Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melindungi Saksi dan Korban, Kebutuhan untuk Memajukan Keadilan

21 November 2018   22:14 Diperbarui: 21 November 2018   22:18 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, kebutuhan untuk memajukan keadilan (LPSK.go.id).

Keadilan tidak akan pernah tercapai tanpa perlindungan terhadap saksi dan korban. Peran LPSK menjadi penting sebagai bukti negara hadir dan peduli untuk memajukan keadilan.

Pemerkosaan yang dialami Agni, mahasiswi Universitas Gadjah Mada saat menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram menjadi sorotan publik dalam beberapa bulan terakhir ini. Peristiwa yang terjadi pertengahan 2017 tersebut baru diketahui secara luas setahun kemudian lewat corong pers mahasiswa, lengkap dengan fakta ketidakadilan yang menimpa korban.

Bayangkan, selain harus menanggung penderitaan dan trauma, kemalangan korban bertambah dengan nilai C untuk matakuliah KKN yang diikutinya. Apakah ia juga harus menerima anggapan buruk dan perundungan dari lingkungan sekitarnya? Semoga tidak. 

Dalam diamnya Agni, keadilan seolah menjauhinya. Pelaku yang juga mahasiswa rekan kuliahnya sekian lama tak tersentuh hukum dan bahkan melenggang mulus menuju lulus. Sampai kemudian berkat tekanan dan perhatian yang luas dari berbagai pihak, kepolisian mulai membuka penyelidikan. Jalur hukum diharapkan bisa menghadirkan keadilan bagi Agni.

Pendekatan Baru

Tragedi Agni mengingatkan kita pada sejumlah hal. Di antaranya adalah betapa kaum wanita sangat rentan menjadi korban pelecehan seksual. Peristiwa ini juga memperlihatkan bahwa dalam posisi sebagai korban, seseorang masih mungkin untuk mengalami ketidakadilan lanjutan. 

Tapi tragedi Agni memperlihatkan pula bahwa di Indonesia sebenarnya masih banyak pihak yang peduli pada keadilan dan menjadi pelindung serta pembela korban-korban ketidakadilan untuk mendapatkan haknya. Salah satu pihak yang gencar menuntut penyelesaian melalui jalur hukum dan mendorong kepolisian turun tangan adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai dengan tegas menyatakan bahwa Agni adalah korban yang harus mendapatkan keadilan. LPSK juga berusaha menemui korban untuk mengupayakan perlindungan dan mengakomodasi pemulihan lebih lanjut.

Kehadiran LPSK memang sangat penting. Di tengah kecenderungan lemahnya posisi saksi dan korban tindak kejahatan, LPSK mengupayakan kepastian perlindungan terhadap mereka. Unsur perlindungan merupakan titik sentral peran LPSK mengingat banyak kasus kejahatan tidak terungkap karena korban atau saksi enggan melapor ke aparat hukum.

Pemicunya antara lain takut mendapat ancaman dari pelaku dan khawatir akan menimbulkan aib bagi korban dan keluarga. Ketakutan dan kekhawatiran semakin bertambah apabila korban yang sudah trauma justru mengalami diskriminasi, kriminalisasi, dan viktimisasi. Banyak contoh yang memperlihatkan terjadinya hal ini.

LPSK yang lahir pada era reformasi membawa pendekatan baru dalam pengungkapan kejahatan, yakni pendekatan hak asasi manusia (HAM) dengan orientasi pada kebutuhan saksi dan korban yang harus dilindungi. Pendekatan tersebut mendorong proses hukum berjalan lebih baik untuk memberikan keadilan. 

Seperti diketahui secara umum vonis peradilan masih cenderung berkutat pada penghukuman pelaku. Hak-hak saksi dan korban, serta nasib mereka akibat dampak penderitaan jangka panjang kurang terakomodasi. Hak dan kondisi korban juga harus dipulihkan.

Di sisi lain tidak jarang hukuman pada pelaku kurang signifikan dibanding dengan penderitaan korban. Kesenjangan ini membuat keadilan seolah menjauhi saksi dan korban. Oleh karena itu, perlindungan oleh LPSK pada dasarnya merupakan upaya untuk lebih memajukan keadilan bagi saksi dan korban.

Lebih Optimal

Meski bukan lembaga penegak hukum, peran LPSK dibutuhkan untuk menunjang proses hukum dan peradilan. Namun, kiprah LPSK sebaiknya tidak perlu terlalu diagungkan sebagai kebaikan negara karena sudah menjadi kewajiban negara melakukan segala cara untuk memulihkan dan melindungi hak warganya.

Sejak memulai peran aktifnya melindungi saksi dan korban pada 2008 hingga kini, beberapa capaian telah dibuat LPSK. Sepanjang itu pula berbagai kendala dan tantangan dihadapi oleh LPSK.

Dalam kondisi demikian LPSK harus tetap bisa maksimal menjalankan tugasnya, peran, dan fungsinya. Ke depan ada beberapa upaya yang perlu dilakukan agar LPSK semakin optimal dalam memajukan keadilan bagi saksi dan korban.

Pertama, adanya kebutuhan untuk melakukan penguatan layanan LPSK, peningkatan kapasitas SDM, dan peningkatan upaya perlindungan terhadap saksi dan korban membutuhkan dukungan politik anggaran yang baik. Selama ini alokasi anggaran untuk LPSK masih terlalu kecil.

Pemerintah harus serius memperhatikan masalah ini. Apalagi dari tahun ke tahun permohonan perlindungan saksi dan korban terus meningkat. Oleh karena itu, hubungan dan koordinasi antara LPSK dengan pemerintah wajib ditingkatkan, terutama untuk mengevaluasi politik anggaran agar sesuai dengan kebutuhan LPSK.

Sosialisasi dan edukasi LPSK kepada generasi muda (LPSK.go.id).
Sosialisasi dan edukasi LPSK kepada generasi muda (LPSK.go.id).
Kedua, LPSK harus terus meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kesadaran hukum. Sekeras apapun upaya penegak hukum untuk menegakkan keadilan, tidak akan berhasil tanpa peran serta masyarakat. Apalagi, jika masyarakat selaku korban atau saksi memilih diam.

Masyarakat perlu didorong untuk mau melapor dan menjadi saksi. Kesadaran ini sangat signifikan untuk memperkuat pembuktian dan penuntutan dalam membuka tabir kejahatan. Dengan demikian akan semakin terbuka peluang dihasilkannya vonis yang berkeadilan.

Mengingat tingginya kekhawatiran masyarakat jika menjadi harus melapor sebagai saksi maupun korban, LPSK juga harus lebih rajin memperkenalkan diri kepada masyarakat dan meyakinkan masyarakat bahwa ada lembaga negara yang siap memberikan perlindungan dari ancaman, diskriminasi, maupun viktimisasi lanjutan.

Ketiga, LPSK perlu membangun jaringan pendukung korban di masyarakat. Misalnya melalui komunitas atau kelompok relawan di lingkungan perguruan tinggi. Kasus Agni setidaknya menjadi peringatan akan pentingnya keberadaan relawan-relawan di tingkat komunitas yang siap mendukung perlindungan terhadap korban dan saksi tindak kejahatan.

Jaringan relawan di perguruan tinggi dibutuhkan karena pelecehan seksual kerap terjadi di institusi pendidikan atau melibatkan orang-orang dalam relasi institusi pendidikan. 

Relawan terlatih di komunitas lokal diharapkan bisa memberi pendampingan yang bersifat segera kepada saksi dan korban, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara mengakses layanan LPSK. Kemampuan yang dimiliki relawan juga bisa mendukung perluasan ruang lingkup pelayanan LPSK, yaitu memberikan perlindungan dalam aspek hukum, sekaligus melayani pemulihan trauma dan psikosial.

Jaringan pendukung bisa diperkuat melalui kemitraan dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang memiliki program perlindungan saksi dan korban. Keberadaan jaringan yang kuat dan luas akan memudahkan LPSK menjangkau saksi dan korban di banyak tempat secara cepat sehingga potensi diskriminasi, kriminalisasi, maupun viktimisasi lanjutan dapat ditekan.

Keempat, meningkatkan sinergi dengan sesama lembaga negara karena akan sulit bagi LPSK jika bekerja hanya dengan mengandalkan sumber dayanya sendiri. Sementara ada lembaga-lembaga negara lain yang juga memiliki instrumen perlindungan saksi dan korban, seperti kepolisian.  

Koordinasi yang baik dan terobosan kebijakan yang melibatkan lembaga lain diharapkan bisa efektif mengatasi hambatan yang menghambat kinerja LPSK selama ini. Misalnya keterbatasan fasilitas dan sarana pendukung perlindungan saksi dan korban. Komunikasi antar lembaga negara juga penting untuk mewujudkan  integrasi pelayanan perlindungan bagi korban dan saksi. 

Dalam upaya memperluas perwakilan LPSK di daerah, sinergi dengan pemerintah daerah perlu dibangun. Dukungan APBD bisa menopang alokasi APBN sehingga program-program LPSK bisa berkelanjutan hingga ke daerah-daerah. 

***

Harapan kepada LPSK sangat tinggi karena lembaga ini merupakan representasi negara dalam melindungi saksi dan korban. Upaya penegakan hukum tidak cukup hanya berpusat pada pemberian efek jera bagi para pelaku, tapi juga harus bisa menjamin kepastian hak-hak mereka yang mengalami ketidakadilan.

Penguatan LPSK adalah sebuah kebutuhan sekaligus keniscayaan untuk memajukan keadilan di negara hukum seperti Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun