Bukan Anies Baswedan namanya kalau tidak cerdik mengolah momentum dan memanfaatkan situasi. Lewat sejumlah kontroversi serta pro dan kontra yang dibuatnya selama ini, ia membiarkan dirinya sebagai "news maker". Dengan demikian ia menjadi salah satu tokoh yang paling banyak dibicarakan serta diperhatikan oleh publik dan media setanah air.
Begitu pun cara Anies memetik keuntungan sebagai pejabat paling populer nomor dua di negeri ini setelah Presiden Jokowi. Modal yang sangat berharga bagi misi dan ambisi politiknya ke depan.
Maka tak heran jika pada puncak peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2021 kemarin Anies kembali memainkan triknya. Tak tanggung-tanggung ia mengambil panggung Istana Kepresidenan.
Di hadapan Presiden Jokowi dan disaksikan oleh banyak pejabat negara serta duta besar, Anies nekat bermanuver memamerkan Jakarta yang telah keluar dari kutukan kota termacet di dunia.
Mengapa dikatakan nekat? Sebab acara tersebut merupakan peringatan yang tak ada kaitannya dengan masalah transportasi. Bukan pula rapat pemaparan hasil kinerja gubernur. Oleh karena itu, selain terlalu percaya diri, Anies boleh dikatakan nekat.
Akan tetapi kenekatan Anies Baswedan bukan tanpa maksud. Bukan pula aksi yang spontan. Gubernur ibukota ini pasti sudah merencanakannya. Ia sudah menghitung apa yang akan bisa dipetik olehnya dengan memamerkan prestasi Jakarta di Istana Presiden dan dalam acara nasional. Di sinilah kecerdikan Anies Baswedan bekerja.
Momentum Publikasi
Apa yang dilakukan Anies Baswedan saat memamerkan Jakarta yang telah keluar dari kutukan 10 kota termacet di dunia bukan hanya mencuri panggung Istana. Ia tak sekadar memanfaatkan situasi dan acara. Tapi lebih dari itu. Anies menciptakan momentum untuk mempublikasikan diri secara lebih luas.
Bagi Anies, hadir pada peringatan Hari Pers Nasional di Istana Kepresidenan merupakan kesempatan untuk menjadikan dirinya sekali lagi sebagai "news maker". Anies tahu bahwa acara tersebut pasti akan menjadi sorotan dan apapun yang muncul di dalamnya akan diberitakan secara luas.
Anies juga lebih dari sekadar paham betapa strategisnya panggung Istana karena bukan hanya presiden dan pejabat negara yang hadir, tapi juga ada perwakilan dan negara-negara lain.
Semua kondisi tersebut oleh Anies Baswedan diolah sedemikian rupa agar bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menempatkannya dalam halaman berita nasional dan dibicarakan banyak orang. Anies menciptakan momentum dari kehadirannya pada peringatan Hari Pers Nasional di Istana.
Boleh saja sebagian pihak menganggap Anies kurang sopan karena memanfaatkan acara Istana Presiden untuk memamerkan masalah di luar urusan hari pers. Tidak jadi soal baginya dianggap sedang cari perhatian. Anies membiarkan kontroversi terjadi karena ia lebih peduli pada efek publikasi yang didapatkannya.
Perhitungan Anies tepat adanya dan sesuai harapan. ia segera menjadi perbincangan banyak khalayak. Banyak media termasuk TV dengan cepat memberitakan aksinya pamer masalah Jakarta di hadapan Jokowi dan para pejabat negara. Banyak orang membicarakannya. Anies mendapatkan apa yang diinginkan, yakni publikasi luas dan lambungan popularitas.
Sekali lagi, Anies tak terlalu peduli dengan pro dan kontra. Sebab yang ia inginkan ialah orang-orang membicarakannya.
Anies tahu bahwa keberhasilan Jakarta keluar dari predikat 10 kota termacet di dunia sangat dipengaruhi oleh pembatasan mobilitas selama pandemi Covid-19. Dengan demikian nilai keberhasilan itu sebenarnya mudah dikritisi dan dipatahkan.
Akan tepati bagi Anies itu urusan nomor dua. Kepentingan nomor satu ialah Anies ingin masyarakat Indonesia terus membaca berita-berita tentangnya dan melihat dirinya di banyak saluran media. Itu akan memberikan sumbangan sangat besar bagi popularitasnya.
Dengan popularitas yang tinggi, akan lebih mudah bagi siapapun untuk mengangkat elektabilitasnya. Itulah yang coba dilakukan Anies dengan memanfaatkan panggung Jokowi di Istana Presiden.
Anies tampaknya berhasil. Kalau ada survei terbaru tentang siapa gubernur paling populer dan berhasil di Indonesia, ia bisa melihat hasilnya sambil tersenyum.
Psywar Politik
Mengapa Anies merasa perlu memanfaatkan Istana Presiden untuk mempublikasikan popularitasnya?
Alasan terbesarnya ialah karena perkembangan politik beberapa waktu terakhir kurang menguntungkan bagi Anies Baswedan. Sejumlah hal jadi pemicu. Salah satunya ialah ialah kehadiran Risma di pusat pemerintahan dan ibu kota negara. Kemudian skenario Pilkada Serentak 2024 yang akan mengganggu peluang Anies menjadi presiden. Tak ketinggalan pula banyaknya calon penantang Anies yang berasal lingkaran presiden Jokowi. Semua itu telah menghadirkan tekanan bagi Anies Baswedan.
Maka dengan cerdik Anies sengaja menjadikan kehadirannya di Istana Presiden sebagai simbol bahwa ia tidak takut dengan semua tekanan tersebut. Termasuk  tekanan yang mungkin dirancang oleh istana.
Aksi Anies memamerkan capaian Jakarta di hadapan Presiden Jokowi merupakan psywar  politik.
Anies mengarahkan psywar itu kepada orang-orang di sekitar presiden yang punya ambisi sama dengan Anies sebagai pemimpin 2024. Anies juga sedang sedang berbalik menyampaikan tantangan secara tersirat bahwa ia siap meladeni intrik politik apa pun.
Secara khusus, aksi pamer prestasi Jakarta oleh Anies Baswedan ditujukan kepada sesama kepala daerah yang hadir mengikuti peringatan Hari Pers Nasiona secara daring. Anies seakan ingin mengatakan bahwa dialah gubernur di Indonesia yang punya banyak pengakuan internasional. Dengan demikian dia pula yang paling menjanjikan untuk 2024.
Menohok Presiden
Yang tak kalah penting dari maksud Anies pamer Jakarta di Istana Presiden ialah ia sengaja ingin menggiring publik untuk membandingkan antara dirinya dengan Jokowi yang juga pernah menjadi gubernur DKI.
Anies sedang melontarkan pesan ke arah presiden bahwa "bukan Bapak Presiden yang berhasil membebaskan Jakarta dari kutukan kota termacet, tapi sayalah, Anies Baswedan".
Tentu saja Anies berharap Presiden Jokowi tertohok dengan pesan tersebut. Sebab kemacetan merupakan masalah nomor dua terbesar di Jakarta setelah banjir.
Gubernur silih berganti dan tahun-tahun berlalu dengan kegagalan mengatasi kemacetan Jakarta. Lalu pandemi Covid-19 datang dan membawa "berkah" penurunan drasitis kemacetan ibukota. Itu jadi semacam jackpot bagi Anies.
Kemudian ada momentum di Istana, di hadapan presiden, disaksikan banyak pejabat dan duta besar, diliput semua media nasional. Sengaja Anies pamerkan Jakarta yang tak lagi jadi kota termacet agar semua media memberitakannya dan masyarakat menilainya.
Sekali lagi, dengan cerdik Anies mempublikasikan dirinya. Ia curi panggung Istana Jokowi sebagai podium kampanye gratis untuk memoles citra dan popularitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H