Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Mas To Dakwah dan Dayakan Potensi Lokal dengan Sate Klathak

19 Januari 2017   07:36 Diperbarui: 19 Januari 2017   19:15 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada banyak makna di balik tampilan polos Sate Klathak di Warung Nglathak (dok. pribadi).

Muhammad Subroto (33) antusias menceritakan kisahnya merintis usaha kuliner sate klathak. Di “Warung Nglathak” miliknya yang berlokasi di Jalan Gambiran  Karangasem Baru, Gang Seruni No. 7, Kabupaten Sleman, sekitar 300 meter di utara kampus UGM dan UNY, pria yang akrab dipanggil Mas To tersebut juga menuturkan misi dan niat yang coba ia sampaikan melalui aneka olahan daging kambing atau domba yang ditawarkan. 

“Kebetulan dulu saya kuliah di jurusan peternakan”, katanya pada Selasa (17/1/2017) sore. Selain itu, ia juga mengaku menyukai masakan berbahan dasar daging kambing dan domba.

Setelah lulus dari IPB pada 2007, Mas To memutuskan tinggal di Yogyakarta yang merupakan daerah asal orang tuanya. Di Yogyakarta lidahnya menemukan kenikmatan baru daging kambing setelah mencecap sate klathak. Teman-teman yang suka berkumpul dengannya juga suka dengan sate klathak.

Namun, ia tak langsung membuka warung sate klathak. Jiwa wirausahanya lebih dulu menuntunnya beternak domba dan kambing. Selanjutnya pada 2012 ia menekuni bisnis catering untuk keperluan aqiqah. Dalam perjalanannya Mas To mencoba memberdayakan masyarakat lokal dengan membina peternak kambing. Dari situlah ia tertarik membuka warung sate klathak dengan memanfaatkan produk daging kambing dari peternak binaannya yang sudah mandiri.

***

Mas To mulai merintis usaha kuliner sate klathak pada 27 Mei 2015 dengan membuka warung kaki lima di daerah Ngampilan, tak jauh dari jantung wisata Kota Yogayakarta, Malioboro. Ia melabeli warung satenya dengan nama “Nglathak”, istilah umum untuk menyebut kebiasaan berkumpul sambil menyantap sate klathak. 

Selama di Ngampilan, Mas To berjualan sate klathak dari pukul 17.00 WIB-23.00 WIB. Lokasinya yang dekat dengan pusat kota dan tempat wisata, membuat Warung Nglathak banyak didatangi wisatawan. 

Akan tetapi, ia hanya bertahan satu tahun di tempat tersebut. Selain karena lokasinya yang sudah tidak memungkinkan untuk membuka warung kaki lima, ia  mengemukakan alasan lainnya. “Di Ngampilan memang ramai, terutama saat weekend karena banyak wisatawan. Tapi memasuki hari biasa pembelinya langsung menurun”, ungkapnya.

20170117-175009-fotor-588004ecad9273080ed86144.jpg
20170117-175009-fotor-588004ecad9273080ed86144.jpg
Meninggalkan Ngampilan bukan berarti Warung Nglathak tutup selamanya. Mas To mencoba mencari lokasi baru sebagai tempat usaha. Butuh waktu sekitar lima bulan hingga akhirnya pria kelahiran Jakarta, 13 Maret 1984, tersebut membuka kembali Warung Nglathak di lokasinya sekarang, Jalan Gambiran Karangasem, mulai 3 Desember 2016.

Berdaya Bersama

Meski mempertahankan nama “Warung Nglathak”,  Mas To mengubah konsep dan tampilan sate klathak yang dijualnya di tempat baru. Warung Nglathak bertransformasi menjadi lebih kekinian agar dekat dengan anak muda, khususnya mahasiswa. Jam bukanya dari pukul 12.00 WIB-21.00 WIB dan hanya libur pada hari Jumat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun