Kejadiannya bermula dari Stasiun Besar Purwokerto pada penghujung Oktober 2019 yang lalu. Siang itu stasiun sangat ramai. Selain karena akhir pekan juga karena saya datang sekitar pukul 09.30 untuk menumpang kereta yang dijadwalkan berangkat sejam kemudian.
Antara pukul 10.00-14.00 puncak kepadatan Stasiun Purwokerto. Banyak kereta yang datang, singgah, dan berangkat pada jam-jam itu. Baik yang menuju arah barat maupun timur. Kereta ekonomi, bisnis, eksekutif, maupun kereta barang, semuanya melintas dan berhenti di stasiun ini.
Setelah menunggu sebentar di ruang kedatangan yang semakin lama semakin ramai, saya memutuskan untuk boarding dan masuk ke ruang tunggu. Di dalam saya mencoba menyamankan diri dengan membuka buku. Sudah 2 minggu Biografi Alex Ferguson belum selesai saya baca.Â
Semuanya tampak biasa dan normal tanpa ada hal yang mengganggu. Meski ruang tunggu dipadati calon penumpang, tapi cukup tertib.Â
Kemudian masuk serombongan berjumlah delapan orang yang karena penampilan dan kesan pertamanya mau tidak mau perhatian saya tertuju sejenak kepada mereka. Saya lihat calon penumpang lain di sekitar saya juga melirik sebentar ke rombongan ibu-ibu ini.
Mungkin rombongan ini tergolong sosialita yang sibuk. Setidaknya apa yang terlihat dari luar. Koper-koper, perhiasan, kacamata besar, parfum wangi, dan tentu saja keasyikan mereka bersama smartphone. Sampai di sini bagi saya masih tergolong wajar. Setiap orang punya penampilan dan pembawaan masing-masing.
Tapi keasyikan mereka mengambil foto dan selfie akhirnya membuat saya kurang nyaman. Pada satu kesempatan dua di antara mereka maju, berdiri, lalu berselfie persis di depan saya. Badan mereka membelakangi saya dengan jarak yang sangat dekat hingga kerudung dan pakaiannya sempat menyentuh muka saya dan menutupi halaman buku yang sedang saya baca. Tak ada sepatah kata atau ucapan permisi. Kejadiannya berlangsung begitu saja dan agak mengejutkan saya.
Saya tidak bereaksi dengan suara. Bagaimana pun saya masih segan untuk menegur ibu-ibu di depan banyak orang. Tapi saya bereaksi dengan sedikit menggeser duduk saya sambil melirik ke atas mencoba mencari respon ibu-ibu yang sedang selfie. Beberapa calon penumpang lain ikut memperhatikan ke arah saya, mungkin membaca ketidaknyamanan yang saya rasakan.
Untung ibu-ibu ini tidak terlalu lama selfie di depan saya. Mereka kembali ke tempat duduknya sampai kereja Joglosemarkerto yang akan saya tumpangi tiba.
Menariknya, rombongan ini ternyata menumpang kereta yang sama dengan saya. Bahkan bagai kebetulan yang luar biasa, mereka juga berada di gerbong kereta nomor 6. Tidak sampai di situ, tempat duduk mereka pun persis berurutan dengan kursi yang saya duduki.Â
Dengan demikian mau tidak mau sepanjang perjalanan perhatian saya berulang kali tertuju pada rombongan ini. Terutama pendengaran saya tak bisa mengelak dari suara-suara perbincangan mereka.