Apakah melesatnya elektabilitas Kastangel mencerminkan dominasi Gen-Z? Ataukah Nastar telah menjadi korban kampanye hitam yang sehingga citranya menurun dan sebagian penggemarnya mulai menimbang untuk memilih yang lain?
Yang menarik ialah kategori "lainnya" yang jumlahnya 3%. Saya lumayan penasaran dengan kue-kue yang masuk dalam golongan minoritas itu.Â
Apakah Kue Irut yang sedang saya gemari sejak beberapa bulan belakangan termasuk salah satunya?Â
Kue Irut sebenarnya sudah saya tahu sejak lama. Namun, tidak pernah saya menganggapnya sebagai kue yang istimewa. Apalagi bentuknya yang kurang menarik dan gampang pecah.
Akan tetapi semua berubah ketika pada suatu hari saya menemukan keponakan saya yang kelas satu SD sedang menonton TV seorang diri. Pandangannya yang hidmat ke layar diikuti dengan keasyikannya mengunyah. Di tangannya sebuah toples berisi Irut tinggal menyisakan setengahnya.Â
Ia terus mengunyah kue tersebut. Sesekali mencelupkannya ke dalam minuman teh hangat. Sampai teh menjadi keruh karena tercampur oleh remah-remah Irut, keponakan saya seolah tak peduli.
Pemandangan menggemaskan itu membuat saya tergoda untuk bertanya kepadanya.Â
"De, lagi makan apa?"
"Irut", jawabnya pendek sambil tetap mengunyah.
"Itu dari apa?", tanya saya lagi.
"Tepung", polos sekali jawabannya.
Tentu saja hampir semua kue kering dibuat dari tepung sebagai bahan utama.
Saya lantas meminta izin untuk mengambil Irut dari toples yang sedang dikuasainya. Sebuah saya ambil. Ternyata lumayan enak. Saya memintanya lagi. Ternyata memang enak.Â
Rasanya cenderung manis. Teksturnya sangat halus dan lembut. Benar kata keponakan saya bahwa Irut terbuat dari tepung. Sebab ketika masuk ke dalam mulut, Irut mudah hancur tanpa perlu dikunyah secara serius.