Hari ini sebuah lagu sedang sering sekali diputar di radio. Lagu yang juga mungkin paling banyak disenandungkan orang-orang sekarang. Andai lagu ini muncul jauh-jauh hari, barangkali pemilu kita bisa lebih romantis, tidak penuh kebencian.
Sebut lagu itu "Adu Rayu".Â
Pencipta sekaligus peramu musiknya adalah Yovie Widianto. Bukan Yovie Widianto namanya jika karyanya tak menimbulkan efek kronis di hati dan telinga. Jemarinya adalah jaminan bagi lagu-lagu terbaik.Â
Yovie tak sendirian di "Adu Rayu". Lirik lagu ini ditulis oleh Tulus untuk kemudian dinyanyikan bersama-sama dengan Glenn Fredly. Dengan segera "Adu Rayu" Â telah mengunci satu slot dalam daftar karya terbaik tahun ini.Â
***
Tentu saja "Adu Rayu" tidak berangkat dari pandangan politik tertentu. Kita bisa meyakini bahwa lagu ini dicipta dan kemudian disodorkan kepada kita tanpa kontaminasi politik. Ia lagu yang "tidak memihak".
Akan tetapi karena ketidakberpihakan itulah "Adu Rayu" memberi peluang untuk intrepretasi personal yang berbeda dengan kesepakatan umum akan lagu tersebut.
Kisah "Adu Rayu" adalah permainan hati. Di sana ada satu pihak yang dalam dilema dan kebingungan memilih, tapi mau tidak mau harus memutuskan: pilih yang ini atau yang itu.
Dari sinilah "Adu Rayu" tampak melukiskan nyaris secara akurat persaingan dua kandidat calon presiden di Pemilu 2019: Jokowi dan Prabowo. Keduanya sedang beradu rayu dengan sangat sengit.Â
Puncak "Adu Rayu" Jokowi dan Prabowo dipastikan akan terjadi pada debat terakhir malam ini, 13 April 2019. Ini adalah debat habis-habisan sebelum segalanya diharuskan menjadi tenang.
Sementara itu pihak yang dirayu dan sedang diselimuti dilema menentukan pilihan adalah kita, para pemilik suara di pemilu. Harap diingat pemilu sekarang adalah yang paling berat dan penuh ujian.
Agar tampak jelas anatomi "Adu Rayu" itu, kita mulai saja menyanyikannya bagian demi bagian.
"Maukah lagi kau mengulang ragu/dan sendu yang lama
Dia yang dulu pernah bersamamu/memahat kecewa
Atau kau inginkan yang baru/sungguh menyayangimu
Aku ingin dirimu/yang menjadi milikku
Bersamaku mulai hari ini/hilang ruang untuk cinta yang lain"
Bagian pertama di atas dinyanyikan dengan sangat merdu oleh Tulus. Mari kita pinjam untuk mewakili sisi Pak Prabowo.Â
Narasi kampanye Prabowo dan koalisinya selama ini yang kerap menyodorkan kecemasan adalah berupaya membangun opini betapa mengecewakannya pemerintahan Jokowi selama 5 tahun.Â
Narasi-narasi soal tenaga kerja asing, kriminalisasi ulama, PKI, kebocoran uang negara, TNI lemah, Indonesia akan bubar, dan lain sebagainya yang sekalipun banyak absurd-nya ternyata bisa memengaruhi banyak orang. Mereka mulai ragu dengan Jokowi. Sebagian menjadi kecewa lalu mulai berpikir untuk berpaling.
Di tengah-tengah rasa ragu dan kecewa itulah Prabowo hadir (lebih tepatnya hadir lagi) dengan membawa janji (janji lama). Bersama Sandiaga Uno ia datang merayu.Â
Kepada rakyat sebuah pertanyaan secara berulang-ulang disodorkan keras-keras melalui pidato: "Buat apa memilih lagi pemimpin yang membuat kecewa? Itu sama saja mengulang kesenduan. Lihatlah, telah ada di depan kalian yang baru (meski tidak benar-benar baru) yakni aku, Prabowo".
Sekarang lanjut ke bagian berikutnya.
"Separuh jalan pernah dilewati/meski ada kecewa
Aku yang dulu tak begitu lagi/takkan kuulangi
Jangan dulu engkau berpaling/beriku kesempatan
Aku ingin dirimu/tetap jadi milikku
Bersamaku mulai hari baru/hilang ruang untuk cinta yang lain"
Lirik di atas menjadi milik Glenn Fredly dan dibawakan sebagai antitesis dari bagian yang dinyanyikan Tulus. Oleh karena itu, tidak ada interpretasi lain yang tepat selain bahwa itu adalah bagian yang mampu mewakili sisi rayuan Pak Jokowi.
Perlu diakui bahwa selama 5 tahun atau separuh jalan dari masa 2 periode yang diharapkan, ada sejumlah kekurangan pemerintahan Jokowi dalam menangani masalah yang muncul. Di antara capaian-capaian keberhasilan yang diraih, ada penuntasan kasus pelanggaran HAM yang masih tercecer dan perlindungan bagi kaum minoritas yang jelas masih tertinggal. Ini adalah salah satu yang mengecewakan.
Meski demikian bagi Jokowi tetap ada alasan yang cukup untuk meyakinkan rakyat agar tetap percaya pada kepemimpinannya. Rakyat tak perlu berpaling dan hanya perlu memberinya kesempatan untuk menyelesaikan segala urusan yang belum tuntas. Termasuk janji dan rayuannya adalah tidak mengulangi segala kekeliruan yang pernah dibuat.
"Lupakan dia pergi denganku/
Lupakanlah ragu denganku"
Tidak sulit untuk menerjemahkan barisan kalimat di atas sebagai inti dari sebuah rayuan yang manapun. Bagi Prabowo hal yang terpenting adalah rakyat segera melupakan Jokowi. Sementara bagi Jokowi hal yang terbaik adalah rakyat menanggalkan segala bentuk ragu kepadanya dan sekaligus menutup hati pada pilihan yang lain.
"Layak untuk cantikmu itu aku!"
Indonesia  adalah negeri yang teramat cantik dan menggoda. Maka siapapun yang cukup nyali untuk merayunya juga harus beradu untuk menjadi yang paling layak meminangnya.
Dengan demikian  "Adu Rayu" bukan hanya romantisme permainan hati antara Velove Vexia, Nicholas Saputra, dan Chico Jerikho. Lagu ini juga bisa kita pinjam sebagai tema bagi kontes pemilu yang sedang kita jelang.
Dua capres, Jokowi dan Prabowo, sudah habis-habisan beradu dan sepenuh hati merayu kita. Lalu kita tahu bahwa semua ini akan menjadi sempurna jika dan hanya jika kita terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, mari datang ke TPS pada 17 April 2019 nanti dengan membawa hati kita masing-masing. Di sana kita tuntaskan "Adu Rayu" ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H