Bulan Ramadan adalah saat yang baik dan menyenangkan untuk membaca. Entah diakui luas, entah tidak. Tapi selama ini saya merasa Ramadan selalu menciptakan suasana yang mendorong munculnya keinginan membaca lebih banyak.
Buku-buku bernuansa Islam tentu menjadi bacaan yang paling pas untuk menemani perjalanan puasa Ramadan. Tapi bacaan Islami itu tidak harus berorientasi pada buku teks agama atau kumpulan ceramah. Bisa juga dari buku-buku bergenre biografi, esai, maupun cerita fiksi.Â
Beberapa buku yang telah saya baca berikut ini mungkin bisa menjadi bacaan yang bagus di kala Ramadan. Kelimanya masih mudah ditemui di toko-toko buku dan di lapak-lapak penjual buku online sehingga bisa dipilih kapan saja.
1. Lukisan Kaligrafi (Penerbit Kompas)
Siapa sangka Ahmad Mustofa Bisri yang memiliki nama populer Gus Mus mahir menulis cerita fiksi? Tokoh muslim sekaligus ulama kharismatik ini ternyata manjadikan cerpen sebagai salah satu media dakwah. Bungai rampai "Lukisan Kaligrafi" adalah salah satu buktinya.Â
Misalnya, cerita tentang Nasrul yang menjadi pengikut dan pemuja Mbah Sidiq, tapi kemudian sadar bahwa orang yang dipujanya bukanlah ulama teladan karena sangat menggilai uang, harta, dan wanita. Lalu Gus Mus menyentil orang-orang yang rajin mengikuti pengajian dan pertemuan agama, tapi perilakunya tidak berubah menjadi lebih baik. Bahkan, masih melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Selain itu, buku ini juga menghadirkan cerita-cerita romantis dengan latar kehidupan pondok pesantren.
Bahasa dan gaya bertutur dalam buku ini membuat cerita-ceritanya tak berjarak dengan pembaca. Lukisan Kaligrafi adalah bacaan yang menyegarkan dan mencerahkan.
2. Ngaji Toleransi (Quanta-Elexmedia Komputindo)
Kegaduhan agama yang sering terjadi di tengah masyarakat salah satunya timbul karena pemuka agama yang dakwahnya menampilkan sikap menentang perbedaan. Pemahaman agama yang dangkal memicu melemahnya toleransi dan meredupnya kearifan yang semestinya terpancar dari para penganut agama.Â
"Ngaji Toleransi" yang ditulis oleh Ahmad Syarif Yahya tidak menutup-nutupi kenyataan tersebut. Namun, juga memaparkan dan mencontohkan solusi-solusi untuk menghidupkan semangat kerukunan.Â
Isinya yang kontekstual dan relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia, menjadikan buku ini penting dibaca, bukan hanya oleh umat muslim, tapi juga oleh masyarakat secara umum. Lewat kisah dan penjelasan yang tertuang di dalam "Ngaji Toleransi" kita bisa belajar memahami, mengamalkan, dan menjalani hidup serta kehidupan sosial keagamaan secara lebih baik dan benar.
3. Nasionalisme dan Islam Nusantara (Penerbit Kompas)
Inilah buku yang menguraikan tentang Islam Nusantara beserta pandangan-pandangan moderat Nahdlatul Ulama mengenai Islam dan nasionalisme/kebangsaan. Ditulis oleh beberapa tokoh agama, cendekiawan, jurnalis, dan intelektual muda.Â
Buku "Nasionalisme dan Islam Nusantara" menegaskan bahwa Islam dan nasionalisme Indonesia bukanlah kutub-kutub yang bertentangan. NKRI dengan dasar negara Pancasila adalah justru bisa menjadi wadah dan wahana untuk mengembangkan prinsip-prinsip ke-Islam-an.
Kebhinekaan adalah bagian dari kuasa Allah dan dengan demikian tidak bisa dihindari dan ditolak. Perbedaan agama dan keyakinan adalah realitas kehidupan yang terjalin sepenuhnya atas kehendak-Nya.
4. Wahid Hasyim (Kepustakaan Populer Gramedia/KPG)
Jika ingin menemukan inspirasi atau teladan tentang sosok yang gigih memperjuangkan Islam sekaligus teguh menjaga NKRI, bacalah buku biografi "Wahid Hasyim". Tokoh besar Nahdatul Ulama ini adalah seorang ulama besar, pendidik, pemikir, dan juga sosok pembaharu.
Pemikirannya yang visioner telah melahirkan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri yang di kemudian hari menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Selain itu, Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta juga merupakan buah dari kepeduliannya terhadap Islam dan pendidikan.
Wahid Hasyim yang tiada lain adalah ayahanda Gus Dur, wafat kala usianya masih muda, saat Bangsa Indonesia sebenarnya masih membutuhkan pemikiran dan peran besar darinya. Biografi "Wahid Hasyim Untuk Republik Dari Tebuireng" memaparkan kisah hidup, kiprah, dan sumbangsihnya untuk Indonesia.
5. Tuhan Tidak Perlu Dibela (Noktah & LKiS Yogyakarta)
Buku best seller nasional ini telah diterbitkan dan dicetak beberapa kali. Menyajikan 73 buah pemikiran Gus Dur atau Abdurrahman Wahid.
Bukan semata karena judulnya "Tuhan Tidak Perlu Dibela" yang memantik penasaran sekaligus perdebatan, sehingga buku ini kemudian telah dibaca oleh banyak orang. Melainkan lebih karena bobot pemikiran, analisis, sekaligus kritik yang diajukan Gus Dur.
Ujaran dan ajaran Gus Dur di buku ini sangat refleksional dan tak lekang oleh waktu. Meski tulisan yang mengisi buku ini adalah tulisan lama yang telah dimuat di Majalah Tempo pada kurun waktu 1970-an hingga 1990-an, tapi tetap dan selalu relevan dengan keadaan Indonesia sekarang.
Gus Dur juga menyoroti fenomena perbedaan jatuhnya hari raya Idul Fitri di Indonesia. Perihal kerudung, pribumi, hingga penempatan agama dalam politik (kebangsaan) yang saat ini menjadi perdebatan ternyata juga telah masuk radar pemikiran Gus Dur sejak puluhan tahun lalu.
Hal lain yang penting untuk direnungi adalah tentang negara islam yang konsepnya tidak jelas, bahkan tampak sebagai doktrin yang tidak memiliki landasan. Gus Dur juga menyoroti ekspresi sekelompok orang yang sering menampilkan kemarahan dan bersikap eksklusif. Kelompok-kelompok fundamentalis yang menganggap diri membela agama dan Tuhan. Â Padahal, tindakan-tindakan tersebut justru mendistorsi agama.
"Tuhan Tidak Perlu Dibela" adalah salah satu bukti jangkauan berpikir Gus Dur yang tidak hanya luas, tapi juga mendalam. Melalui buku ini terlihat sisi lain dari keistimewaan seorang Abdurrahman Wahid. Membaca tulisan-tulisannya dapat dipahami mengapa ia dianggap sebagai guru bangsa.
***
Itulah buku-buku yang bisa diambil sebagai bacaan selama Ramadan tahun ini. Alangkah baiknya membaca buku bukan sekadar aktivitas selingan di kala puasa, tapi menjadi ikhtiar untuk menggali ilmu dan menambah pengetahuan sebagai bekal menjalani kehidupan sosial beragama yang lebih baik dan benar. Bacaan-bacaan bagus semoga bisa memoderasi pikiran dan sikap kita dalam menghayati serta mengamalkan ajaran agama. Selamat berpuasa dan jangan lupa membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H