KAHITNA hadir di panggung Lawfestival yang digelar di Pamedan Kraton Mangkunegaran Solo pada Sabtu (29/6/2019) malam. Itu hanya berselang lima hari setelah mereka menjejak usia 33 tahun berkarya. Maka bagi para soulmateKAHITNA, datang ke panggung malam itu menjadi semacam ibadah perayaan "hari raya" KAHITNA.
Solo sendiri cukup sejuk sore hingga malam itu. Berulang kali anginnya berhembus kencang melenakan. Maka sejak tiba di kota kelahiran Jokowi itu saya memutuskan berdiam sejenak di dalam stasiun. Duduk-duduk beristirahat sambil membaca buku dan membiarkan baterai smartphone terisi penuh kembali. Selesai mengambil waktu di mushola, lalu melangkah ke ruang kedatangan.Â
Di sudut ruangan terbuka itu segelas teh manis hangat saya beli. Penjualnya seorang wanita yang mengenakan seragam berciri produk dan merek teh terkenal. Ia meracik teh dengan cepat. Gula cair dituangkannya dengan takaran tertentu. Begitu pula dengan teh dan air panasnya. Baru kemudian ia menambahkan air putih dingin sampai gelas plastiknya penuh.
Tehnya nikmat sekali. Mungkin karena kondisi badan saya yang saat itu sedang sedikit meriang sehingga teh yang mengaliri kerongkongan hingga masuk ke rongga dada dan perut perut segera membuat segalanya menjadi lebih nyaman.
Oleh karena rasa nyaman itu pula saya berdiam lagi di sana. Menyaksikan banyak orang lalu lalang, baik yang turun dari kereta maupun yang baru tiba di stasiun untuk memulai perjalanannya masing-masing. Sering saya jatuh pada kenikmatan mengamati orang-orang di stasiun. Termasuk melihat wajah-wajah penuh kepanikan karena datang terlalu mepet dengan keberangkatan kereta. Kadang mereka seperti pepatah "sudah jatuh masih tertimpa tangga". Selain tertinggal kereta, mereka juga diteriaki dan dibentak oleh petugas keamanan stasiun. Siapa suruh datang terlambat.
Demikian seterusnya hingga sebelum matahari benar-benar pamit saya bergegas meninggalkan stasiun. Usai melangkah beberapa ratus meter di Jalan Slamet Riyadi saya putuskan memesan ojek daring. Dari situlah Pak Sadjati mengantar saya ke Ngarsopuro.
***
Langit sudah gelap saat saya tiba di "Ngarsopuro Night Market". Pasar khusus untuk pedagang kaki lima dan pelaku UMKM ini adalah "pasar malam minggu" warisan Joko Widodo saat masih menjadi Walikota Solo dulu. Hingga kini Ngarsopuro Night Market masih terus eksis dan menjadi destinasi wisata malam di Solo.Â
Pamedan Kraton Mangkunegaran berada di sebelah utara "Ngarsopuro Night Market". Saya tak sendirian ke sana. Ada banyak muda-mudi yang juga berjalan kaki dengan arah dan tujuan yang sama. Kami perlu berjalan beberapa ratus meter mengelilingi seperempat pagar yang melingkupi area pamedan.
***
KAHITNA hanya bertujuh malam itu. Tanpa dua vokalisnya, Carlo Saba dan Mario Ginanjar yang sedang sakit.Â
Ini untuk pertama kalinya saya menonton KAHITNA tanpa dua vokalisnya. Pada kesempatan terdahulu pernah saya menonton mereka dengan drummer pengganti. Pernah pula menyaksikan KAHITNA di mana salah satu keyboardisnya berhalangan. Jadi rasanya ini akan menciptakan pengalaman yang sedikit berbeda sekaligus melengkapi nuansa menonton KAHITNA dalam berbagai macam kondisi.
Akan tetapi, dari lagu pertama "Soulmate" dibawakan penonton tampaknya segera menangkap ada yang kurang. Hedi Yunus terus bernyanyi seorang diri. Baru di pertengahan lagu menjawap penasaran penonton. "Kita sambut adik saya, Patudu!", kata Kang Hedi. Patudu dari 5 Romeo pun mengisi kekosongan yang ditinggal Carlo dan Mario malam itu.Â
Usai "Soulmate", lagu-lagu berikutnya terus sambung menyambung. Malam itu KAHITNA membawakan sembilan lagu. Selain "Soulmate" ada "Cerita Cinta", "Tentang Diriku", "Andai Dia Tahu", "Katakan Saja", "Takkan Terganti", "Mantan Terindah", "Tak Sebebas Merpati", dan "Cantik". Sepotong "Cinta Sendiri" sempat juga dinyanyikan.
Meski penonton ikut menyambar lirik-liriknya yang populer, tak dipungkiri panggung KAHITNA malam itu sedikit terlambat panas. Kehangatan yang biasanya cepat menjalar di pertunjukkan-pertunjukkan KAHITNA lainnya kali ini sejenak tersekap.
Untungnya KAHITNA yang sudah 33 tahun menjajah ribuan panggung mengerti benar bagaimana harus mengatasi hal tersebut. Seperti mendeteksi ada penghalang yang membatasi panggung dengan keriaan penggemarnya, Yovie pun mengambil suara.Â
Meski menolak memenuhi permintaan penonton untuk bernyanyi, malam itu Yovie banyak berbicara. Terlihat bahwa ia ingin menghadirkan pendekatan alternatif untuk menghangatkan dan menaikkan keintiman dengan pecinta KAHITNA malam itu. Salah satunya meminta seorang penonton memilih tiga nada untuk dimainkan sebagai kerangka lagu baru. Perlakuan KAHITNA seperti ini biasanya hanya muncul di pertunjukkan atau konser dengan durasi yang panjang.Â
Upaya pendekatan dan interaksi semacam itu sukses membangun impresi kedekatan dan keintiman yang lebih erat. Pertautan hati antara KAHITNA dan penggemarnya kembali tersambung penuh. Sejumlah improvisasi KAHITNA yang diwarnai sendau gurau Yovie dan Hedi pun semakin menghidupkan lagu-lagu yang dibawakan hingga akhir.Â
Penggemar KAHITNA memang selalu demikian. Mereka tak hanya berteriak, tapi juga senantiasa bernyanyi. Tak peduli apakah suaranya padu padan atau tidak. Beberapa penonton wanita di dekat saya benyanyi sangat keras sambil mengangkat tangan. Lalu satu di antaranya berteriak penuh keyakinan meminta lagu "Cantik!". Meski mungkin ia belum lahir pada saat lagu itu diperkenalkan pada 1996.
Perjumpaan KAHITNA dengan para soulmate-nya di Solo malam itu memang akhirnya disudahi dengan "Cantik". Solo yang sedang berhawa dingin menjadi hangat manakala dari segenap kerumunan panggung menguar lantunan mantra yang menerbangkan hati kaum hawa tinggi-tinggi. "Cantik!..ini kesungguhan..sungguh aku sayang kamu!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H