Kembali tokoh publik dan politik tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menjadi member baru klub rompi oranye setelah tertangkap tangan oleh KPK di Surabaya pada Jumat, 15 Maret 2019. Bersamanya turut dibekuk pejabat Kementerian Agama dari wilayah Jawa Timur. Mereka menjadi pesakitan atas dugaan suap dalam jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Banyak narasi yang bisa disusun untuk menyampaikan serta memaknai peristiwa tersebut. Penangkapan Romy dengan sangat nyata memperlihatkan bahwa korupsi bisa "diamalkan" oleh siapa saja. Tak pandang apakah ia pejabat atau bukan. Tak peduli apakah ia seorang intelektual ataukah insan "beragama" yang senantiasa berpeci dan berkalung surban. Semua bisa menjelma sebagai koruptor.
Perilaku korups di Indonesia barangkali sudah mencapai taraf paling "maju" sedunia.Birokrasi dari tingkat RT hingga kementerian di pemerintahan pusat telah menjadi gelanggang praktik KKN. Tragisnya, kementerian urusan moral yang dihuni "orang-orang paling beragama" dan seharusnya menjadi teladan kebaikan, rupanya tak mau kalah memproduksi perilaku-perilaku korup.
Operasi Tangkap Tangan KPK yang untuk kesekian kalinya itu menambah jelas betapa parahnya praktik korupsi di Indonesia. Tak ada keraguan untuk mengatakan bahwa semua lini dan bidang kehidupan telah tersentuh oleh kejahatan para koruptor.
Kita saksikan pula selama ini bahwa para koruptor seperti tak punya rasa malu dan bersalah. Dengan tangan terborgol dan diapit petugas, senyum masih saja tersungging dari bibir mereka. Jarang terucap sebuah penyesalan dan permintaan maaf kepada rakyat yang telah menderita akibat korupsi
Koruptor Itu Kafir
Entah sudah berapa banyak koruptor yang digiring oleh KPK. Salah satu hal yang bisa ditandai adalah tidak sedikit di antara para koruptor itu adalah orang-orang yang senantiasa menampilkan wajah alim dengan citra lahiriah yang islami. Sebutlah mantan menteri agama, ketua partai Islam, ustad, dan orang-orang yang dengan atribut relijinya dipuja para umat. Semakin miris karena materi-materi yang dikorupsi termasuk dana bantuan tempat ibadah, dana haji, hingga pengadaaan kitab suci.
Dalam hal ini para koruptor selain telah menggadaikan harga diri, juga merendahkan aspek moralitas dan kemanusiaan yang merupakan inti dari dari ajaran agama. Seolah atribut dan predikat keagamaan tidak meresap pada perilaku sehingga para koruptor dengan mudahnya melakukan korupsi. Padahal, korupsi merupakan dosa besar yang tak termaafkan. Menurut Islam koruptor adalah kafir.Â
Hasil pemikiran dan penelaahan para pakar, ahli, dan ulama dari Muhammadiyah dan NU menunjukkan bahwa korupsi adalah tindakan keji, tercela, dan bertentangan dengan agama. Berdasarkan sudut pandang Islam koruptor tidak mungkin korupsi dalam keadaan beriman.Â
Orang yang beriman tidak akan melakukan korupsi. Orang Islam yang sebelumnya mengaku beriman, tapi kemudian melakukan korupsi maka hatinya telah meninggalkan Allah. Ia telah melucuti keimanannya kepada Allah.
Korupsi dalam Islam
Meski istilah "korupsi" merupakan kosakata modern, Â khazanah pengetahuan Islam mencakup juga unsur-unsur praktik korupsi dan berbagai bentuk perbuatan yang setara dengan perilaku korup. Dalam buku "Koruptor Itu Kafir" disebutkan beberapa konsep tentang korupsi, antara lain adalah risywah, ghulul, khiyanah, dan sariqah.
Ada yang berpandangan bahwa risywah diperbolehkan selama tidak merugikan pihak lain. Namun, pendapat ini ditolak mengingat risywah adalah perbuatan yang merusak tata nilai dan dilaknat oleh Allah.
Ghulul bermakna penghianatan terhadap amanah. Termasuk praktik ghulul adalah mengambil, menggelapkan, dan menyembunyikan harta yang bukan haknya ke dalam harta miliknya. Dalam hadis Rasulullah menjabarkan ghulul sebagai perbuatan mengambil sesuatu atau penghasilan di luar gaji yang telah ditetapkan.
Ghulul diharamkan karena selain merupakan penghianatan terhadap amanah (dalam hal ini mirip dengan khiyanah), juga bertujuan untuk memperkaya diri sendiri dengan merugikan orang lain. Ghulul dilarang oleh agama karena melawan hukum sekaligus merusak moral masyarakat. Konsep lain yang menerangkan ekspresi korupsi adalah sariqah, yaitu mencuri atau mengambil harta pihak lain secara sembunyi-sembunyi tanpa ada pemberian amanat atasnya.Â
Ditegaskan pula bahwa pelaku korupsi bisa diganjar dengan hukuman penjara, potong tangan, hingga hukuman mati tergantung berat kejahatan dan dampak korupsi yang ditimbulkannya.
Membenahi Umat
Suka tidak suka harus diakui bahwa korupsi di Indonesia bukan lagi fenomena personal, melainkan telah mewujud sebagai masalah struktural dan kultural yang serius. Fakta ini perlu menjadi perhatian bersama.
Muhammadiyah dan NU menekankan pentingnya pembenahan dalam diri umat sebagai salah satu hal yang penting dalam pemberantasan korupsi. Perhatian ini tak lepas dari kenyataan bahwa tidak sedikit koruptor yang beragama Islam serta banyak pula orang Islam yang menganggap korupsi sebagai suatu kewajaran atau hanya dosa yang sepele.Â
Dalam pemilihan calon anggota legislatif dan kepala daerah, masyarakat sebaiknya tidak memilih koruptor atau mantan koruptor. Sementara itu, para ulama diperbolehkan tidak menyolati jenazah koruptor.
Pengkultusan sosok yang hanya berdasarkan atribut, penampilan luar, atau jabatan perlu diperbaiki agar koruptor tidak terus dihormati hanya karena ia terlihat alim. Umat Islam harus bersikap kritis terhadap modus-modus yang dilakukan oleh para koruptor yang berusaha "membersihkan" perbuatannya dengan menyumbangkan hasil korupsi untuk kegiatan amal, menyumbang rumah ibadah, dan kegiatan sosial keagamaan lainnya. Allah tidak menerima sedekah dari hasil korupsi.
"Koruptor Itu Kafir" juga menekankan perlunya ormas-ormas Islam, lembaga keagamaan, dan masjid-masjid untuk menjaga dan membersihkan diri dari unsur-unsur korupsi. Masjid-masjid yang tersebar di seluruh penjuru negeri perlu lebih giat memberdayakan umat untuk memberantas korupsi.
Berbagai paradoks serta ironi seperti di atas semestinya tidak ada di negara yang mencantumkan Ketuhanan pada dasar negara dan masyarakatnya menjadikan agama sebagai sesuatu yang sangat penting. Sekali lagi, korupsi bertentangan dengan agama. Korupsi merupakan dosa besar dan koruptor adalah kafir.Â