Saya harus terbiasa dengan senyapnya lingkungan tempat tinggal. Memang sebuah keanehan besar melihat jalan-jalan yang biasanya ramai dengan lalu lalang orang dari dan menuju kampus, padat dengan kendaraan, dan dipenuhi penjual makanan, kini hanya menyisakan satu warung padang, seorang penjual jajanan pasar, dan seorang penjaja telur gulung.
Ramadan kali ini saya pun kehilangan segelas es cincau untuk berbuka puasa karena penjual es langganan yang biasanya berjualan kini tak tahu entah di mana. Begitu pula para penjual takjil dan gorengan yang biasanya berjejer, sekarang hanya tersisa lapaknya yang kosong.
Riuh ramai semacam itu kini digantikan dengan suara patroli aparat desa yang rutin berkeliling untuk mengingatkan warga agar patuh menggunakan masker dan mencuci tangan. Pada Senin, 4 Mei lalu patroli lewat pada siang hari. Sedangkan seminggu sekali datang petugas untuk melakukan penyemprotan di tiap-tiap rumah dan lingkungan sekitar.
Meski demikian, bagi saya hal paling sulit yang harus coba diterima dengan lapang hati dan penuh kesabaran sekarang ialah kenyataan bahwa semua orang telah dilarang mudik atau pulang kampung.
Mengetahui ibu sedang jatuh sakit rasanya seperti ingin punya sayap agar bisa dengan mudah dan cepat menjangkau rumah.
Beberapa hari lalu sempat ibu mengirim sebuah pesan yang isinya singkat, tapi tersirat harapannya agar saya bisa pulang. Demikian pula ketika kakak memberitahu perkembangan kondisi ibu, seolah menyiratkan harapan yang sama.
Namun, harapan itu harus ditahan karena pandemi. Â Sering setelah berbuka puasa kami sekeluarga melakukan video call dan semua seperti terlihat biasa. Akan tetapi masing-masing dari kami saling tahu ada kepedihan yang ditutupi, ada sakit yang ditahan, dan ada kerinduan yang dipendam dalam-dalam.
Bersama kakak dan adik, sampai kemarin malam kami bertiga masih membicarakan kemungkinan bisa mudik. Kakak yang biasa bertugas ke Solo dan Yogyakarta membuka opsi untuk menjemput saya.
Akan tetapi sebagai orang yang tinggal di zona merah Covid-19 saya sadar ada risiko sangat besar yang harus ditanggung dari perjumpaan fisik di kampung halaman nanti.
Semoga Ramadan mendatangkan keajaiban luar biasa.