Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melawan Egoisme di Tengah Pandemi

6 Juli 2021   12:56 Diperbarui: 6 Juli 2021   22:35 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurir itu tiba tepat waktu. Bahkan, beberapa menit lebih cepat dari kesepakatan yakni pukul 12.00.

Sebenarnya ia bukan kurir. Pak Senen, begitu namanya, adalah seorang yang bekerja di salah satu tempat praktir dokter sebagai tenaga "serba bisa". 

Ia bisa diminta untuk memperbaiki sepeda motor yang mogok atau mengganti oli. Bisa mengerjakan urusan kebersihan. Bisa pula dimintai tolong layaknya ojek atau kurir untuk mengantar dan menjemput kiriman barang.

Minggu (4/7/2021) kemarin, ia datang menjemput paket makanan yang akan dikumpulkan untuk kemudian dibagikan pada sore hari. Kami telah sepakat mempercayakan kepada Pak Senen untuk mengurusnya lebih lanjut.

Saya belum terlalu mengenal Pak Senen. Hanya beberapa kali kami bertemu dalam kesempatan yang singkat. Namun, ia sudah terbukti bisa dipercaya untuk urusan mengantar dan membagikan titipan.

Ia juga saya amati patuh pada protokol kesehatan. Mungkin karena ia bekerja untuk seorang dokter sehingga ia selalu mengenakan masker medis dengan cara yang baik pula. Selama pertemuan siang itu ia sama sekali tak melepas dan membuka maskernya.

Pak Senen datang dengan membawa sebuah keranjang plastik di atas sepeda motornya. Sempat saya ragu apakah ia bisa membawa semuanya sekaligus.

Sempat saya sarankan untuk mengingatkan tali di beberapa sisi keranjang. Namun, ia dengan percaya diri mengatakan hanya perlu tali yang pendek untuk diikatkan di dua sisi keranjang.

Saya tak menyanggahnya lagi. Hanya mengamatinya menyusun satu demi satu kotak makanan ke dalam kernajang. 

Hal yang luar biasa ialah satu keranjang yang dibawanya ternyata sangat pas untuk memuat semua kotak makanan yang kami titipkan. 

Akhirnya saya paham bahwa "orang lapangan" seperti Pak Senen ini memang punya pengalaman, keterampilan, dan insting yang tak dimiliki oleh orang-orang yang terbiasa duduk di meja.

"Terus mana lagi, mas?" tanyanya setelah selesai dengan urusan menata kotak makanan. Siang itu saya memang meminta bantuannya untuk sebuah tugas tambahan yang ia sanggupi.

Bermula dari kabar yang saya terima dari dua orang yang saya kenal baik. Satu di antaranya mengabarkan bahwa ia akan menjalani tes swab usai kontak dekat. Satu orang lainnya memberitahukan sedang tidak enak badan dan sedang di rumah saja.

Mengingat dua orang tersebut saling kenal dan berinteraksi dekat, saya segera paham maksud kabar yang mereka sampaikan. Saya hela nafas dalam-dalam. Bukan kabar baik, tapi tidak boleh menjadi kabar yang lebih buruk.

Saya menekankan mereka untuk tetap di rumah dan tak perlu keluar. Sedikit masker, hand sanitizer, parasetamol dan vitamin akan saya kirimkan.

Itulah titipan tambahan yang saya percayakan kepada Pak Senen. Masker, hand sanitizer, parasetamol, dan vitamin saya masukkan ke dalam kantung plastik. 

Di bagian luarnya saya rekatkan sobekan kertas bertuliskan ke mana dan untuk siapa itu ditujukan. Kepada Pak Senen saya tunjukkan ini buat si A dan yang ini buat si B agar tidak tertukar. Pak Senen pun paham bagaimana ia harus mengantarkannya.

Ketika Pak Senen siap berangkat saya sertakan sedikit ongkos tambahan, sebotol hand sanitizer, dan satu bungkus masker untuk dipakainya sendiri. 

Tanpa saya suruh, ia segera menggunakan hand sanitizer itu untuk membasuh kedua tangannya. Saya semakin yakin kalau Pak Senen termasuk orang yang peduli pada protokol kesehatan.

Sebelum berpisah kami sempat berbincang sebentar. Saya tanyakan apakah ia sudah disuntik vaksin Covid-19?

Ia mengaku belum divaksin. Saya agak terkejut. "Lho, kan tinggal minta sama dokternya", saya penasaran.

Pak Senen menjelaskan kalau tekanan darahnya beberapa kali tidak normal. Saat saya menebak tekanan darahnya tinggi, ia meralatnya sambil tersenyum. "Malah rendah kok, mas. Makanya nunggu bener dulu ini".

"Berarti makan sate kambing saja, Pak", kata saya sambil mengantarnya berlalu. Sore harinya saya dapat laporan bahwa semua titipan, termasuk makanan, masker, dan sebagainya telah diantar dan diterima dengan baik.

Pak Senen adalah salah satu orang baik yang saya jumpai di tengah pandemi. Pagi dan sore ia bekerja membantu di tempat praktik seorang dokter. Siang harinya ia mencari penghasilan tambahan dengan mengerjakan apa saja.

Hal terbaik yang saya pelajari dari Pak Senen siang itu ialah saat ia sempat menolak ongkos tambahan yang saya berikan untuk mengantarkan masker dan obatan-obatan. 

Katanya ongkos itu tidak perlu karena semua alamatnya dekat. Ia sudah cukup dengan ongkos kirim makanan yang dititipkan padanya.

Namun, saya mencoba menebak apa sebenarnya yang membuatnya enggan menerima ongkos tambahan. Sebagai orang yang bekerja di tempat pelayanan kesehatan, kemungkinan ia sudah sangat memahami pentingnya masker dan vitamin bagi orang yang sedang isolasi mandiri.

Apa yang ia lihat dan rasakan di tempat praktik dokter tentang orang-prang yang sedang sakit dan membutuhkan pertolongan telah membuatnya mampu menyingkirkan kepentingan dan egonya terhadap kebutuhan mendapatkan ongkos yang sebenarnya berhak ia dapatkan.

Jelas bagi saya bahwa Pak Senen telah mengajari perlunya mengalahkan egoisme di tengah pandemi. Sebab dengan menyingkirkan ego kesulitan apapun akan bisa diatasi.

Padahal tidak sepenuhnya salah juga jika setiap orang seperti Pak Senen mementingkan egonya saat ini. Kita tahu bahwa cara paling tepat untuk melawan amukan Corona ialah dengan tidak tertular dan menularkan. Artinya setiap orang perlu lebih dulu menjaga dan menyelamatkan dirinya masing-masing. Ego dengan orientasi semacam itu menurut saya ada unsur kebenarannya. Kita semua, termasuk Pak Senen pasti memilikinya karena tak ada orang yang ingin sakit dan terserang Covid-19.

Akan tetapi Pak Senen seolah berkata, "Ambilah ego secukupnya saja. Selanjutnya lawan dan singkirkan egoisme lain yang berlebihan"

Andai saja sejak awal semua orang di negara ini mampu menyingkirkan egoismenya yang berlebihan, barangkali Corona sudah bisa kita kalahkan. 

Andai kita mau melawan egoisme yang terlalu dominan pada diri masing-masing, mungkin tak perlu kita kehilangan banyak teman, saudara dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun