Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Mas To Dakwah dan Dayakan Potensi Lokal dengan Sate Klathak

19 Januari 2017   07:36 Diperbarui: 19 Januari 2017   19:15 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku-buku bermutu disediakan di setiap meja untuk mempertebal budaya membaca bagi pengunjung yang bersantap di Warung Nglathak (dok. pribadi).

Interior warung dibuat lebih berwarna, identik dengan anak muda, dan sangat berbeda dengan warung sate pada umumnya. Menu yang ditawarkan pun bertambah dan dimodifikasi. Selain sate klathak original, ada juga sate klathak manis dan sate klathak mozarella. Sementara minumannya ada yoghurt, es krim homemade, hingga teh bunga telang yang unik. Semua makanan dan minuman tersebut disajikan dengan tatanan yang menarik. “Sengaja dibuat instagramable. Jadi ramah untuk teman-teman yang hobi berfoto”, kata Mas To menjelaskan konsep kekinian Warung Nglathak.

Interior Warung Nglathak yang kekinian dan berbeda dengan warung sate lain pada umumnya (dok. pri).
Interior Warung Nglathak yang kekinian dan berbeda dengan warung sate lain pada umumnya (dok. pri).
Niatnya mengembangkan Warung Nglathak juga bukan sekadar untuk berbisnis mencari keuntungan. Dalam menjalankan usahanya Mas To berusaha mendukung pemberdayaan masyarakat lokal. “Warung ini ingin berdaya bersama dan memanfaatkan potensi lokal, jelasnya.

Prinsip tersebut ia wujudkan dengan tetap membeli daging dari peternak kambing dan domba di daerah Bantul. Selain bisa mendukung peternak, dengan cara tersebut ia juga bisa mengontrol dan menentukan kualitas daging yang digunakannya untuk membuat sate klathak. 

Mas To memilih daging yang berasal dari domba betina afkir, yaitu berusia di atas lima tahun. Kelestarian populasi menjadi alasannya. Domba yang berusia di atas lima tahun sudah tidak produktif melahirkan sehingga saat disembelih populasinya tak akan banyak terganggun. “Kalau yang betina muda disembeli terus, populasi domba dan kambing akan semakin berkurang”, terangnya. Soal kenikmatan ia menjamin sate klathak buatannya tetap empuk dan tidak berbau prengus meski berasal dari kambing tua.

Sate Klathak Original. Dagingnya dibeli dari peternak lokal di Bantul, sementara nasinya berasal dari beras organik yang ditanam oleh petani di Magelang (dok. pribadi).
Sate Klathak Original. Dagingnya dibeli dari peternak lokal di Bantul, sementara nasinya berasal dari beras organik yang ditanam oleh petani di Magelang (dok. pribadi).
Sate Klathak Mozarela. Meski mendapat sentuhan ala barat, tape sate ini diracik dari potensi lokal dengan memberdayakan peternak dan petani dari sekitar Yogyakarta (dok. pribadi).
Sate Klathak Mozarela. Meski mendapat sentuhan ala barat, tape sate ini diracik dari potensi lokal dengan memberdayakan peternak dan petani dari sekitar Yogyakarta (dok. pribadi).
Teh Biru, diracik dari bunga telang yang didatangkan dari pembudidayanya di Kediri (dok. pribadi).
Teh Biru, diracik dari bunga telang yang didatangkan dari pembudidayanya di Kediri (dok. pribadi).
Tak hanya memberdayakan peternak lokal, Warung Nglathak juga menggunakan beras organik dari petani di Magelang. Sementara bahan dasar susu untuk meracik yoghurt didapatkan dari peternak sapi perah di daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Jaringan tema dan sesama alumni IPB yang memiliki produk olahan makanan dan minuman juga ia manfaatkan. Teh Biru Bunga Telang misalnya, bahan bunga kering ia dapatkan dari temannya di Kediri. “Teh Bunga Telang sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi kurang terkenal sehingga saya bantu mempromosikan dalam bentuk teh biru”, ujarnya sambil melanjutkan bahwa ia dan teman-temannya saling mendukung karena memiliki prinsip yang sama yakni memberdayakan masyarakat.

Mengajak Kebaikan

Di Warung Nglathak, pada tembok bagian dalam dan luar, dijumpai beberapa untaian kata, seperti kutipan, nasihat, dan ajakan. Salah satu yang menarik adalah penawaran sate klathak gratis bagi pengunjung yang berbuka puasa Senin-Kamis atau yang sudah mengaji sebanyak dua juz Al Quran. Menurutnya hal tersebut hanya sebagai bentuk dakwah untuk mengajak kebaikan. Sejauh ini sudah ada beberapa mahasiswa yang datang untuk berbuka puasa di Warung Nglathak. Saat datang mereka cukup mengatakan sudah berpuasa.

Bukan hanya berbisnis, melalui Warung Nglathak Mas To juga berusaha menyampaikan ajakan kebaikan secara sederhana (dok. pribadi).
Bukan hanya berbisnis, melalui Warung Nglathak Mas To juga berusaha menyampaikan ajakan kebaikan secara sederhana (dok. pribadi).
Mas To tidak ambil pusing jika nantinya ada pembeli yang berpura-pura puasa atau membaca Al Qur’an agar dapat makan Warung Nglathak secara gratis. “Penawaran itu tulus. Yang penting saya sudah berusaha mengajak. Masalah kejujuran itu urusan setiap orang dengan Tuhannya masing-masing”, katanya.

Warung Nglathak juga berusaha menerapkan bentuk kebaikan lainnya, yaitu go green secara sederhana. Untuk meminimalkan dampak pembakaran sate, arang yang digunakan adalah jenis briket yang terbuat dari daur ulang limbah tempurung kelapa. Sementara salah satu menu yang disajikan, yaitu ayam goreng, menggunakan daging ayam organik.

Pengunjung yang berpuasa Senin-Kamis bisa berbuka dengan menu Warung Nglathak secara gratis (dok. pribadi).
Pengunjung yang berpuasa Senin-Kamis bisa berbuka dengan menu Warung Nglathak secara gratis (dok. pribadi).
Buku-buku bermutu disediakan di setiap meja untuk mempertebal budaya membaca bagi pengunjung yang bersantap di Warung Nglathak (dok. pribadi).
Buku-buku bermutu disediakan di setiap meja untuk mempertebal budaya membaca bagi pengunjung yang bersantap di Warung Nglathak (dok. pribadi).
Ajakan kebaikan yang disampaikan di Warung Nglathak tak hanya soal amalan ibadahpuasa, membaca Al Qur’an, dan go green, tapi juga tentang budaya membaca. Pada setiap meja di warung tersebut terdapat kantung kain berisi buku-buku yang bisa dibaca secara gratis oleh pengunjung sambil menunggu atau menikmati makanan serta minuman. Menurut Mas To hal itu disambut baik oleh pembeli. “Di luar dugaan saya, bukan hanya pengunjung dari kalangan mahasiswa yang membaca buku-buku itu, tapi juga orang tua”, katanya sambil kemudian mempersiapkan Sate Klathak original untuk dicicipi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun