Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Pacar" yang Baik Bisa Menyelamatkan Kita dari Kebodohan

9 Maret 2019   08:29 Diperbarui: 10 Maret 2019   12:32 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jokowi itu China, nama aslinya Wie Jo Koh. Dia juga kafir, waktu lahir nama Kristen-nya Herberthus".

Narasi tersebut barangkali masuk dalam jajaran hoaks paling keren abad ini. Dalam kitab besar "hoaks-mania", narasi itu mungkin dijumpai di kategori "paket hoaks premium" karena sasarannya tokoh besar dan terbukti memiliki dampak yang luas serta dahsyat. Banyak orang mempercayainya sampai ke dalam lubuk hati. Meski kemudian terbukti kebohongannya, tapi tetap diyakini: pokoknya Jokowi itu China kafir!

Begitulah, hari demi hari kita semakin sering menjumpai aneka rupa orang dengan tampang yang mengesankan malasnya mereka membaca. Kepada dunia mereka konsisten memamerkan kebodohan. 

Perlu digarisbawahi bahwa kebodohan diam-diam menular seperti virus yang bisa menjangkiti tubuh manusia. Abang ojek, penjual sayur, buruh pabrik, hingga orang-orang sebenarnya berilmu seperti mahasiswa, aktivis pemuda, guru, dokter, doktor, artis, bekas artis, dan ustad bisa dijangkiti kebodohan. Pendek kata siapapun bisa tertular virus kebodohan. 

Dengan mudah kebodohan bisa menimbulkan kondisi "gawat darurat", yaitu ketika kebodohan segera membuat manusia menjadi picik, tidak mampu bersikap kritis, dan gagal melayani umpan balik. Dalam hal ini kebodohan bukan karena perbedaan volume otak atau rendahnya pendidikan, tapi sudah berevolusi sebagai penyakit yang menyerang mental dan jiwa.

Penderita yang terjangkiti mental kebodohan sering tidak sadar. Jika sudah parah mereka mengalami halusinasi sebagai pemilik akal sehat paling unggul sejagat. Keparahannya susah disembuhkan, apalagi jika sudah berulang kali salah menenggak suplemen bernama propaganda dan mabuk hoaks. Lama kelamaan kebodohan mengamputasi kemanusiaan dalam diri manusia.

Patjar Merah mengambil tempat sebuah bekas gudang di Gedong Kuning, Kotagede, Yogyakarta (dok. pri).
Patjar Merah mengambil tempat sebuah bekas gudang di Gedong Kuning, Kotagede, Yogyakarta (dok. pri).
Oleh karena itu, segenap cara perlu dikerahkan untuk mengobati kebodohan. Beragam upaya harus terus dicoba untuk meningkatkan kapasitas membaca masyarakat.  Sementara mereka yang terpanggil untuk memajukan dunia literasi perlu "stamina" yang tinggi mengingat belum ada mantra "abrakadabra" dan "simsalabim" yang bisa menyembuhkan penyakit kebodohan hanya dalam semalam.

Rimba Buku

Kamis, 7 Maret 2019, tanggal merah. Saya datang ke Patjar Merah, sebuah hajatan literasi yang sudah berlangsung di Yogyakarta sejak 2 Maret dan akan berakhir pada 10 Maret.

Pada hari ke-6 penyelenggaraannya itu saya mendapati bangunan besar terbungkus warna merah di bagian depannya. Penampilan seperti demikian membuat siapapun tak langsung mengira bahwa bangunan itu adalah bekas gudang yang sebelumnya tak terpakai. 

Begitu masuk kesenangan segera didapati. Suasananya, walau tak mewah, tapi menggairahkan bagi para pemuja buku. Di dalam ruangan tumpukan-tumpukan buku tertata rapi di atas rak-rak. Umbul-umbul bergambar wajah Soekarno, Hatta, dan Tan Malaka tergantung di langit-langit atap yang tinggi. 

Seorang panitia berwajah manis yang saya jumpai di meja layanan pelanggan mengatakan tak kurang dari 9000 pengunjung sudah datang ke Patjar Merah. Jumlah yang menurut saya cukup banyak, meski Patjar Merah mengambil tempat di luar radius pusat pergaulan warga Yogyakarta. Lokasinya di Jalan Gedong Kuning No. 118 jauh dari kampus-kampus besar. 

Rimba buku di Patjar Merah 2019 berlangsung dari 2 Maret hingga 10 Maret 2019 (dok. pri).
Rimba buku di Patjar Merah 2019 berlangsung dari 2 Maret hingga 10 Maret 2019 (dok. pri).
Sejam setelah saya datang, pengunjung mulai ramai dan semakin ramai. Saya lumayan terkejut mendapati bahwa rak yang paling banyak diserbu oleh pengunjung adalah rak penerbit indie dan penerbit lain yang tidak terlalu populer. Saat bergabung dalam kerumunan itu saya coba memperkirakan bahwa minat pada buku-buku indie barangkali karena rasa ingin tahu terhadap bacaan-bacaan alternatif. Benar tidaknya saya tidak tahu persis.

Banyak di antara pengunjung hari itu juga adalah anak-anak. Tumpukan buku bersampul aneka warna di rak buku anak menjadi wahana bermain dan membaca mereka siang itu. Sementara di ujung gedung berlangsung obrolan yang  disesaki ibu-ibu dan calon ibu.

Azzam, seorang mahasiswa semester 6 dari IAIN Surakarta saya jumpai di tengah kerumunan pengunjung. Ia mengaku sengaja datang dari Solo menuju Patjar Merah bersama seorang temannya. Menyukai kajian sosial, budaya, dan politik, ia berharap bisa mendapatkan beberapa bacaan menarik sesuai minatnya. Maka ia pun segera tenggelam di rimba buku Patjar Merah.

Melayani

Adalah Windy Ariestanty dan Irwan Bajang yang menggagas sekaligus mengkomandani Patjar Merah. Acara literasi dan pasar buku ini barangkali tak lepas dari usaha membuktikan tinggi  rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Menurut hasil sejumlah survey global minat baca orang Indonesia tergolong rendah. Namun, bagi saya daripada sibuk "menguji" kebenaran survey tersebut, acara-acara literasi semacam Patjar Merah justru lebih bermakna karena ada semangat "melayani".

Melayani sambil melambungkan misi mengembangkan budaya literasi. Semangatnya adalah mengajak masyarakat agar terus membaca sekaligus melawan gelombang penurunan minat membeli buku karena alasan, salah satunya, harga buku yang mahal. Meski mahal atau tidaknya harga buku rasanya tidak mudah diukur standarnya.

Peminat novel (dok.pri).
Peminat novel (dok.pri).
Maka dari itu potongan harga 30% hingga 80% yang ditawarkan Patjar Merah untuk sebanyak satu juta buku yang dibawa selama acara baru merupakan satu upaya. Butuh cara-cara lain yang tak membatasi masalah minat baca pada urusan harga buku.

Untungnya Patjar Merah sadar akan hal itu. Tidak heran karena penggagasnya adalah orang-orang yang paham dan matang dalam urusan literasi. Jadilah Patjar Merah mengambil ruang di tempat yang tidak biasa, yakni sebuah gudang yang jauh dari kota. Mengutip pernyataan Wiendy, kegiatan literasi perlu dilakukan di mana saja.

Patjar Merah juga menjadi tempat bersenang-senang bagi anak-anak (dok.pri).
Patjar Merah juga menjadi tempat bersenang-senang bagi anak-anak (dok.pri).
Soal nama "Patjar Merah" juga menarik. Nama itu dipinjam dari novel klasik berjudul "Pacar Merah Indonesia" karya Matu Mona. Diterbitkan pertama kali pada 1938 dan terakhir kali pada 2010, roman Pacar Merah Indonesia menggambarkan petualangan Tan Malaka, sosok yang dijuluki sebagai Bapak Republik Indonesia meski kemudian julukan itu lebih lekat dengan "kesepian" dan "keterasingan" yang harus menjadi milik Tan.

Tan seperti kita tahu hanya memegang satu cinta yang dia anggap layak untuk diperjuangkan. Ia hanya benar-benar cinta pada tanah airnya. Ia menghidupi cintanya dengan semangat memerdekakan bangsanya dari penjajah. Kini, Patjar Merah hidup kembali melalui wadah literasi yang juga memiliki semangat memerdekaan, yakni memerdekakan masyarakat dari kebodohan.

Buku dari penerbit indie ternyata banyak diminati di Patjar Merah (dok. pri).
Buku dari penerbit indie ternyata banyak diminati di Patjar Merah (dok. pri).
Oleh karena itu, acara literasi Patjar Merah bukan hanya berbentuk pasar buku. Literasi lebih dari sekadar membeli dan membaca buku. Maka dipertemukanlah para pengunjung dengan narasumber-narasumber, antara lain Ivan Lanin, Ria Papermoon, Trinity, Joko Pinurbo, Adimas Imanuel, Jenny Jusuf, Max Lane, dan masih banyak lagi. Tujuannya agar para para penulis, pembaca, pembuat konten, komunitas, dan masyarakat umum bisa saling bertukar gagasan, pengalaman, keterampilan, serta menularkan semangat-semangat positif. Sekat di antara mereka coba dilebur melalui "Obrolan Patjar" dan "Lokakarya".

Menjadi Wanita Kreatif

Salah satu obrolan yang berlangsung pada Kamis siang itu adalah obrolan bersama Ibu Etu, seorang wanita kreatif pemilik akun instagram @restuutamidewi yang juga penulis buku "Go Kitchen". Kepada puluhan ibu-ibu yang menyimak obrolannya siang itu, Ibu Etu membagikan pengalamannya baik sebagai ibu rumah tangga, pembuat kue, hingga menjadi penulis.

Ibu Etu mengaku sudah kenal dengan kesibukan dapur sejak kecil. Pengalaman itu memperkuat kesadarannya bahwa wanita perlu bisa memasak, minimal untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri.

Ia lalu berkreasi dengan resep. Pada suatu hari ia mendapat berkah saat bumbu rujak buatannya diliput stasiun TV. Ia dan bumbu rujaknya pun semakin dikenal luas. Efek berantainya pengikut akun instagramnya juga bertambah. Melalui instagram itulah Ibu Etu kemudian gencar mempromosikan kreasi makanan buatannya, terutama kue. Foto-foto kue hasil kreasinya yang cantik dan menarik diunggah di sana.

Obrolan bersama Ibu Etu (dok. pri).
Obrolan bersama Ibu Etu (dok. pri).
Konsistensinya mencipta olahan makanan yang menarik dilanjutkan dengan mengadakan demo memasak di berbagai kota, meski awalnya ia agak grogi memasak di depan orang banyak. Kesuksesan acara demo memasaknya itulah yang menjadi awal mula datangnya kesempatan membuat buku.

Selain berbagi pengalamannya seputar hobi memasak yang "menghasilkan", Ibu Etu juga berbagi kiat mengelola waktu sebagai seorang ibu rumah tangga yang kreatif dengan banyak kegiatan. Meski memiliki 4 asisten yang membantu urusan rumah tangga dan bisnisnya, untuk urusan mengurus anak dan memenuhi kebutuhan keluarga lainnya, Ibu Etu selalu berusaha turun tangan sendiri. Ia menggunakan waktunya di pagi hari untuk mengerjakan berbagai tugas wajibnya sebagai seorang ibu dan istri. Ibu Etu tidak tega dan tidak ingin melepas anak-anaknya terlalu lama bersama pengasuh.

Ibu Etu memilih memaksimalkan waktu pada siang atau malam hari untuk menjalankan hobi dan bisnisnya. Ia menerapkan ritme kerja yang cepat agar tetap punya waktu untuk istirahat. Ibu Etu juga untuk tidak pilih-pilih pelanggan. Banyak atau sedikitnya pesanan bukan menjadi target utama. Tanggung jawab dan profesionalitas lebih ia utamakan.

Pacar yang Baik

Lewat tengah hari, saya memutuskan menyudahi kunjungan ke Patjar Merah . Di antrean kasir saat hendak membayar beberapa buku yang saya ambil, saya kembali bertemu dengan Azzam. Mahasiswa jurusan Manajemen Dakwah itu telah mendapatkan tiga buah buku yang semua tebal. Satu di antaranya "Kuasa Kata", karya besar Benedict Anderson.

Sebenarnya ia juga berminat mengambil satu buku lagi tentang Sigmund Freud. Namun, ia mengurungkannya karena ada buku lain yang lebih ia butuhkan dan tidak ada di Patjar Merah.

Buku adalah pacar yang baik (dok. pri).
Buku adalah pacar yang baik (dok. pri).
Azzam dan ribuan orang yang telah dan akan terus datang ke Patjar Merah hingga hari terakhirnya pada 10 Maret nanti tentu memiliki selera buku yang tidak sama. Pandangan mereka terhadap buku atau bacaan mungkin juga tidak seragam. 

Meskipun demikian, hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang menolak untuk menjadi bodoh. Mereka tidak mau pikiran dan jiwanya dijangkiti virus kebodohan. Mereka tidak ingin menjadi picik karena malas membaca. 

Dimulai di Yogyakarta, Festival Patjar Merah diharapkan bisa berlanjut di kota-kota lain (dok. pri).
Dimulai di Yogyakarta, Festival Patjar Merah diharapkan bisa berlanjut di kota-kota lain (dok. pri).
Bagi Azzam dan semua yang tenggelam di Patjar Merah, buku adalah "pacar" yang baik. Intim bersamanya akan mencerahkan pikiran dan jiwa sehingga tak gampang menjadi pengabdi hoaks maupun propaganda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun