Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Terlambat Sadar, Presiden Jokowi Mulai Panik Soal Pandemi

2 Februari 2021   08:48 Diperbarui: 3 Februari 2021   05:00 5571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, Presiden Jokowi gagal menangkap masalah mendasar tersebut. Presiden seakan tak mampu memastikan bahwa kebijakan pembatasan sosial bisa dijalankan secara benar di daerah.

Banyak aturan dan kebijakan dari pemerintah pusat yang dimodifikasi oleh daerah-daerah. Parahnya, modifikasi itu selain menciptakan kebingungan juga telah memperlemah maksud pembatasan sosial karena daerah justru melakukan pelonggaran.

Contohnya implementasi PPKM. Sejumlah daerah secara jelas mengabaikan ketentuan WFH 75%-25%. Misalnya, DIY hanya menetapkan WFH sebesar 50%. Sementara di Jawa Tengah tempat-tempat usaha seperti tempat makan diizinkan beroperasi sampai di atas pukul 19.00 dengan dalih take away. Padahal ketentuan dari pemerintah pusat hanya mengizinkan tempat-tempat usaha buka sampai pukul 19.00.

Begitu pula saat PPKM diperpanjang. Daerah-daerah kembali membuat pelonggaran-pelonggaran. Di Yogyakarta wisatawan dari luar wilayah diperbolehkan berkunjung tanpa harus menyertakan hasil tes swab antigen. Dengan demikian hilang sudah esensi PPKM dikarenakan daerah melakukan modifikasi-modifikasi secara berlebihan.

Akan tetapi buruknya implementasi PPKM di daerah juga tak lepas dari ketidaktegasan presiden dan para pembantunya sendiri. Pada awal penerapannya, Menko Perekonomian sebagai ketua Komite Pemulihan Ekonomi mengatakan PPKM bukanlah pelarangan kegiatan seperti PSBB. Sedangkan surat edaran Mendagri tentang arahan penerapan PPKM tidak disertai ketentuan seperti sanksi atau konsekuensi bagi daerah yang tidak mengikuti arahan.

Jelas bahwa kegagalan PPKM yang membuat presiden kecewa pada dasarnya merupakan pengulangan dari PSBB yang setengah hati, alias Pembatasan Sosial Basa-basi (Baca: Hanya di Indonesia, Pra PSBB-PSBB-PSBB Humanis-PSBB Transisi-PPKM).

Ketidaktegasan pemerintah pusat telah memberi ruang bagi daerah untuk memodifikasi PPKM sesuai selera masing-masing. Kesimpulannya, pemerintah pusat dan daerah sama-sama tidak tegas dan tidak serius melakukan pembatasan sosial.

Tentang ketidakdislipinan, Presiden Jokowi mestinya melihat para pembantu terdekatnya yang tak disiplin. Sejak awal pandemi telah berulang kali kebijakan antar kementerian saling melemahkan satu sama lain. Contohnya soal polemik rekomendasi sektor kegiatan ekonomi yang diizinkan selama pembatasan sosial. Antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perindusrian mengeluarkan aturan yang tidak selaras.

Ironisnya permasalahan semacam itu masih terjadi hingga sekarang. Presiden Jokowi terus membiarkan ketidakselarasan dan ketidakkompakan para pembantunya selama pandemi.

Contoh lainnya ialah soal aturan rapid antigen. Surat edaran dari Satgas Covid-19 dilemahkan oleh edaran Kementerian Perhubungan yang membolehkan pengguna kendaraan pribadi untuk tidak menunjukkan surat hasil rapid antigen. Ketentuan Kemenhub soal daerah aglomerasi juga memberi kelonggaran bagi pelaku perjalanan di Jateng-DIY serta Jabodetabek. Padahal dua daerah aglomerasi ini memiliki angka kasus penularan Covid-19 yang sangat tinggi. (Baca: Lagi-lagi Tak Kompak Soal Rapid Antigen).

Berikutnya soal inkosistensi kebijakan. Presiden Jokowi justru memberikan contoh yang kurang baik. Misalnya, pada 7 September 2020 presiden menyampaikan pernyataan yang tampak meyakinkan. Saat itu presiden berkata bahwa aspek kesehatan akan menjadi fokus utama pemerintah dalam menangani pandemi (Baca: Setelah Presiden Jokowi Mengakui Salah Menangani Pandemi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun