Nggak apa-apa ekonomi turun, asal Covid-nya juga turun.
Begitu kata Presiden Jokowi dalam Rapat Pendisplinan Melawan Covid-19 pada 29 Januari 2021. Rapat yang memunculkan sejumlah pernyataan dari Presiden terkait implementasi kebijakan penanganan pandemi.
Selain soal penurunan ekonomi dan kasus Covid-19 di atas, presiden juga mengutarakan kekecewaannya terkait pelaksanaan PPKM yang tak efektif.Â
Presiden menyoroti inkonsistensi dan ketidaktegasan dalam implementasi pembatasan sosial sehingga penularan Covid-19 di tengah masyarakat tak bisa diredam. Presiden pun menyampaikan perlunya melibatkan banyak pakar kesehatan dan epidemi.
Pernyataan-pernyataan tersebut menyiratkan perasaan yang bertolak belakang dengan kepercayaan diri presiden yang sebelumnya mengklaim berhasil mengendalikan pandemi. Kini, ada kepanikan dalam diri presiden karena pandemi di Indonesia ternyata makin memburuk.
Indikator-indikator pandemi di Indonesia memang tak lagi bisa dibantah. Datanya cukup memprihatinkan sekaligus mencemaskan. Di antaranya positivity rate sebesar 30%, angka kematian yang melonjak, kasus positif yang menembus angka 1 juta, kasus aktif di atas 100.000, kematian tenaga medis yang sangat tinggi, serta layanan kesehatan yang terancam kolaps. Semua itu menyentak Presiden bahwa ada yang tak beres dengan kinerja jajarannya dalam menangangi pandemi.
Pernyataan beliau "nggak apa-apa ekonomi turun, asal kasus Covid-nya juga turun" menandakan ada sebentuk kegalauan sekaligus penyesalan dalam diri presiden. Sebab obsesi pemerintah yang selama ini memprioritaskan pemulihan ekonomi dibanding memperkuat aspek kesehatan telah membuat pandemi di Indonesia berlarut-larut hingga semakin banyak korban berjatuhan.
Bersama penyesalan tersebut terasa ada kepanikan karena berbagai kebijakan pembatasan sosial mulai dari PSBB, PSBB proporsional, PSBB transisi sampai PPKM ternyata gagal mengerem laju pandemi secara maksimal. Bukannya melandai, kasus positif Covid-19 justru melonjak selama PPKM.
Di sisi lain cakupan vaksinasi Covid-19 terhadap tenaga medis masih rendah. Padahal Presiden Jokowi punya target penyuntikan 900.000 dosis vaksin per hari.Â
Penting pula untuk dicatat pernyataan Menkes beberapa waktu lalu yang menyebut tes Covid-19 di Indonesia salah secara epidemiologi. Menkes menilai Indonesia kurang displin dalam pelaksanaan tes dan pelacakan. Semua itu telah menampar presiden. Klaim keberhasilan penanganan pandemi yang sering disampaikan oleh presiden telah runtuh dengan sendirinya.