Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pandemi Harusnya Membuat Indonesia Terlahir Kembali

30 September 2020   08:12 Diperbarui: 5 Oktober 2020   08:17 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuh bulan sudah kita hidup dalam cekaman Covid-19. Pandemi ini seperti badai yang memporak-porandakan berbagai segi kehidupan secara serempak dan luas tanpa kita tahu kapan akan berakhir.

Korona segera membuat putaran roda ekonomi berhenti hingga nyaris lumpuh. Pasar-pasar tutup, mesin-mesin pabrik mati, tempat-tempat usaha gulung tikar, dan ribuan orang kehilangan pendapatan. Obyek-obyek wisata tenggelam dalam sepi dan jalanan kehilangan karibnya bernama kemacetan.

Sementara jatuhnya korban yang tidak sedikit menimbulkan duka dan kesedihan, pandemi Covid-19 juga mengubah tatanan kehidupan sosial. Tiba-tiba hidup kita dipenuhi aturan dan protokol yang harus dipatuhi dan tak bisa ditawar. 

Penerapan social distancing membuat kita menjauh dari pusat kesenangan. Kegiatan-kegiatan yang sebelumnya rutin dijalankan mendadak jadi terlarang. Berjabat tangan menjadi sesuatu yang berbahaya dan beribadah secara berjamaah dihindari.

Meskipun demikian, kalau dipikirkan secara mendalam pandemi Covid-19 bukan tanpa hikmah kebaikan. Memang ada banyak kepedihan dan kehilangan yang sulit digantikan. Akan tetapi Korona juga telah membuka jalan bagi bergulirnya arus perubahan ke arah yang lebih baik.

Pencerahan terjadi di banyak sisi kehidupan semenjak pandemi melanda. Kesadaran-kesadaran baru berkecambah di tengah masyarakat Indonesia yang selama ini terkesan kurang bergairah untuk melakukan perubahan.

Kebangkitan Inovasi
Pandemi telah memicu kebangkitan-kebangkitan. Salah satunya dalam hal inovasi dan kecerdasan menemukan solusi.

Tekanan pandemi ternyata mampu dijawab oleh para anak bangsa dengan mengembangkan riset kualitas tinggi. Pada 20 Mei 2020 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Presiden Jokowi memperkenalkan 55 produk hasil riset dan inovasi karya anak negeri.

Ambil contoh ventilator hasil kolaborasi BPPT dengan beberapa perusahaan swasta. Ventilator-ventilator lainnya juga berhasil dibuat oleh sekelompok mahasiswa dan periset muda dari berbagai perguruan tinggi. Ada pula RT-PCR test kit dari PT Bio Farma serta peralatan rapid test buatan sejumlah perguruan tinggi dan perusahaan teknologi di Indonesia.

Menyusul kemudian vaksin merah putih yang sedang terus dikembangkan. Lalu ada Genose, teknologi buatan UGM yang mampu mendeteksi Covid-19 kurang dari 2 menit.

Semua itu patut disyukuri dan wajib untuk dilanjutkan. Capaian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh anak bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata. Pandemi membuat kita yang sebelumnya sering terpukau melihat ke luar menjadi menoleh ke dalam dan menyadari betapa kita sesungguhnya bangsa yang hebat.

Pandemi menyadarkan bahwa Indonesia memiliki daya cipta dan inovasi yang tinggi. Kemampuan mencipta dan memproduksi hasil inovasi sendiri merupakan momentum yang tak boleh disia-siakan.

Kebangkitan Budaya
Korona juga mendorong kita untuk melakukan revolusi diri. Kita dituntut membenahi cara hidup dan memperbaharui cara memperlakukan lingkungan.

Berbagai aturan dan protokol yang muncul selama pandemi merupakan jalan pembiasaan dan pengkondisian yang bertujuan memperkuat budaya serta perilaku masyarakat agar semakin menunjang keselamatan bersama.

Budaya kita mengalami penguatan dengan keharusan mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker. Pelan-pelan semua itu membuat kita semakin peduli pada masalah kebersihan, kesehatan, serta kedisiplinan.

Tidak terlalu masalah kalau awalnya kita merasa tidak nyaman dan melakukannya karena terpaksa. Harapannya seiring waktu hal itu akan menjadi kebiasaan yang meresap dalam perilaku bawah sadar. Tanpa harus disuruh orang sudah paham bagaimana menuju tempat cuci tangan. Begitu pula soal masker. Kini rasanya ada yang kurang kalau ke luar rumah atau beraktivitas tanpa menggunakan masker.

Terlihat bahwa pandemi melahirkan rangsangan yang menuntut tanggapan dalam bentuk perilaku yang tepat. Oleh karena itu, penegakan aturan dan protokol selama pandemi harus dimaksimalkan agar pembiasaan bisa mencapai target perilaku yang diharapkan.

Kebangkitan Beragama secara Sehat
Sejumlah hari besar keagamaan datang di tengah pandemi Covid-19. Pada pertengahan April sebagian masyarakat Indonesia merayakan Paskah. Tak lama kemudian umat Islam menjalani puasa Ramadan sampai tiba hari raya Idulfitri. Sementara itu umat Budha menyambut Waisak dan umat Kristen memperingati Kenaikan Isa Almasih pada awal dan akhir Mei.

Momen peringatan hari-hari besar keagamaan selama pandemi bukan sesuatu yang kebetulan. Maknanya sangat dalam untuk mendorong kita agar semakin dekat dengan Tuhan. "Dekat" yang dimaksud bukan sekadar kegairahan menjalankan ritual ibadah. Melainkan kesadaran dan kemauan untuk mengevaluasi secara lebih jernih makna ibadah yang selama ini kita jalankan.

Bukan rahasia lagi kalau masyarakat Indonesia dikenal sangat relijius. Akan tetapi juga tidak bisa ditutupi adanya permasalahan seputar ekspresi beragama yang justru sering menimbulkan ketegangan di permukaan.

Sebagian dari kita cenderung mengekspresikan keberagamaan dalam bentuk ritual ibadah yang berdimensi vertikal. Padahal ada dimensi horizontal yang mestinya tidak boleh dipisahkan.

Dimensi horizontal ini sering dilupakan dan dianggap kurang penting. Akibatnya ekspresi beragama mengalami pendangkalan pada sebatas ibadah berjamaah atau tidak berjamaah, di rumah atau di rumah ibadah, dan sebagainya yang cenderung dilingkupi keinginan untuk menunjukkan eksistensi.

Larangan untuk beribadah secara berjamaah atau penutupan tempat ibadah merupakan ujian untuk mengukur sejauh mana kita bisa menghadirkan kebaikan bersama.

Jangan sampai kita beribadah, tapi mendatangkan bencana. Inilah dimensi horizontal yang utama. Bahwa saat beribadah kita bukan hanya berbubungan secara vertikal dengan Tuhan, tapi juga harus bisa mewujudkan kebaikan bersama. Beribadah yang tidak hanya mementingkan hasrat kepuasan pribadi, melainkan lebih mengedepankan kemanusiaan dan keselamatan.

Oleh karena itu pandemi Covid-19 bisa mengamputasi egoisme kita dalam beribadah dan  membangkitkan kesadaran beragama yang lebih "sehat", yakni yang seimbang antara dimensi vertikal dan horizontal.

Kebangkitan Gotong Royong
Pandemi Covid-19 di Indonesia juga menjadi saat yang tepat untuk membangkitkan semangat gotong royong secara utuh mengingat masih ada jurang solidaritas dalam masyarakat kita. Itu terlihat dari beberapa tindakan diskriminasi terhadap orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), pengucilan petugas medis yang diusir dari kos, penolakan jenazah korban Covid-19, dan sebagainya.

Banyak pula orang yang tidak peduli dengan keadaan dan lingkungan sekitar. Sebagian enggan mematuhi aturan jaga jarak, berbondong-bondong ke luar rumah, dan malas menggunakan masker.

Berbagai realitas tersebut sepantasnya mengusik pikiran kita yang selama ini membanggakan gotong royong sebagai DNA asli orang Indonesia. Faktanya banyak di antara kita yang melemparkan tanggung jawab melawan pandemi Covid-19 hanya kepada para petugas medis di rumah sakit, laboratorium, serta aparat di jalan.

Untungnya pada saat bersamaan gelombang uluran tangan muncul di mana-mana. Gerakan-gerakan sosial dan aksi donasi terus bergulir.Di sejumlah daerah tumbuh inisiatif warga untuk menjaga kampungnya dan menolong tetangga dengan berbagi kebutuhan pokok.

Begitu pula kerelawanan yang bergerak dari komunitas-komunitas kecil. Kepedulian dalam bentuk tindakan-tindakan yang dilingkupi sinergi positif seperti demikian menunjukkan fungsi kemanusiaan yang tinggi dari budaya gotong royong.

Oleh karena itu, keikutsertaan setiap elemen masyarakat mulai dari tingkat lokal yang proaktif menangani pandemi perlu digaungkan. Semangat ini bisa menular sehingga semua orang akan merasa perlu terlibat untuk ikut memerangi Korona.
***
Pada akhirnya pandemi Covid-19 merupakan pelajaran hidup terbesar bagi bangsa Indonesia. Pandemi menunjukkan bahwa wabah penyakit bukan sekadar masalah kesehatan, tapi juga ujian bagi kepemimpinan, persatuan, kepedulian, pengorbanan, dan daya juang. Pandemi hanya bisa diatasi dengan cara bersatu.

Kebangkitan-kebangkitan yang tampak dari banyaknya inovasi selama pandemi harus dijaga dan dimanfaatkan sebagai titik tolak loncatan untuk berdiri di atas kaki sendiri. Ini saat yang tepat bagi Indonesia untuk menggali lebih dalam potensinya dan menciptakan keunggulan-keunggulan dengan memberikan dukungan yang lebih besar pada bidang biologi, kedokteran serta farmasi.

Sementara itu tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya kebersihan, kesehatan, dan kedisplinan harus terus diteguhkan. Memang perubahan sikap dan perilaku tidak dapat terjadi dalam waktu singkat. Namun, pandemi harusnya menjadi momentum untuk menggulirkan transformasi sosial budaya yang berkelanjutan.

Demikian pula relasi harmonis antar umat beragama yang menguat selama pandemi merupakan kesempatan emas untuk mengisi ulang ruh kebersamaan masyarakat Indonesia. Masyarakat yang peduli satu sama lain akan menciptakan kekuatan dan daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi bencana.

Pengalaman pandemi Covid-19 bisa memacu tumbuhnya perspektif baru dalam memandang bencana. Pergeseran dari masyarakat reaktif yang cenderung menunggu dan baru tersadar saat bencana sudah melanda menjadi masyarakat proaktif yang mengedepankan pencegahan akan sangat signifikan bagi penguatan kapasitas bangsa di negeri rawan bencana.

Melalui rangkaian kebangkitan yang diuraikan di atas Indonesia bisa terlahir kembali sebagai bangsa yang tangguh dan mampu melewati ujian apapun. Sanggupkan kita melakukannya?

Baca juga: 
Pak Ganjar Pranowo, Lihatlah "Pesta Corona" di Purbalingga Ini!
Sulitnya Mengajak Orang Menggunakan Masker
Perlukah Mengharamkan Masker Scuba?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun