Lebaran tinggal menghitung hari. Rencana mengisi waktu mudik di kampung halaman telah disusun rapi.Â
Selain berkumpul bersama keluarga dan mengunjungi tetangga serta saudara, melancong ke tempat wisata di sekitar kampung halaman juga masuk dalam agenda. Kunjungan  yang sifatnya rekreatif kadang diperlukan untuk menyegarkan diri setelah rangkaian padat kunjungan silaturahmi.
Salah satu tempat indah yang ingin saya kunjungi saat libur lebaran nanti ialah Hutan Pinus Limpakuwus. Berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Purwokerto, Limpakuwus masih berada dalam kawasan Baturraden.
Saat pertama kali datang pada 2019 lalu, tempat ini segera saya sukai. Pertama karena jaraknya yang tak terlampau jauh. Bahkan, kini semakin mudah diakses karena bus Trans Jateng telah membuka rute dari kota Purwokerto ke Baturraden. Cukup membayar Rp4000 kita akan diantar dengan nyaman, lebih ramah kantong sekaligus ramah lingkungan karena bisa mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.Â
Alasan kedua, oksigen terasa berlimpah di sini. Berada di ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut, Limpakuwus dialiri segarnya hawa pegunungan yang melingkupi lereng selatan Gunung Slamet. Ditambah pucuk-pucuk kanopi pepohonan yang selalu memproduksi oksigen, hawa sejuk di Limpakuwus terasa melenakan.Â
Ketiga, area hutan Limpakuwus cukup luas. Sejauh mata memandang ialah hamparan hijau yang menyegarkan. Lantai hutannya seolah dilapisi karpet hijau dari jalinan semak, herba, dan rerumputan yang subur. Bunga-bunga kecil memberi sentuhan yang manis. Dari lantai hutan menyembul tegak batang-tabang yang menjulang tinggi menopang ranting-ranting penuh daun.Â
Lukisan alam yang demikian amat saya senangi. Nampak sederhana, tapi memberi ketenangan yang dalam. Meski di segala penjuru arah mata angin bentang alamnya terlihat serupa, tapi tak membosankan untuk dipandang lama-lama.
Keempat, area rekreasinya bersih dan rapi. Padahal ada 3 area di Hutan Pinus Limpakuwus yang dibuka untuk umum secara bersamaan. Selain area rekreasi berupa hutan pinus yang masih asli, Â ada pula "area narsis" dan area camping.
Di area narsis tersedia beberapa spot yang menarik sebagai tempat berfoto. Sementara area camping menjadi tempat bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi menginap di tengah rimbunnya hutan dengan mendirikan tenda.
Menariknya, meski ketiga area tersebut  berdekatan dan ramai wisatawan, Hutan Pinus Limpakuwus tetap bersih. Tak terlihat sampah-sampah bertebaran. Tak tercium pula aroma sampah atau sisa kegiatan camping.
Lewat kenyataan tersebut, persepsi terhadap perilaku wisatawan lokal yang dianggap sering buang sampah sembarangan dan kurang peduli terhadap kebersihan tempat wisata bisa luntur dengan sendirinya.Â
Memang sudah seharusnya demikian. Menjadi wisatawan tidak boleh egois. Alam sudah mewariskan keindahan sehingga kita bisa menikmatinya. Maka sebagai timbal balik dan tanggung jawab, kita harus menjaga. Alam yang indah perlu dirawat bersama dan seterusnya.
Berwisata boleh narsis. Spot-spot foto tematik bisa melengkapi pengalaman menyenangkan yang kita cari dari aktivitas berwisata. Namun, perilaku narsis perlu dibarengi dengan kesadaran bahwa orang lain juga berhak untuk merasakan pengalaman yang sama. Caranya dengan tidak merusak dan mencemari lingkungan sekitar. Itulah yang dinamakan narsis, tapi tidak egois.Â
Kesadaran semacam itu nampaknya semakin tumbuh dan dimiliki oleh banyak masyarakat Indonesia ketika berwisata.Â
Pengelola wisata Hutan Pinus Limpakuwus juga patut diapresiasi. Sebab ada banyak papan imbauan dan tempat sampah yang disediakan di area wisata. Itu memperlihatkan bahwa imbauan saja belum cukup. Perlu disertai fasilitas yang memadai untuk membiasakan wisatawan agar tidak membuang sampah sembarangan. Imbauan menjaga kebersihan tidak akan efektif jika tempat-tempat sampah sulit dijumpai.
Tak hanya kepedulian wisatawan dan perhatian pengelola wisata yang baik, kesadaran para penjual makanan dan minuman di Hutan Limpakuwus untuk menjaga kebersihan juga membuat nyaman. Warung-warung mereka bersih. Harga yang ditawarkan pun wajar. Nampak para penjual tak sekadar mencari keuntungan ekonomi, tapi juga peduli pada  keberlangsungan aktivitas wisata. Apalagi para penjual itu merupakan penduduk sekitar.
Warung-warung makanan dan minuman di Limpakuwus dikelompokkan dalam satu area di dekat pintu masuk dan area parkir. Tak ada penjual yang berseliweran di area hutan. Penataan itu membuat penanganan sampah menjadi lebih efektif.
Di Limpakuwus kita bisa menemukan bentuk tanggungjawab bersama yang diperankan oleh pengelola wisata, para wisatawan, serta masyarakat lokal. Pada dasarnya mereka adalah pihak-pihak yang mendapat keuntungan dan kebahagiaan dari Hutan Pinus Limpakuwus.Â
Pada libur lebaran  hampir bisa dipastikan tempat-tempat wisata alam seperti Hutan Pinus Limpakuwus akan lebih ramai dikunjungi wisatawan. Pada saat itulah kesadaran kita untuk tetap berlaku baik pada lingkungan akan diuji. Biasanya karena larut dalam euforia wisata, banyak orang cenderung memaklumi tindakan-tindakan buruk seperti buang sampah sembarangan, membawa makanan berlebihan, parkir sembarangan, merokok di sembarang tempat dan sebagainya.
Oleh karena itu, ada beberapa kiat sederhana yang perlu dipedomani saat kita berwisata. Prinsip utamanya seperti yang telah disinggung di atas, yakni jangan menjadi wisatawan yang egois.
Pertama, bawa bekal makanan dan minuman secukupnya. Tempat wisata alam seperti Hutan Pinus Limpakuwus memang sangat pas dinikmati dengan menggelar tikar sambil menyantap makanan serta minuman bersama-sama.Â
Itu berarti kita telah membawa sampah dari luar. Bukan sesuatu yang dilarang asalkan kita membuang semua sampah di tempatnya.
Namun, sebaiknya tidak membawa bekal berlebihan. Sebab kita bisa mendapatkan beberapa cemilan dari warung-warung yang dimiliki masyarakat lokal. Selama harganya wajar, membeli makanan dan minuman dari penjual setempat merupakan dukungan yang berharga bagi keberlanjutan aktivitas wisata.Â
Kedua, jika harus membawa bekal dari rumah, gunakan tas atau wadah ramah lingkungan yang sering kita gunakan. Misalnya, totebag atau tas ransel. Hindari membungkus banyak bekal dalam kantong-kantong plastik terpisah. Sebab seringkali semua itu akan berakhir sebagai sampah setelah bekal yang kita bawa habis.
Ketiga, patuhi semua aturan yang ditetapkan pengelola wisata. Termasuk bergantian saat berfoto di spot tematik. Ingat bahwa bukan hanya kita seorang yang ingin menikmati kebahagiaan dan pengalaman seru di tempat wisata. Berbagi ruang dan kesempatan kepada pengunjung lain penting dilakukan untuk menciptakan wisata yang nyaman bagi semua.
Keempat, berikan saran dan masukan yang membangun. Beberapa tempat wisata menyediakan kotak saran baik di lokasi maupun melalui kanal media sosial. Sebenarnya itu bukan basa-basi atau pajangan semata. Melainkan bentuk permohonan agar wisatawan turut berperan mengembangkan tempat wisata tersebut. Gunakan saluran dan kesempatan itu untuk menuliskan beberapa catatan. Bisa mengenai kekurangan atau apresiasi tentang hal-hal baik yang didapatkan.
Kelima, bagikan pengalaman yang baik sebagai bentuk rasa Bangga Berwisata di Indonesia.Â
Kita bisa mengunggah foto di instagram, membuat video reels, menulis blog, atau membuat catatan di facebook tentang daya tarik tempat wisata yang baru kita kunjungi. Selain  berbagi pengalaman, juga untuk mempromosikan keindahan dan keunikan tempat wisata tersebut. Akan semakin baik jika disertai pesan atau pengingat agar kita tetap menjadi wisatawan yang berbudi. Boleh narsis, tapi jangan egois.
Selamat menyambut lebaran. Selamat menikmati liburan di Indonesia Aja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H