Terlambat Sadar
Pernyataan Presiden Jokowi soal "nggak apa-apa ekonomi turun, asal Covid-nya juga turun", bisa dimaknai positif sebagai pertanda kesadaran baru untuk mengubah pendekatan kebijakan melawan Covid-19. Presiden ingin melecut kinerja para pembantunya, baik di pusat maupun daerah.
Pengakuan tentang perlunya melibatkan sebanyak-banyaknya pakar juga menyiratkan kehendak presiden untuk lebih menengok masukan-masukan obyektif dibanding melakukan klaim keberhasilan tanpa indikator yang jelas. Presiden mungkin mulai sadar bahwa selama ini ia telah mendapat informasi yang tidak akurat dari sejumlah pembantunya yang bermental "asal presiden senang". (Baca: Presiden Jokowi Mungkin Telah Dibohongi Berulang Kali selama Pandemi)
Walau demikian, kesadaran tersebut bisa dikatakan terlambat. Mengingat sudah hampir 1 tahun pandemi berlangsung dan banyak hal telah memasuki "fase terlanjur".
Oleh karenanya wajar jika muncul pertanyaan kritis. Mengapa baru sekarang presiden menyadari ketidakmungkinan mendahulukan ekonomi dibanding kesehatan? Mengapa pula baru sekarang presiden menekankan perlunya masukan dari banyak pakar? Mengapa tidak dari dulu Presiden Jokowi menyadari adanya inkonsistensi serta ketidaktegasan dalam kebijakan pembatasan sosial?
Padahal semua sudah terungkap sejak lama. Telah disampaikan oleh banyak pakar serta disuarakan lewat banyak media. Disinggung dalam berbagai diskusi dan forum. Juga telah tampak wujud kegentingannya melalui angka-angka yang memprihatinkan.
Sayangnya selama ini presiden dan para pembantu terdekatnya cenderung mengelak terhadap kritik serta masukan. Dihadapkan pada situasi darurat kesehatan masyarakat yang semakin buruk, presiden justru mengklaim Indonesia telah berhasil mengendalikan pandemi.
Sampai kemudian presiden menyadari kekeliruannya, lalu berkata "nggak apa-apa ekonomi turun, asal Covid-19 juga turun". Artinya, pandemi di Indonesia belum terkendali seperti klaim selama ini.
Masalah Ada di Istana
Pernyataan Presiden Jokowi pada rapat 29 Januari 2021 dipenuhi dengan paradoks. Tentang inkonsistensi dan ketidaktegasan implementasi PPKM di berbagai daerah, pada satu sisi presiden sedang menyampaikan rasa kecewa pada pembantunya, baik para menteri maupun kepala daerah. Akan tetapi di sisi lain inkonsistensi dan ketidaktegasan itu bermula dari dalam istana presiden sendiri.
Presiden mestinya menyadari sejak jauh hari bahwa ketidakefektifan PPKM merupakan pengulangan dari kegagalan implementasi PSBB-PSBB sebelumnya. Walau namanya berubah-ubah, tapi hampir tak ada perbaikan esensi pembatasan sosial antara PSBB dan PPKM.
Ketentuan-ketentuan PSBB dan PPKM hanya bersifat himbauan, bukan perintah  atau larangan yang tegas. Implementasi penegakan disiplin bagi pelanggar protokol kesehatan di lapangan pun cenderung hanya berupa gimmick menyapu jalan, membaca Pancasila, atau sekadar diceramahi oleh Satpol PP. Selama pandemi nyaris tak ada efek jera yang benar-benar bisa membangunkan kesadaran masyarakat secara sistematis.