Rabu (5/6/2019) pagi, salat Idulfitri di kampung kami selesai tepat pukul 07.00 WIB. Kami semua langsung kembali ke rumah. Kebetulan tempat lokasi salat tidak terlalu jauh sehingga cukup ditempuh dengan berjalan kaki pulang pergi.
Baru sebentar menginjak rumah, terdengar suara panggilan melalui pengeras suara dari musala di ujung jalan komplek rukun tetangga kami tinggal. Semua orang sudah paham maksud panggilan tersebut. Maka satu per satu pintu rumah terbuka dan semua penghuninya berduyun-duyun menuju musala.
Tidak dengan tangan kosong, hampir setiap keluarga datang dengan membawa hidangan dari dapur masing-masing. Begitu banyak yang dibawa sampai deretan meja yang disiapkan untuk meletakkan hidangan di depan musala tidak cukup menampungnya lagi. Â
Teras musala pun dimanfaatkan untuk mengumpulkan hidangan-hidangan lainnya yang terus dihantar. Semua hidangan itu nantinya akan disantap bersama.
Pukul 08.10 imam musala sekaligus tokoh agama di tempat kami tinggal mulai berbicara dan mengarahkan perhatian semua warga. Sepatah dua patah kata disampaikannya diselipi pesan-pesan keagamaan. Sadar dengan tujuan utama acara pagi itu, ia pun hanya sebentar berbicara. Ceramah singkatnya segera ditutup dengan selarik doa yang diamini secara berjamaah.
Sesampainya di ujung barisan, warga langsung menuju tempat hidangan. Ada yang mengambil hidangan di teras musala, ada juga yang menikmati menu dari deretan meja di depan musala.
Semua orang bebas memilih hidangan yang mana pun dan dari siapa pun. Aturannya hanya satu, yakni semua harus bersantap bersama dan tak ada yang boleh pulang lebih dulu membawa hidangan sebelum acara berakhir.
Maka halaman di depan dan di samping musala pun segera menjadi ajang pesta makan kami pagi itu. Beberapa lembar karpet yang biasa digunakan sebagai alas salat di dalam musala dikeluarkan untuk alas duduk kami yang bersantap di luar musala.