Sulawesi bagian utara yang dikelilingi Laut Sulawesi, Laut Banda dan Laut Maluku dikenal memiliki banyak pantai yang indah. Pantai-pantai itu berderet di sepanjang sisi pulau, berselingan dengan teluk dan semenanjung yang turut membentuk bentang alamnya.
Salah satu pantai yang indah itu ada di Teluk Buyat, Desa Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara. Berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari Kota Manado, Teluk Buyat menyimpan keindahan pantainya pada lekukan alam yang dipagari Tanjung Buyat dan Bukit Harapan.Â
Beberapa tahun lalu nama Teluk Buyat sampai ke telinga ini melalui berita-berita seputar tragedi lingkungan. Konon telah terjadi pencemaran hebat di sana. Lautnya yang terkontaminasi oleh aktivitas pertambangan dikabarkan mengancam kehidupan masyarakat di sekitaran pantai. Gencar pemberitaan media saat itu menyebut ada warga yang menderita penyakit dan meninggal akibat dampak pencemaran.
Waktu bergulir, isu seputar pencemaran lingkungan dan tragedi tak lagi terdengar. Bukti dan temuan ilmiah yang mengungkap kondisi sebenarnya telah mengembalikan kedamaian ke tengah kehidupan di Teluk Buyat.
Kedamaian pula yang saya rasakan saat menginjak pasir pantainya yang lembut. Teluk Buyat telah saya datangi. Kini saya menatapnya langsung dari dekat. Bukan sekadar lewat tayangan TV, tidak pula melalui desas-desus pemberitaan.Â
Pagi itu sungguh terasa tenang dan damai. Suasana masih sepi dan memang keramaian sehari-hari di tempat ini lebih ditimbulkan oleh aktivitas warganya yang melaut. Atau pengunjung yang kebetulan sedang berlena-lena di Pantai Lakban di utara Teluk Buyat. Kedua tempat itu berdekatan dan dihubungkan oleh jalan aspal sehingga tak sulit untuk mondar-mandir dari satu pantai ke pantai lain di sebelahnya.
Tanjung Buyat dan Bukit Harapan masih tersamar dalam kabut pagi. Meski tak nampak jelas dari teluk, gagahnya tanjung dan bukit tersebut tetap bisa disimak. Dipancari oleh mentari yang sedang merangkak, kenampakan yang hadir di depan mata terasa megah.
Sambil menghirup udara beraroma laut, saya berjalan menyusuri panjangnya pantai. Hamparan pasir yang menenggalamkan beberapa senti telapak kaki tak membuat langkah terasa berat. Malah saya terlena dengan kelembutan yang menyelimuti kaki.Â