Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Indonesia Dikepung Bencana, Prioritaskan Vaksinasi Covid-19 untuk Tim SAR

16 Januari 2021   08:31 Diperbarui: 16 Januari 2021   20:45 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir bandang di Kalimatan Selatan (foto: Antara).

Awan kelabu mendekap Indonesia pada awal tahun baru. Selama dua minggu pertama 2021 berbagai bencana alam bertubi-tubi menerjang sejumlah daerah. Diselingi musibah transportasi kecelakaan pesawat yang dahsyat.

Di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur, erupsi Gunung Merapi dan Semeru memaksa warga mengungsi ke tempat yang lebih aman. Di Sumedang dan Garut, Jawa Barat, longsoran tanah meluncur mengerikan. Sementara di utara Pulau Jawa, banjir bandang parah menerjang Kalimatan Selatan.

Lalu tiba-tiba guncangan besar dari dalam bumi menghentak Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat. Sebanyak 28 kejadian gempa bumi dalam rentang waktu kurang dari 24 jam telah menghancurkan wilayah tersebut. Guncangan terbesarnya 6,2 SR terjadi pada Jumat (14/1/2021) dini hari saat sebagian besar orang sedang terlelap.

Banjir bandang di Kalimatan Selatan (foto: Antara).
Banjir bandang di Kalimatan Selatan (foto: Antara).
Selain menimbulkan kerusakan parah pada aspek fisik dan infrastruktur seperti bangunan, bencana-bencana tersebut juga merengkut korban jiwa yang tak sedikit. Sementara kesedihan dan pilu yang menyertai banyak korban lainnya memicu trauma yang mungkin membutuhkan waktu lama untuk pulih.

Kondisi di atas memperlihatkan kembali betapa rapuh dan rawannya bumi serta tanah yang kita diami. Letusan gunung, guncangan gempa, terjangan banjir, longsoran tanah, gelombang tsunami dan lain sebagainya menjadi keniscayaan yang tak bisa dielak oleh kita yang hidup di Indonesia.

Lain dari itu, penanganan bencana alam dan non alam seperti musibah kecelakaan pesawat yang baru saja terjadi dihadapkan pada tantangan yang lebih sulit dan penuh risiko. Sebab pada saat yang sama kita sedang dicekam pandemi Covid-19 yang semakin meninggi dan belum tertangani dengan baik.

Kantro Gubernur Sulawesi Barat hancur akibat gempa bumi pada 14 Januari 2021 (foto: Antara).
Kantro Gubernur Sulawesi Barat hancur akibat gempa bumi pada 14 Januari 2021 (foto: Antara).
Rentetan bencana yang terjadi dalam waktu berdekatan di banyak daerah menjadi ujian bagi seluruh potensi dan sumber daya penanganan bencana, terutama Tim SAR dan relawan kebencanaan. Kecepatan mobilisasi tenaga dan peralatan penyelamat, efektivitas pertolongan di lapangan, serta keselamatan tim SAR itu sendiri menentukan keberhasilan kegiatan pertolongan dan penyelamatan.

Bisa dibayangkan bagaimana besarnya tuntutan profesionalitas dan kecepatan penanganan bencana gempa bumi di Sulawesi Barat serta banjir bandang di Kalimatan Selatan di tengah kondisi sebagian potensi sumber daya pertolongan dan penyelamatan sedang diarahkan untuk menangani kecelakaan pesawat Sriwijaya Air dan tanah longsor di Jawa Barat.

Demikian pula potensi-potensi SAR di daerah-daerah lainnya. Bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja sehingga Tim SAR di manapun mereka berada dituntut selalu bersiaga dan siap untuk bergerak cepat saat dibutuhkan.

Menurut data BPNB dalam dua pekan pertama Januari 2021 ada lebih dari 90 kejadian bencana alam di berbagai daerah. Sebagian dari bencana alam tersebut bersifat merusak.

Ancaman bencana pun masih akan terus dihadapi pada hari-hari ke depan. Di Sulawesi misalnya, terjadinya gempa besar di Mamuju dan Majene memunculkan peringatan akan terjadinya gempa-gempa berikutnya di Sulawesi bagain barat dan tengah. Bahkan, potensi tsunami bisa terjadi tanpa peringatan awal terlebih dahulu. Sebab rentetan guncangan gempa di Sulawesi Barat telah memperbesar potensi runtuhan di dasar laut.

Sementara itu pada Jumat, 15 Januari 2021, Kepala BMKG memberi saran dan rekomendasi kepada pemerintah untuk menyiagakan segenap kekuatan guna mengantisipasi kejadian-kejadian bencana, terutama gempa dan cuaca ektrem yang diperkirakan menjadi ancaman dalam waktu dekat. Potensi terjadinya angin kencang, banjir, dan tanah longsor di sejumlah daerah mengharuskan alarm kewaspadaan disiapkan sejak dini.

Upaya pertolongan dan pencarian korban longsor Sumedang dilakukan secara militan siang dan malam (foto: kompas.com/Aam Amminulah).
Upaya pertolongan dan pencarian korban longsor Sumedang dilakukan secara militan siang dan malam (foto: kompas.com/Aam Amminulah).
Berkaca dari kondisi di atas, penanganan bencana akan menuntut respon cepat dan sangat menguras sumber daya tim penyelamat. Apalagi jika upaya penyelamatan membutuhkan mobilisasi Tim SAR sebagaimana terjadi di Mamuju dan Majene yang mengharuskan Tim SAR dan penyelamat didatangkan dari luar daerah.

Pada saat yang sama, cekaman pandemi Covid-19 menimbulkan risiko yang tidak ringan pada keselamatan Tim SAR dan relawan terlatih lainnya. Sebab mereka menjadi yang terdepan pada setiap kejadian bencana.

Tidak mungkin Tim SAR dan relawan bekerja dengan menjaga jarak. Protokol kesehatan sulit diterapkan secara optimal pada Tim SAR sepanjang waktu ketika mereka terjun di lokasi bencana untuk melakukan pencarian dan pertolongan korban.

Proses pertolongan dan penyelamatan yang harus dilakukan secara militan siang dan malam, serta sering berlangsung di tengah guyuran hujan membuat Tim SAR dan penyelamat rentan mengalami gangguan kesehatan dan kelelahan. Pada saat itu imunitas mereka akan turun sehingga lebih berisiko terpapar Covid-19.

Penyelamatan korban gempa Sulawesi Barat dari reruntuhan bangunan (foto: Antara).
Penyelamatan korban gempa Sulawesi Barat dari reruntuhan bangunan (foto: Antara).
Oleh karena itu, mengingat peran vital Tim SAR serta tingginya risiko mereka terpapar Covid-19 saat melakukan tugas penyelamatan, sudah semestinya Tim SAR dan relawan terlatih lainnya mendapatkan prioritas vaksinasi Covid-19.

Bukan hanya unsur SAR dari TNI dan Polri yang memang sudah mendapatkan prioritas vaksin, tapi juga unsur lainnya di luar kelompok prioritas saat ini. Para relawan terlatih yang berasal dari Basarnas, komunitas masyarakat dan organisasi sosial juga harus dimasukkan ke dalam urutan pertama vaksinasi Covid-19 yang sudah dimulai pada 13 Januari 2021 lalu.

Pemerintah harus memandang vaksinasi untuk Tim SAR dan relawan kebencanaan sebagai bagian dari penanganan bencana itu sendiri.

Menyuntikkan vaksin Covid-19 lebih awal kepada Tim SAR, penyelamat dan relawan terlatih, akan membuat mereka lebih terlindungi. Dengan sendirinya itu membuat kerja penyelamatan dan penanganan bencana bisa lebih optimal di tengah ancaman Covid-19 yang bisa menyebar di mana saja.

Rentetan bencana alam dan non alam dahsyat yang mengepung Indonesia pada awal tahun baru serta besarnya potensi bencana yang akan dihadapi sepanjang waktu telah memperlihatkan betapa Tim SAR dan relawan kebencanaan menjadi kekuatan penting yang sangat diandalkan sekaligus diharapkan. Maka sudah seharusnya kita memberi dukungan kepada mereka. Salah satunya dengan memberikan suntikan vaksin Covid-19 lebih awal kepada para penyelamat tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun