Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pandemi Harusnya Membuat Indonesia Terlahir Kembali

30 September 2020   08:12 Diperbarui: 5 Oktober 2020   08:17 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi menyadarkan bahwa Indonesia memiliki daya cipta dan inovasi yang tinggi. Kemampuan mencipta dan memproduksi hasil inovasi sendiri merupakan momentum yang tak boleh disia-siakan.

Kebangkitan Budaya
Korona juga mendorong kita untuk melakukan revolusi diri. Kita dituntut membenahi cara hidup dan memperbaharui cara memperlakukan lingkungan.

Berbagai aturan dan protokol yang muncul selama pandemi merupakan jalan pembiasaan dan pengkondisian yang bertujuan memperkuat budaya serta perilaku masyarakat agar semakin menunjang keselamatan bersama.

Budaya kita mengalami penguatan dengan keharusan mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker. Pelan-pelan semua itu membuat kita semakin peduli pada masalah kebersihan, kesehatan, serta kedisiplinan.

Tidak terlalu masalah kalau awalnya kita merasa tidak nyaman dan melakukannya karena terpaksa. Harapannya seiring waktu hal itu akan menjadi kebiasaan yang meresap dalam perilaku bawah sadar. Tanpa harus disuruh orang sudah paham bagaimana menuju tempat cuci tangan. Begitu pula soal masker. Kini rasanya ada yang kurang kalau ke luar rumah atau beraktivitas tanpa menggunakan masker.

Terlihat bahwa pandemi melahirkan rangsangan yang menuntut tanggapan dalam bentuk perilaku yang tepat. Oleh karena itu, penegakan aturan dan protokol selama pandemi harus dimaksimalkan agar pembiasaan bisa mencapai target perilaku yang diharapkan.

Kebangkitan Beragama secara Sehat
Sejumlah hari besar keagamaan datang di tengah pandemi Covid-19. Pada pertengahan April sebagian masyarakat Indonesia merayakan Paskah. Tak lama kemudian umat Islam menjalani puasa Ramadan sampai tiba hari raya Idulfitri. Sementara itu umat Budha menyambut Waisak dan umat Kristen memperingati Kenaikan Isa Almasih pada awal dan akhir Mei.

Momen peringatan hari-hari besar keagamaan selama pandemi bukan sesuatu yang kebetulan. Maknanya sangat dalam untuk mendorong kita agar semakin dekat dengan Tuhan. "Dekat" yang dimaksud bukan sekadar kegairahan menjalankan ritual ibadah. Melainkan kesadaran dan kemauan untuk mengevaluasi secara lebih jernih makna ibadah yang selama ini kita jalankan.

Bukan rahasia lagi kalau masyarakat Indonesia dikenal sangat relijius. Akan tetapi juga tidak bisa ditutupi adanya permasalahan seputar ekspresi beragama yang justru sering menimbulkan ketegangan di permukaan.

Sebagian dari kita cenderung mengekspresikan keberagamaan dalam bentuk ritual ibadah yang berdimensi vertikal. Padahal ada dimensi horizontal yang mestinya tidak boleh dipisahkan.

Dimensi horizontal ini sering dilupakan dan dianggap kurang penting. Akibatnya ekspresi beragama mengalami pendangkalan pada sebatas ibadah berjamaah atau tidak berjamaah, di rumah atau di rumah ibadah, dan sebagainya yang cenderung dilingkupi keinginan untuk menunjukkan eksistensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun