Daya racun limbah pertambangan emas tradisional sangat berbahaya. Merkuri yang terkandung di dalamnya mudah terserap dan terakumulasi pada perairan, tanah, maupun tubuh makhluk hidup.
Petambang emas tradisional bertelanjang dada mengolah batuan hasil tambang (dok. pri).
Tak jelas apakah pertambangan emas tradisional di Ratatotok ini ilegal atau “direstui” oleh aparat dan pemerintah daerah. Terlepas dari masalah izin, kegiatan eksploitasi alam yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah lingkungan seperti ini semestinya menjadi perhatian serius pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara.
Jika kegiatan pertambangan dilakukan tanpa izin, maka pemerintah daerah dan aparat harus segera menutupnya. Selanjutnya pemerintah daerah perlu memfasilitasi para petambang emas tradisional untuk mendapatkan mata pencaharian baru dengan bekal pelatihan keterampilan. Perkebunan dan sektor wisata pantai di Ratatotok terlihat cukup potensial untuk dikembangkan.
Namun, jika pertambangan emas tradisional tersebut direstui maka pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan dan pemantauan yang ketat, khususnya terkait penggunaan bahan kimia berbahaya. Pemerintah daerah harus memastikan tersedianya fasilitas penanganan dan pengendalian limbah yang aman. Para petambang juga harus dibina agar mematuhi peraturan lingkungan, seperti tidak menebang pohon di hutan dan dilarang membuka lahan untuk pertambangan baru.
Mesin-mesin penghancur batuan dan pemisah emas yang menjadi tumpuan hidup petambang emas tradisional di Ratatotok (dok.pri).
Tidak seharusnya ada kompromi yang mempertaruhkan keselamatan lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat. Jika hanya demi kemilau emas dan godaan uang sampai membiarkan alam rusak, maka itu sama artinya mengundang bencana untuk datang mendekat. Satu hal lagi yang juga menjadi ironi, lokasi pertambangan emas tradisional di Ratatotok berada tak jauh dari Kebun Raya Minahasa yang sedang dikembangkan oleh LIPI dan Pemerintah sebagai kawasan konservasi.
Lihat Inovasi Selengkapnya