Obsesi menyelamatkan ekonomi dengan menempatkan faktor risiko kesehatan sebagai prioritas kedua justru membuat Indonesia semakin tercekam dari banyak sisi.
Bukannya membaik, ekonomi justru diambang resesi. Langkah-langkah pemberian insentif untuk berbagai sektor, program pra-kerja, pembukaan kembali kegiatan ekonomi secara masif, hingga kebijakan coba-coba membuka pariwisata ternyata masih pahit hasilnya.
Pada saat yang sama penularan Covid-19 di tengah masyarakat semakin tinggi. Jumlah kematian bertambah dan fasilitas kesehatan kedodoran.
Paradigma "menyembuhkan sebanyak-banyaknya" yang dianut malah membuat pandemi semakin berlarut-larut karena mata rantai penyebaran virus tak tertangani secara maksimal.Â
Paradigma ini memaksa tenaga medis berkerja rodi melebihi kapasitas fisik dan mental yang optimal. Akibatnya mereka pun ikut menjadi korban. Ratusan tenaga medis yang gugur adalah bencana di tengah pandemi.
Paradigma ini juga telah melemahkan kesadaran masyarakat yang sejak awal sudah sangat rendah. Semakin banyak orang menganggap Covid-19 tak ada bedanya dengan penyakit lain di mana dokter dan rumah sakit selalu siap dan mampu mengobati pasiennya. Apalagi "katanya" sudah ada obatnya dari alam.
Menghadapi kenyataan pahit gagalnya sejumlah langkah penyelamatan ekonomi, Indonesia mencoba "banting setir" dengan kembali mempromosikan upaya pencegahan.Â
Kampanye 3M (Menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak) kembali didengungkan lebih lantang. Tindakan-tindakan yang "sedikit lebih tegas" juga coba ditempuh dengan memberi sanksi pelanggar aturan.
Sayangnya itu terlihat sebagai langkah yang hampir terlambat karena Indonesia sudah memasuki fase "serba terlanjur". Sudah terlalu banyak momentum yang kita sia-siakan sehingga setiap upaya untuk mengatur ulang kendali terlihat sangat berat.
Komitmen presiden bahwa pemerintah siap menarik tuas rem setiap saat belum terbukti sejauh ini. Tak terlihat ada usaha menarik rem. Justru yang tampak ialah rem telah bllong, sementara gas terus diinjak.
Begitulah kondisi Indonesia dalam fase "serba terlanjur". Kalau meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Deny Caknan kita sudah hampir "Los Dol". Artinya "teruskan saja", "semaumu saja, "terserah saja", atau "tak usah dipikir".