat akan didorong untuk mempertimbangkan perlu tidaknya memberi tip tambahan kepada setiap kurir yang datang mengantar paket.

Atau malah pada saatnya nanti perusahaan ekspedisi pengiriman akan menyesuaikan ongkos kirim dengan memasukkan komponen uang tip untuk kurir sebagai biaya tetap yang harus dibayarkan oleh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun