Istilah "skala besar" hanya menjadi slogan karena penerapan di lapangan hanya "skala kecil" yang disertai banyak "toleransi".
Kondisi diperparah ketika PSBB belum diemplementasikan secara efektif dan kasus Covid-19 mulai meninggi, Presiden Jokowi justru melakukan "blunder" dengan meluncurkan kampanye "New Normal" di stasiun MRT. Ambruk sudah pondasi pembatasan sosial akibat "new normal versi Indonesia" yang serba prematur.
(Baca: Setelah Presiden Jokowi Mengaku Salah Menangani Pandemi)
Pemerintah kemudian mengakui salah menggunakan istilah "new normal". Kosakata "new normal" digantikan dengan "adaptasi kebiasaan baru". Sayangnya esensi pembatasan sosial tak pernah diperbaiki.
Tak pernah ada ketegasan yang bisa menjadi pegangan. Apa yang diinstruksikan oleh Presiden selalu hanya berupa himbauan yang sepenuhnya diserahkan kembali kepada para pembantunya di daerah. Sementara kita saksikan begitu banyak inkompetensi di daerah.
Sayangnya leading sector penanganan pandemi di tingkat pusat terkesan menutup mata. Bahkan para leading sector itu saling mengeluarkan kebijakan yang melemahkan satu sama lain.
(Baca: Lagi-lagi Tak Kompak soal Rapid Antigen)
Pemerintah Daerah Malas
Satu demi satu muncul varian PSBB di sejumlah daerah. Dalihnya menyesuaikan karakteristik wilayah.
Ada daerah yang basa-basi dengan "Pra-PSBB". Alasannya sebagai masa percobaan dan sosialisasi. Ada pula yang menggunakan "PSBB Humanis" dengan dalih agar masyarakat tak panik. Padahal itu sekadar untuk menutupi keengganan bertindak tegas menegakkan aturan pembatasan sosial.
Kemudian berkembang "Pembatasan Sosial Berskala Mikro" atau "PSBM". Argumennya ialah tidak semua wilayah di satu daerah harus diperlakukan sama. Ada zona merah yang perlu diperketat, sedangkan zona hijau dan biru bisa dilonggarkan.
PSBM ini juga penuh basa-basi. Sebab zonasi merah-kuning-hijau di Indonesia tidak akurat. Dengan pengujian dan pelacakan Covid-19 yang sangat minim labelisasi zona telah melenakan para pengambil kebijakan dan menimbulkan rasa "aman semu" yang membuat penularan Covid-19 di tengah masyarakat tak terlacak sepenuhnya.