Wahid Hasyim yang tiada lain adalah ayahanda Gus Dur, wafat kala usianya masih muda, saat Bangsa Indonesia sebenarnya masih membutuhkan pemikiran dan peran besar darinya. Biografi "Wahid Hasyim Untuk Republik Dari Tebuireng" memaparkan kisah hidup, kiprah, dan sumbangsihnya untuk Indonesia.
5. Tuhan Tidak Perlu Dibela (Noktah & LKiS Yogyakarta)
Buku best seller nasional ini telah diterbitkan dan dicetak beberapa kali. Menyajikan 73 buah pemikiran Gus Dur atau Abdurrahman Wahid.
Bukan semata karena judulnya "Tuhan Tidak Perlu Dibela" yang memantik penasaran sekaligus perdebatan, sehingga buku ini kemudian telah dibaca oleh banyak orang. Melainkan lebih karena bobot pemikiran, analisis, sekaligus kritik yang diajukan Gus Dur.
Ujaran dan ajaran Gus Dur di buku ini sangat refleksional dan tak lekang oleh waktu. Meski tulisan yang mengisi buku ini adalah tulisan lama yang telah dimuat di Majalah Tempo pada kurun waktu 1970-an hingga 1990-an, tapi tetap dan selalu relevan dengan keadaan Indonesia sekarang.
Gus Dur juga menyoroti fenomena perbedaan jatuhnya hari raya Idul Fitri di Indonesia. Perihal kerudung, pribumi, hingga penempatan agama dalam politik (kebangsaan) yang saat ini menjadi perdebatan ternyata juga telah masuk radar pemikiran Gus Dur sejak puluhan tahun lalu.
Hal lain yang penting untuk direnungi adalah tentang negara islam yang konsepnya tidak jelas, bahkan tampak sebagai doktrin yang tidak memiliki landasan. Gus Dur juga menyoroti ekspresi sekelompok orang yang sering menampilkan kemarahan dan bersikap eksklusif. Kelompok-kelompok fundamentalis yang menganggap diri membela agama dan Tuhan. Â Padahal, tindakan-tindakan tersebut justru mendistorsi agama.
"Tuhan Tidak Perlu Dibela" adalah salah satu bukti jangkauan berpikir Gus Dur yang tidak hanya luas, tapi juga mendalam. Melalui buku ini terlihat sisi lain dari keistimewaan seorang Abdurrahman Wahid. Membaca tulisan-tulisannya dapat dipahami mengapa ia dianggap sebagai guru bangsa.
***
Itulah buku-buku yang bisa diambil sebagai bacaan selama Ramadan tahun ini. Alangkah baiknya membaca buku bukan sekadar aktivitas selingan di kala puasa, tapi menjadi ikhtiar untuk menggali ilmu dan menambah pengetahuan sebagai bekal menjalani kehidupan sosial beragama yang lebih baik dan benar. Bacaan-bacaan bagus semoga bisa memoderasi pikiran dan sikap kita dalam menghayati serta mengamalkan ajaran agama. Selamat berpuasa dan jangan lupa membaca.