Di Jalan Siliwangi yang membelah jantung kota selain berdiri gedung-gedung pemerintahan dan perkantoran, banyak pula hotel dan penginapan. Sepanjang Jalan Siliwangi potret kearifan budaya yang lestari bisa dijumpai lewat banyaknya bangunan yang memiliki gapura khas Cirebonan dengan susunan batu bata merah.Â
Wajah lain Cirebon tersaji di sepanjang Jalan Karanggetas. Saya terkesima oleh deretan toko emas dan perhiasan yang banyak jumlahnya. Bahkan, di sepanjang trotoarnya ada puluhan orang dengan kotak kayu bertuliskan "menerima jual emas". Ini pertama kalinya saya menemukan banyak toko emas dan penjual emas di sebuah ruas jalan. Apakah orang Cirebon gemar emas?
Jelajah Sejarah
Cirebon merupakan kolam pertemuan berbagai budaya serta agama. Pengaruh budaya Eropa (Belanda), Tionghoa, dan Jawa, serta harmoni tiga agama yakni Islam, Hindu dan Budha melingkupi Cirebon sejak lama. Semuanya saling berinteraksi dan membaur sehingga membentuk rona Cirebon hingga sekarang.Â
Saya sempat singgah ke Keraton Kanoman yang merupakan salah satu jantung penyebaran agama Islam di Cirebon dan Jawa Barat. Sayangnya Kanoman juga menjadi saksi kunci redupnya Kasultanan Cirebon yang kemudian pecah dan melahirkan satu keraton lainnya, yakni Kasepuhan. Pudarnya Kanoman tergambar dari keberadaannya yang tenggelam di balik riuh pasar Kanoman. Detak kehidupan keraton nyaris tidak terasa saat saya datang empat tahun silam.Â
Di Kasepuhan pula pesona tiga agama dan tiga budaya bisa dirasakan. Banyak tanda dan jejak sejarah yang masih kuat dijumpai di Kasepuhan. Antara lain dua patung Macan Uutih di Taman Dewandaru, gapura dan tembok bata merah bergaya Hindu-Budha, Siti Inggil, Langgar Agung, dan Bangsal Keraton. Terdapat pula museum yang menyimpan benda-benda berharga. Salah satunya Kereta Singa Barong.
Kembali Lagi
Sejumlah pengalaman tersebut begitu membekas dan mendorong saya ingin datang lagi ke Cirebon. Ingin rasanya menjenguk tempat-tempat yang dulu pernah saya singgahi.
Bagaimana wajah kotanya? Tentu sudah banyak yang berubah dan semakin menarik. Seperti apa Kanoman sekarang? Apakah ronanya sudah tak lagi muram? Bagaimana dengan Kasepuhan? Saya ingin masuk ke Masjid Agung-nya yang dulu terlewati.Â