Memang ada penjual es yang mudah ditemui di kampung saya dulu. Yakni penjual es  puter yang hampir setiap hari lewat di depan rumah.
Namun, tetap tak mudah bagi saya untuk bisa menikmati es puter. Sebab sejak kelas 1 SD sampai 2 SMP penyakit paru-paru basah bersemanyam di dalam tubuh saya. Membuat badan saya kurus, sering batuk dan berkeringat dingin. Selama itu pula setiap hari saya harus meminum  yang tak boleh berkurang dosisnya sedikitpun.
Dengan kondisi demikian, orang tua jarang memberi saya es krim. Ketika kakak dan adik membeli es puter yang lewat di depan rumah, saya harus menelan ludah dan menyimpan iri di dalam hati. Kadang saya  memaksa untuk memintanya. Dalam beberapa kesempatan akhirnya saya diizinkan untuk mencicipinya satu atau dua sendok teh saja.
Oleh karena itu, jika bagi banyak orang es krim sudah familiar di lidah mereka semenjak kecil, tidak demikian bagi saya. Anak kampung yang uang jajannya terbatas dan mengindap penyakit yang membuatnya harus menjaga jarak dengan es.
Sebagai gantinya, ibu lebih sering membelikan jajanan pasar yang murah meriah seperti kue lapis, nagasari, dan klepon untuk saya. Itulah yang membentuk selera lidah menjadi sangat menyukai jajanan tradisional.
Puluhan tahun berselang selera saya tak berubah. Lidah saya masih menyukai klepon. Bedanya kini saya tak lagi perlu menjaga jarak dengan es krim. Penyakit paru-paru basah telah lama sembuh dan uang jajan tak lagi perlu meminta orang tua.
Kini dengan Aice Mochi Dessert saya punya alasan baru untuk menikmati es krim. Saya bisa melampiaskan keinginan mencecap rasa yang jarang saya dapatkan saat kecil. Dan dari Aice Mochi Klepon pelampiasan manis saya dapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H