Setidaknya Megawati bukan tipe ketua umum partai yang narsis. Berbeda dengan SBY yang sangat terobsesi untuk memoles dan memasarkan anak-anaknya, Megawati lebih realistis. Sikapnya yang masih bersedia menerima mandat sebagai pemimpin partai dan belum memberikan lampu hijau kepada Puan untuk mengambil alih PDIP merupakan indikasi bahwa Megawati sebenarnya belum yakin dengan sang putri. Puan dianggap belum sepenuhnya cakap untuk mengemban amanat sebagai pemimpin.
Menganalisis sosok Puan Maharani di kancah politik nasional, bisa diperkirakan bagaimana Megawati menilai kelayakan dan potensi putrinya untuk menjadi calon presiden. Alih-alih menemukan banyak kelebihan dan kartu sakti, Puan Maharani justru dilingkupi banyak kartu mati.
Beberapa aspek kurang menguntungkan berikut ini membuat Puan Maharani tidak terlalu menjanjikan untuk dijadikan jagoan PDIP pada 2024.
Bukan Media Darling
Demokrasi di Indonesia selain ajang pesta rakyat juga ajang olah media. Peran media dalam mendandani popularitas dan elektabilitas seorang tokoh lewat sihir "media darling" terbukti mampu memunculkan sejumlah pemimpin pada tingkat nasional maupun daerah selama beberapa tahun terakhir.
Memang menjadi "media darling" belum menjamin 100%. Namun, sekali menjadi "media darling", langkah berikutnya menjadi lebih mudah.
Sayangnya Puan Maharani tidak dilimpahi berkah "media darling". Seberapa sering Puan jadi topik berita media? Seberapa intens namanya didengungkan dalam berbagai peristiwa politik penting? Bagaimana  posisi Puan dalam peristiwa-peristiwa tersebut?
Dalam hal ini Puan bahkan kalah dibanding Gibran dan Erick Tohir. Tertinggal jauh oleh Ganjar, Anies Baswedan, Risma, dan yang lainnya.
Kedudukan Puan sebagai Ketua DPR sebenarnya sangat strategis dan mendukung kehadirannya di ruang publik serta media. Akan tetapi di tengah buruknya citra dan kinerja DPR, tak banyak sumbangan positif yang bisa mengatrol citra Puan. Satu hal yang paling diingat dan terus diingat masyarakat tentang Puan justru perilakunya saat mematikan microphone DPR. Tentu ini tidak membanggakan untuk ditulis di selebaran kampanye.
Butuh kerja yang sangat keras untuk memoles Puan Maharani. Untuk menjadi "media darling" perlu "belanja media" yang tidak sedikit ongkosnya. Itupun belum tentu maksimal.
Politik Identitas dan "Pemimpin Perempuan"
Kontes 2024 diprediksi masih akan mementaskan politik identitas dengan konten agama sebagai salah satu senjata utama. Ada kemungkinan intensitasnya lebih kencang dari 2014 dan 2019.
Salah satu indikasi kuatnya ialah wacana pembentukan aliansi yang digagas oleh beberapa parpol Islam belum lama ini. Di sisi lain kelompok-kelompok lama yang berpengalaman menggoreng SARA dan politik identitas juga masih eksis.