Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menimba Ilmu Komunitas dari Savic Ali dan Bolang

8 Agustus 2018   08:29 Diperbarui: 8 Agustus 2018   10:29 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang membawa potensi baik dalam dirinya dan punya kesempatan untuk menggerakkan perubahan. Namun, satu orang saja seringkali tidak cukup untuk menciptakan perubahan yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Potensi baik dalam diri seseorang perlu bersenyawa dengan kekuatan baik yang dimiliki oleh orang lain. Berkolaborasi, saling mendukung dan berbagi akan bisa menciptakan lebih banyak kebaikan.

Mungkin kurang lebih seperti itulah intisari dari "ideologi" yang diusung oleh komunitas-komunitas yang hadir di Indonesia Community Day (ICD) pada Minggu, 5 Agustus 2018 di Taman Krida Budaya, Malang, Jawa Timur. Bukti bahwa ada kesadaran untuk bekerja sama di antara mereka cukup jelas, yaitu mereka mau berkumpul dan melakukan sesuatu secara bersama-sama. Mereka disatukan oleh kesamaan hobi, keahlian, tujuan, dan sebagainya. Apapun itu mereka telah berkomunitas. 

Akan tetapi sesungguhnya bangunan komunitas hanya awal atau pintu masuk untuk  bisa mendorong perubahan, menciptakan kreativitas, dan menghadirkan manfaat bagi lingkungan sekitar. Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih Emil Dardak dalam sambutan saat membuka ICD 2018 menyampaikan sebuah pesan yang mungkin tidak terlalu diperhatikan, tapi sangat esensial: "setelah berkomunitas kemudian yang penting adalah beraksi sekecil apapun". 

Suasana diskusi komunitas (dok. pri).
Suasana diskusi komunitas (dok. pri).
Membangun komunitas tidaklah sulit. Apalagi karakter orang Indonesia pada dasarnya suka berkumpul. Tapi membangun tidak sama dengan menggerakkan. Begitu banyak komunitas dibentuk dan banyak pula yang layu kemudian mati sebelum sempat menciptakan karya atau aksi yang diharapkan.

Tentang kegagalan komunitas, Savic Ali, tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) dan juga pegiat komunitas yang banyak memanfaatkan media sosial, memiliki beberapa pandangan. Menurutnya gelombang kemunculan kelompok atau komunitas meningkat sejak 2012 seiring semakin masifnya penggunaan media sosial. Tapi saat ini banyak di antara komunitas itu tidak terdengar lagi. 

Agar mampu menghadirkan perubahan komunitas perlu memiliki ketahanan. Savic Ali kemudian menyebutkan hal-hal penting yang perlu dimiliki oleh komunitas agar dapat bertahan dan berkembang. "Komunitas bisa bertahan jika punya tujuan dan gagasan besar. Jadi idealismenya harus ada dan jelas", katanya. Tanpa tujuan dan gagasan sebuah komunitas hanya akan berupa kumpul-kumpul biasa dan dengan sendirinya akan mudah bubar.

Selain tujuan dan gagasan, komunitas juga perlu memiliki manajemen anggota yang baik. Komunitas yang anggotanya sedikit bisa lebih berkembang jika mampu membagi dan mengatur peran anggota-anggotanya. Masih terkait dengan distribusi peran, komunitas bisa berhasil jika ada kepemimpinan yang baik. Figur pemimpin tetap dibutuhkan meski sebuah komunitas bersifat sukarela. 

Soal perkembangan komunitas di era saat ini, Savic Ali menekankan pentingnya beradaptasi agar keberadaan komunitas bisa selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman.  Ia  mencontohkan nu.online yang bergerak melalui dunia maya sebagai bagian dari upaya menyediakan rujukan tentang islam yang ramah dan moderat sekaligus menjawab tantangan zaman atas meningkatnya penyebaran pemikiran radikal. 

Terkait dengan persoalan menjawab tantangan zaman, Savic memberikan kiat agar komunitas bisa konsisten mengupayakan kebaikan. "Jangan mudah terdistraksi oleh pendapat-pendapat nyinyir", tegasnya.

Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih Emil Dardak (kemeja putih) mengunjungi booth Kompasianer Malang
Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih Emil Dardak (kemeja putih) mengunjungi booth Kompasianer Malang
Sementara itu, Pak Yunus, tokoh komunitas Kompasianer Malang atau Bolang dalam obrolan di booth Bolang menceritakan bagaimana komunitas itu digerakkan selama ini. "Kami tidak ingin terlalu agresif", katanya. Ia kemudian menjelaskan apa yang dimaksud dengan tidak terlalu agresif. Sejauh ini dalam menjalankan kegiatannya Bolang jarang menyodorkan diri, apalagi proposal kepada mitra. Komunitas Bolang menurutnya dijalankan secara mengalir saja.

Bolang memang membuka diri untuk berkolaborasi dengan siapapun.  Menurut Pak Yunus mitra sering datang lebih dulu untuk mengajak Bolang. Bahkan ada mitra yang mengajak Bolang untuk bekerja sama karena mendapat informasi tentang Bolang dari pihak lain. Salah satu contohnya adalah kerja sama antara Bolang dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Malang pada 2018. Dalam kerja sama ini Bolang mensuplai konten reportase tentang potensi kampung tematik di Kota Malang. Kumpulan reportase itu pun kemudian dibukukan sebagai bukti kontribusi positif Bolang dalam memperkenalkan wisata dan pembangunan di Kota Malang.

Soal tantangan menjalankan komunitas dengan anggota dari berbagai latar belakang dan kesibukan, Pak Yunus menyampaikan salah satu kiat sederhana yang diterapkan Bolang untuk mengatasi keterbatasannya. Setiap kali bertemu dalam sebuah kegitan misalnya review makanan, Bolang memanfaatkan kesempatan itu sekaligus untuk rapat dan membahas rencana kegiatan berikutnya.

Pernah ada wacana pilihan untuk mengembangkan bentuk komunitas Bolang. Tapi Bolang tampaknya lebih nyaman sebagai paguyuban atau perkumpulan. "Pokoknya yang penting menyenangkan dan bisa berbagi kebaikan", tegas Pak Yunus.

Konsep ideal komunitas menurut Savic Ali dan filosofi "mengalir saja" ala Bolang tampaknya bisa dikolaborasikan. Jikapun sulit bukan berarti kedua pemikiran itu bertentangan. Toh, baik Savic Ali maupun Bolang sejauh ini telah membuktikan mampu menghadirkan karya dan kebaikan melalui jalan komunitas masing-masing. Bolang bahkan menjadi komunitas kompasiana pertama yang terpilih sebagai komunitas terbaik. Penghargaan itu didapatkan Bolang saat Indonesia Community Day 2017 di Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun