Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Cara Indonesia Memuliakan Koruptor Sangat Menginspirasi Dunia

16 Juni 2021   09:01 Diperbarui: 16 Juni 2021   09:01 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mulianya jadi koruptor di Indonesia | dok. tangkapan layar kompas.com.

Mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, "partner in crime" koruptor kakap Joko Tjandra baru saja mendapat berkah kemuliaan. Sebab Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukumannya atas kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang dari semula 10 tahun menjadi hanya  4 tahun.

Masyarakat Indonesia sebaiknya tak perlu terkejut. Jangan heran atas kenyataan tersebut. Bukankah ini wajar di negara kita?

Pinangki hanya satu dari populasi koruptor yang dilimpahi berkah kemurahan hukum Indonesia. Dihukum ringan atau mendapatkan diskon hukuman besar-besaran sudah menjadi bagian dari keistimewaan koruptor di Indonesia.

Tak peduli meski Muhammadiyah dan NU sudah menetapkan koruptor sebagai kafir dan kejahatan korupsi tidak terampuni, tapi hukum di Indonesia merupakan yang paling murah hati di dunia. Melakukan korupsi di Indonesia tidak terlalu buruk.

Ada banyak jalan dan cara bagi koruptor untuk menjadi mulia. Seorang koruptor di Indonesia tak perlu khawatir nama baik dan masa depannya akan suram. Tak usah cemas hidupnya akan menderita. Penjara tidak akan menjauhkan koruptor dari kemuliaan.

Banyak contohnya di negeri kita koruptor bisa comeback menjadi tokoh publik, petinggi partai, bahkan melenggang mengikuti pemilihan wakil rakyat hingga kepala daerah. Asalkan berpenampilan alim, dekat dengan ormas, rajin bagi-bagi hadiah, masyarakat akan menaruh hormat pada koruptor.

Nilai tambah jika punya circle istimewa. Seperti Pinangki yang berasal dari lingkungan penegak hukum. Agaknya ia tahu bahwa segalanya akan baik-baik saja dan tidak terlalu buruk baginya. Dihukum 10 tahun, lalu dipotong 6 tahun, mungkin sudah dibayangkan olehnya.

Dengan hanya 4 tahun penjara yang mungkin akan berkurang lagi di kemudian hari, ia masih sangat bisa hidup mulia menikmati kelimpahan harta setelah bebas nanti. Mungkin setelah itu Pinangki juga akan comeback sebagai tokoh publik, kader partai, atau juru bicara ormas.

Intinya tidak sulit untuk koruptor berganti  jubah dari penjahat menjadi orang mulia di Indonesia. Sebab di mata banyak masyarakat, koruptor tidak buruk-buruk amat. Meski dikenal paling relijius di dunia, masyarakat Indonesia ternyata tidak mudah membenci koruptor. Paling tidak pencuri kotak amal lebih hina. Pencuri bisa diarak, disiksa dan dibunuh di tempat. Tapi koruptor perlu diberi kesempatan untuk menjadi mulia.

Jalur kemuliaan lainnya yang bisa ditempuh oleh koruptor di Indonesia ialah melalui pertimbangan-pertimbangan hukum yang sangat menginspirasi.

Adapun pemotongan hukuman yang diberikan kepada Pinangki merupakan hasil pertimbangan beberapa hal. Salah satunya, menurut hakim, Pinangki dianggap sudah menyesali perbuatannya sehingga ada kemungkinan ia bisa berperilaku baik sebagai warga masyarakat.

Tentu saja pertimbangan tersebut sangat menyentuh karena hukum di Indonesia ternyata sangat murah hati. Kita jadi ingat bagaimana perbuatan jahat bisa mudah diampuni jika pelakunya menulis surat permohonan maaf di atas materai. Kalau sudah minta maaf dan mengaku menyesal, maka penjahat bisa kembali mulia.

Dalam pertimbangan lainnya hakim juga menilai Pinangki adalah seorang wanita yang harus dilindungi dan diperlakukan adil. Pinangki sebagai seorang ibu dari anak berusia empat tahun layak diberi kesempatan untuk mengasuh anaknya dalam masa pertumbuhan.

Pertimbangan hukum tersebut bukti bahwa hukum di Indonesia selain mudah iba, juga sangat humanis. Tak peduli bahwa koruptor sudah melanggar keadilan banyak orang, ia tetap perlu mendapat keadilan.

Diskon hukuman bagi Pinangki bisa menjadi inspirasi bagi dunia untuk meniru cara Indonesia memuliakan koruptor. Bahwa jika koruptor punya anak balita, maka hukumannya tidak perlu berat. Cukup dihukum seadanya agar sang anak tidak kehilangan sang ibu. Meski koruptor itu pun sebenarnya telah menyengsarakan banyak orang dan membuat banyak anak menderita, tapi ia tetap harus dimuliakan.

Pinangki dan pertimbangan hakim yang memotong hukumannya bisa jadi inspirasi bagi koruptor atau calon koruptor di manapun agar tak perlu cemas melakukan korupsi. Asalkan masih punya anak kecil dan mengaku menyesal, korupsi bisa diampuni. Jadi, silakan korupsi sebanyak-banyaknya karena hukumannya tidak akan berat.

Hukum di Indonesia memang penuh dengan nilai-nilai humanisme dan kemuliaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun