Keresahan Sofie mirip dengan kesedihan yang saya rasakan karena menjumpai di depan mata sendiri orang yang belajar dan mengajar Biologi justru suka meremehkan protokol kesehatan. Pemaknaannya tentang Covid-19 dan vaksin juga cenderung kurang berpijak pada dasar ilmiah yang benar.
Sering dan berulang kali saya bertanya dalam hati: "apakah menggunakan masker akan membuat telinga mereka lecet dan putus?", "adakah beban berat yang mereka tanggung ketika mencantolkan masker ke telinga?", "apakah mencuci tangan akan membuat kulit tangan mereka mengelupas dan melepuh?".
Padahal sebelum pandemi Covid-19 manfaat masker dan mencuci tangan sudah menjadi pengetahuan umum.
Akhirnya saya memilih berkesimpulan bahwa mereka meremehkan Covid-19 dan protokol kesehatan bukan karena tidak tahu atau kurang memahami. Perilaku demikian kemungkinan besar karena mereka dikuasai egoisme atau kurang bersyukur.
Sebenarnya tersedia pilihan untuk menghadapi orang-orang seperti demikian. Pertama, menjauh dan menjaga jarak baik secara fisik maupun mental. Kedua, tetap berusaha mengingatkan dan menyadarkan.
Sayangnya kedua pilihan itu seringkali tidak ada yang mengenakkan. Hampir mustahil menjauhi orang-orang yang setiap hari harus berinteraksi sebab mereka mungkin rekan kerja, kolega, atasan, bawahan atau saudara. Di sisi lain memilih untuk tetap mengingatkan orang lain agar mematuhi protokol kesehatan bisa membuat "darah tinggi" dan "makan hati". Â Alih-alih diterima dengan baik, memberi imbauan untuk menggunakan masker malah dituduh berjualan masker, dimaki, dan dicibir sebagai "SJW Covid".
Walau demikian hingga detik ini saya tetap berpandangan bahwa penting dan perlu untuk mengingatkan mereka yang abai pada protokol kesehatan. Â Sebab patuh atau tidaknya mereka terhadap protokol kesehatan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan orang lain. Setiap orang kini benar-benar menjadi penting bagi sesamanya. Keteledoran satu orang bisa mengancam jiwa orang-orang di sekelilingnya.
Itu sebabnya di dalam tas saya selalu ada beberapa lembar masker yang bisa diberikan kepada siapapun di dekat saya yang kebetulan belum menggunakan masker. Menyodorkan masker tanpa banyak menceramahi adalah cara yang biasa saya lakukan untuk "menegur" mereka.
Namun, jika dengan cara sopan dan halus itu mereka justru menuduh atau memaki, maka benar adanya jika mereka mungkin termasuk golongan orang egois yang kurang pandai bersyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H