Tentu saja pertimbangan tersebut sangat menyentuh karena hukum di Indonesia ternyata sangat murah hati. Kita jadi ingat bagaimana perbuatan jahat bisa mudah diampuni jika pelakunya menulis surat permohonan maaf di atas materai. Kalau sudah minta maaf dan mengaku menyesal, maka penjahat bisa kembali mulia.
Dalam pertimbangan lainnya hakim juga menilai Pinangki adalah seorang wanita yang harus dilindungi dan diperlakukan adil. Pinangki sebagai seorang ibu dari anak berusia empat tahun layak diberi kesempatan untuk mengasuh anaknya dalam masa pertumbuhan.
Pertimbangan hukum tersebut bukti bahwa hukum di Indonesia selain mudah iba, juga sangat humanis. Tak peduli bahwa koruptor sudah melanggar keadilan banyak orang, ia tetap perlu mendapat keadilan.
Diskon hukuman bagi Pinangki bisa menjadi inspirasi bagi dunia untuk meniru cara Indonesia memuliakan koruptor. Bahwa jika koruptor punya anak balita, maka hukumannya tidak perlu berat. Cukup dihukum seadanya agar sang anak tidak kehilangan sang ibu. Meski koruptor itu pun sebenarnya telah menyengsarakan banyak orang dan membuat banyak anak menderita, tapi ia tetap harus dimuliakan.
Pinangki dan pertimbangan hakim yang memotong hukumannya bisa jadi inspirasi bagi koruptor atau calon koruptor di manapun agar tak perlu cemas melakukan korupsi. Asalkan masih punya anak kecil dan mengaku menyesal, korupsi bisa diampuni. Jadi, silakan korupsi sebanyak-banyaknya karena hukumannya tidak akan berat.
Hukum di Indonesia memang penuh dengan nilai-nilai humanisme dan kemuliaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H