Cirebon. Nama ini langsung muncul di kepala ketika mendengar kabar pada awal Maret lalu pemerintah menambah hari libur dan cuti bersama tahun 2020. Dua di antara hari libur itu menambah daftar long weekend yang cocok untuk berlibur.
Sejak lama saya ingin mengulang perjalanan ke Cirebon setelah menjelajahi beberapa tempat di sana pada akhir Maret 2014 silam. Tujuan ke Cirebon saat itu sebenarnya untuk menghadiri sebuah acara. Namun, acara yang selesai pada 30 Maret itu memberi saya kesempatan lebih untuk mengenal Cirebon. Kebetulan pula sedang libur Hari Raya Nyepi sehingga saya sudah menyiapkan diri untuk melongok beberapa tempat di Cirebon.
Jelajah Rasa
Terasa menyenangkan menjejak dan menjelajah Cirebon. Masih teringat betul pagi pertama di Cirebon ketika itu. Tak jauh dari tempat menginap yang sederhana, saya menemukan tempat makan pinggir jalan yang ramai.
Docang Ibu Kapsa, begitu namanya. Tentu saja Docang asing bagi saya. Jangankan rasanya, wujudnya pun belum pernah saya lihat. Tergerak rasa penasaran dan tergoda oleh ramainya pembeli, saya pun memutuskan memesan Docang.Â
Docang yang disiram kuah panas membuat lidah saya terkejut. Daun singkong dan taugenya terasa segar. Kuahnya meski berminyak, tapi ringan dan gurih di lidah. Sedan parutan kelapa dan oncom membuat rasa Docang semakin "ramai". Pada kesempatan pertama itu, saya langsung jatuh cinta dengan rasa Docang yang unik dan otentik. Lahap saya menyantapnya dan hari berikutnya saya kembali memilih sarapan dengan Docang yang saat itu hanya Rp6000 per porsi.Â
Ternyata asyik menyantap nasi porsi kecil beralaskan daun jati ini. Disajikan dengan aneka pelengkap seperti sambal merah yang khas, sate usus, sate ati ampela, sate telur puyuh, telor dadar, kentang goreng, tempe dan tahu goreng, perkedel, dan sebagainya. Â Meski nasi jamblang bersama lauknya bisa dikatakan tidak murah, tapi tidak pernah salah menyantapnya di Cirebon.Â
Hal-hal itulah yang membuat Tahu Gejrot di Cirebon terasa jauh lebih nikmat. Terbukti pula bahwa hal terbaik menikmati kuliner tradisional memang harus di tempat asalnya.
Jelajah Kota
Saya selalu senang berjalan kaki menikmati wajah kota dan Cirebon memberi pengalaman mengasyikkan itu. Pusat kota Cirebon dilingkupi oleh Jalan Siliwangi, Karanggetas dan Kartini. Melalui ketiganya Cirebon bisa disusuri dengan berjalan kaki. Memang agak melelahkan karena matahari di Cirebon lumayan terik. Namun, beberapa ruas jalan di kota ini memiliki trotoar yang lumayan nyaman untuk ditapaki.
Di Jalan Siliwangi yang membelah jantung kota selain berdiri gedung-gedung pemerintahan dan perkantoran, banyak pula hotel dan penginapan. Sepanjang Jalan Siliwangi potret kearifan budaya yang lestari bisa dijumpai lewat banyaknya bangunan yang memiliki gapura khas Cirebonan dengan susunan batu bata merah.Â
Wajah lain Cirebon tersaji di sepanjang Jalan Karanggetas. Saya terkesima oleh deretan toko emas dan perhiasan yang banyak jumlahnya. Bahkan, di sepanjang trotoarnya ada puluhan orang dengan kotak kayu bertuliskan "menerima jual emas". Ini pertama kalinya saya menemukan banyak toko emas dan penjual emas di sebuah ruas jalan. Apakah orang Cirebon gemar emas?
Jelajah Sejarah
Cirebon merupakan kolam pertemuan berbagai budaya serta agama. Pengaruh budaya Eropa (Belanda), Tionghoa, dan Jawa, serta harmoni tiga agama yakni Islam, Hindu dan Budha melingkupi Cirebon sejak lama. Semuanya saling berinteraksi dan membaur sehingga membentuk rona Cirebon hingga sekarang.Â
Saya sempat singgah ke Keraton Kanoman yang merupakan salah satu jantung penyebaran agama Islam di Cirebon dan Jawa Barat. Sayangnya Kanoman juga menjadi saksi kunci redupnya Kasultanan Cirebon yang kemudian pecah dan melahirkan satu keraton lainnya, yakni Kasepuhan. Pudarnya Kanoman tergambar dari keberadaannya yang tenggelam di balik riuh pasar Kanoman. Detak kehidupan keraton nyaris tidak terasa saat saya datang empat tahun silam.Â
Di Kasepuhan pula pesona tiga agama dan tiga budaya bisa dirasakan. Banyak tanda dan jejak sejarah yang masih kuat dijumpai di Kasepuhan. Antara lain dua patung Macan Uutih di Taman Dewandaru, gapura dan tembok bata merah bergaya Hindu-Budha, Siti Inggil, Langgar Agung, dan Bangsal Keraton. Terdapat pula museum yang menyimpan benda-benda berharga. Salah satunya Kereta Singa Barong.
Kembali Lagi
Sejumlah pengalaman tersebut begitu membekas dan mendorong saya ingin datang lagi ke Cirebon. Ingin rasanya menjenguk tempat-tempat yang dulu pernah saya singgahi.
Bagaimana wajah kotanya? Tentu sudah banyak yang berubah dan semakin menarik. Seperti apa Kanoman sekarang? Apakah ronanya sudah tak lagi muram? Bagaimana dengan Kasepuhan? Saya ingin masuk ke Masjid Agung-nya yang dulu terlewati.Â
Batik Trusmi harus saya datangi lagi. Dulu  saya hanya sebentar di Trusmi dan tak sempat mendapatkan batik. Selain itu, Cagar Budaya Gedung British American Tobacco tak boleh terlewat. Arsitekturnya yang gagah tentu menarik untuk diamati. Sejarahnya yang panjang sebagai pabrik rokok yang dibangun pada 1924 pastilah mengandung banyak kisah.Â
Rebah di Cordela
Pertanyaan tersisa ialah di mana harus merebahkan diri di Cirebon nanti?
Mencari penginapan di Cirebon tidaklah sulit. Mereka yang datang ke Cirebon bisa leluasa menentukan penginapan sesuai kebutuhan. Khusus hotel berbintang, Cordela Hotel Cirebon merupakan pilihan yang tepat. Lokasinya di Jalan Cipto Mangunkusumo No. 111 sangat strategis. Dalam radius 1-2 km, banyak tempat penting dan menarik yang bisa dijangkau dengan mudah. Mulai dari stasiun, destinasi kuliner, hingga tempat belanja.Â
Semua kamarnya berselimut interior yang elegan dan manis. Cerah dan ceria terpancar dari warna serta isian di dalam kamar. Dengan tarif yang bersahabat, memilih kamar yang manapun akan menghadirkan kepuasan.
Misalnya kamar Deluxe yang luasnya 18 meter persegi. Selain lega, fasilitas di dalam kamar juga lengkap. Mulai dari dari tempat tidur dengan pilihan twin atau double, meja, kursi, telepon, pemanas air untuk menyeduh minuman, LCD TV, AC, toiletries, shower, hingga wifi.Â
Tentu saja itu nanti setelah darurat nasional Covid-19 berlalu. Sekarang saya dan kita semua perlu di rumah dulu, menjaga kesehatan bersama sambil berdoa agar wabah ini segera berakhir. Semakin cepat Indonesia pulih kembali, semakin cepat saya bisa ke Cirebon lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H