Lagi-lagi Nh. Dini berkata lurus. Saat kecil ia menyukai rumahnya karena memiliki halaman yang luas di depan, belakang, dan samping. Halaman itu penuh naungan hijau: mangga, mangga gurih, sawo, belimbing, belimbing wuluh, pisang, dan kedondong. Tak ada rumah di Sekayu dengan halaman seteduh rumahnya.
Hingga sekarang sebagian kenampakan itu masih dijumpai. Di halaman depannya yang luas saya dapati pohon mangga menggantungkan buah-buahnya yang hijau ranum. Pepohonan lain dan tanaman dalam pot juga mengisi kepadatan penjuru halaman.Â
Menurut Oeti Adiyati, keponakan Nh. Dini yang tinggal di rumah tersebut, beberapa pohon tua warisan masa kecil Nh. Dini sebenarnya telah mati atau ditebang. Namun segera digantikan dengan yang baru, termasuk pohon mangga di depan rumah yang sedang berbuah.Â
Dari halaman, Oeti lalu mempersilakan saya untuk mengamati beberapa sudut terluar rumah. Waktu seolah berhenti ketika memandangi terasnya yang menyerupai pendopo mungil, diapit dua kamar besar di sebelah barat dan timur.Â
Dalam "Langit dan Bumi Sahabat Kami" serta "Kuncup Berseri", Nh. Dini bercerita bahwa dua kamar itu pernah disewakan sebagai kamar kos untuk orang-orang yang bersekolah atau bekerja di sekitar Jalan Bojong (Jalan Pemuda). Saat kecil Nh. Dini pernah menempati kamar di sisi timur dan berbagi ruang tidur dengan seorang penghuni kos.
Kecuali dindingnya yang telah berganti dengan tembok semen, bentuk rumah itu tak banyak berubah. Pintu utama bagian depan yang terbuat dari kayu keras merupakan bagian penting yang dipertahankan keasliannya.Â
Sebuah peristiwa pada masa kecil membuat Nh. Dini menaruh perhatian pada pintu tersebut. Bermula ketika ibunya mengundang "orang pintar" untuk menerawang rumahnya. Â Didapati bahwa bagian depan pintu utama dihuni oleh sesosok makhluk halus. Agar tak mengganggu, para penghuni rumah diharapkan berlaku sopan ketika melewati pintu.Â
Sejak saat itu setiap berjalan masuk atau keluar rumah melalui pintu depan, Nh. Dini selalu melangkah agak ke samping. Pemahaman masa kecilnya menganggap itu sebagai cara agar kakinya tak menabrak makhluk penunggu pintu.Â