***
Sepanjang lebih dari 7 tahun ber-Kompasiana, saat mendapat penghargaan, saat terlena oleh pencapaian, dan saat harus menerima kritik serta respon yang kurang menyenangkan, saya mendapatkan satu nilai paling berharga, yaitu rendah hati. Meski aktivitasnya berada di ruang maya, tapi bagi saya Kompasiana adalah ruang kelas yang nyata untuk belajar rendah hati.Â
Di sini saya belajar bahwa rendah hati bisa membawa kita ke tempat yang lebih baik. Sebaliknya sikap puas diri dan tinggi hati tidak akan membawa kita melangkah jauh. Dengan mengembangkan sikap rendah hati kita bisa terhindar dari sikap yang berlebihan atas penghargaan yang kita terima.Â
Dalam ber-Kompasiana, menempatkan diri lebih tinggi dibanding yang lain justru akan melemparkan kita ke jurang. Satu orang manusia tidak apa-apanya dibandingkan komunitas Kompasiana yang besar ini. Semahir apapun kita, apapun pangkat kita di Kompasiana, baik taruna hingga maestro bintang lima, semua kompasianer memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama.Â
Kerendahan hati menuntun saya belajar menerima kritik dan bagaimana bertahan menghadapinya tanpa perlu membalas menyerang sang pengkritik. Dalam menghadapi respon yang kurang menyenangkan terhadap tulisan-tulisan saya di Kompasiana, penting untuk tetap berpikir positif. Bagaimanapun bentuknya kritik tetaplah penting. Kita perlu memperhatikan kritik-kritik tersebut, meski tidak harus selalu menanggapinya. Kadang ada kritik yang hanya perlu didengarkan saja, ada yang cukup ditanggapi dengan "selow", dan ada yang harus direspon secara sungguh-sungguh dengan cara berbenah.
Memang tidak mudah untuk memiliki sikap rendah hati. Apalagi secara naluri setiap orang membutuhkan pengakuan. Manusia juga memiliki ego untuk menjadi lebih baik atau bahkan yang paling baik di antara yang lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa semua itu adalah sifat manusia yang juga tampak di komunitas Kompasiana.Â
Meskipun demikian, dalam ber-Kompasiana kita bisa memupuk kerendahan hati dengan berpegang pada prinsip Kompasiana sebagai etalase warga biasa. Bagi saya pribadi di antara beberapa slogan yang melekat pada Kompasiana, mulai dari "sharing & connecting" hingga "beyond blogging", istilah "etalase warga biasa" yang dicetuskan oleh pendiri Kompasiana Pepih Nugraha tersebut adalah yang paling mengena.Â
Pemahaman saya terhadap "etalase warga biasa" adalah bahwa kita semua datang ke Kompasiana sebagai warga biasa. Oleh karena itu, cara paling asyik untuk ber-Kompasiana sebenarnya adalah dengan tetap berlaku sebagai warga biasa. Pada saat yang sama, Kompasiana menunjukkan pada kita bahwa warga biasa mampu berkarya dan melahirkan kebaikan, jika dalam melakukannya disertai kerendahan hati untuk berbagi manfaat.
Kenangan saya di Kompasiana adalah kenangan tentang belajar rendah hati yang barangkali tidak cukup hanya dilakukan selama 7 tahun 5 bulan. Tapi saya yakin masih akan ada tahun ke-10 dan seterusnya untuk Kompasiana. Dengan demikian saya pun bisa terus belajar dan bersenang-senang di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H