Kamis, 28 Agustus 2014, untuk pertama kalinya saya antre berjam-jam demi mendapatkan bahan bakar minyak (BBM). Dimulai sekitar pukul 4.30 dan baru berhasil mendapatkan pertamax 4 jam kemudian. Saat itu jelang kenaikan harga BBM panic buyer menyerbu sejumlah SPBU di Yogyakarta. Saya tidak berniat ikut-ikutan memburu BBM sebelum harga naik. Namun, bensin di sepeda motor sudah hampir habis sehingga mau tidak mau saya harus mengisinya lagi.
Tiga SPBU di sekitar kampus UGM Yogyakarta saya datangi. Di SPBU Kentungan yang pertama kali saya tuju sepeda motor sudah berbaris mengular ke jalan raya meski matahari belum sepenuhnya terbit pagi itu. Sayapun harus mengantre di baris belakang. dan hingga pukul 06.00 antrean hanya bergerak maju beberapa meter. Belakangan saya baru tahu bahwa di SPBU ini stok BBM ternyata sudah habis. Jadi pembeli yang mengantre hanya sedang menunggu stok BBM tiba.
Berharap bisa mendapatkan BBM di tempat lain, sayapun memutuskan keluar dari antrean dan bergegas menuju SPBU Terban yang berjarak sekitar 3 km. Sesampainya di SPBU stok BBM juga kosong.Sayapun kembali memacu kendaraan dengan bensin yang semakin menipis menuju SPBU Sagan di selatan kampus UGM. Kabar baik saya dapatkan. Stok pertamax tersedia di SPBU tersebut. Meskipun demikian, saya harus pasrah berada dalam antrean ratusan sepeda motor dan puluhan mobil yang panjangnya lebih dari 500 meter.
Akhirnya sekitar pukul 8.20 sepeda motor saya dapat terisi pertamax secara penuh. Sambil melaju meninggalkan SPBU, dalam hati saya saat itu sempat mengumpat kesal kepada pemerintah dan Pertamina karena telah menyusahkan rakyatnya.
Akan tetapi, saya buru-buru tersadar untuk tetap bersyukur karena masih bisa mendapatkan BBM dengan harga normal dan tidak perlu menunggu berhari-hari. Saya masih jauh lebih beruntung dibanding masyarakat di sejumlah daerah yang harus terbiasa menghadapi kelangkaan BBM karena keterbatasan stok. “Kesusahan” yang saya alami pagi itu tidak seberapa dibandingkan nasib masyarakat di daerah terpencil yang harus membeli BBM dengan harga jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal. Dan, kekesalan saya kepada Pertamina juga kurang adil jika mengetahui kerja keras BUMN energi tersebut dalam melayani kebutuhan masyarakat di tengah tantangan pendistribusian energi paling rumit sejagat.
***
Mendistribusikan energi, terutama bahan bahan bakar minyak dan gas di Indonesia tidak sesederhana memindahkan isi truk BBM ke wadah penampungan menggunakan selang. Selama ini untuk mengangkut BBM maupun gas ke sebagian besar wilayah di tanah air, Pertamina mengandalkan kapal laut sebelum kemudian distribusi dilanjutkan dengan berbagai moda transportasi. Wilayah Indonesia yang luas dan tersebar, kondisi geografis yang beragam, serta gangguan cuaca yang sering terjadi, membuat distribusi tidak mudah. Ditambah minimnya infrastruktur serta panjangnya rantai distribusi, sehingga distribusi seringkali membutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar.
Untuk memenuhi kebutuhan Papua misalnya, BBM didatangkan dari Balikpapan melalui jalur laut. Sesampainya di terminal besar Wayame, BBM baru didistribusikan melalui darat dan udara untuk memenuhi stok SPBU-SPBU kecil di pelosok Papua. Dengan segala kemungkinan cuaca dan medan di Papua, apalagi bergantung pada pesawat komersil reguler membuat BBM seringkali terlambat tiba. Masyarakat Papua akhirnya harus bersabar dan menerima harga BBM Rp60.000 hingga Rp100.000 per liter.
Sementara itu untuk menyalurkan ke daerah pedalaman lain seperti di Kalimantan, sungai menjadi tumpuan. JIka musim kemarau dan debit sungai menyusut, distribusi dialihkan dengan menggunakan truk tangki dengan resiko melalui jalur darat yang kondisinya kurang baik atau pasokan diambil dari daerah lain yang memungkinkan rute tercepat.
Selanjutnya untuk menjaga stok BBM di wilayah Indonesia bagian timur, Pertamina akan membangun sejumlah tangki BBM dengan kapasitas total 71.500 kiloliter serta beberapa terminal LPG. Pada 2017 Pertamina berencana membangun 22 unit Agen Premium Minyak Solar (APMS) yang tersebar di berbagai wilayah.
Untuk mendistribusikan energi Pertamina mengoperasikan sekitar 200 kapal berbagai ukuran yang 66 di antaranya adalah kapal milik Pertamina dan sisanya disewa. Dalam setahun kapal-kapal tersebut bisa melakukan 17.000 perjalanan atau 45 perjalanan dalam sehari. Jadi bisa dibayangkan betapa intensifnya upaya dan investasi yang dilakukan Pertamina demi memastikan kelangsungan distribusi energi di Indonesia.
Pertamina Gas 2 adalah salah satu elemen pertama dan utama dalam rantai distribusi LPG di Indonesia. Gas bahan baku LPG yang diimpor oleh Indonesia diterima dan ditampung di kapal ini. Pertamina Gas 2 dilengkapi infrastruktur pengolahan gas LPG yang canggih. Dari kapal ini, gas akan diteruskan melalui kapal-kapal lain yang berukuran lebih kecil dan kemudian akan dihantarkan menuju terminal di darat untuk dimasukkan ke dalam tabung-tabung LPG siap pakai.
Perjuangan mendistribusikan energi juga dilakukan oleh para sopir truk tangki BBM yang beroperasi hingga tengah malam. Para sopir tersebut selain harus memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, juga dituntut bekerja dengan standar keamanan dan keselamatan yang tinggi. Oleh karena itu pula Pertamina selama ini memberikan pelatihan dan pengawasan kepada sopir truk tangki BBM. Di setiap truk tangki BBM terpasang GPS dan alarm pengingat kedisplinan sopir yang akan memberikan tanda jika terjadi pelanggaran seperti melaju di luar batas kecepatan. Di sisi lain Pertamina menyediakan fasilitas tempat beristirahat yang nyaman untuk menjaga kesehatan dan kebugaran para sopir tersebut.
Meskipun banyak upaya yang telah dilakukan untuk mendistribusikan energi, Pertamina tetap dituntut untuk terus melakukan terobosan mengingat kebutuhan energi yang semakin besar. Salah satu yang diharapkan adalah menambah jumlah SPBU terutama di luar Jawa. Pertamina bisa memaksimalkan keberadaan KUD atau BUMDes sebagai mitra untuk membangun SPBU kecil di daerah-daerah.
Meremajakan atau menambah jumlah kapal pengangkut minyak dan gas juga perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas distribusi. Selain itu, Pertamina juga diharapkan segera meningkatkan realiasasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) karena akan sangat berguna untuk memperkuat stok energi di masa mendatang. Ke depan pemanfaatan EBT dapat diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan daerah yang terdekat dengan sumber energi tersebut.
***
Energi seperti Bahan Bakar Minyak dan Gas, adalah syarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk membangun sekaligus menjadi kebutuhan penting masyarakat agar bisa menjalankan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan mendistribusikan energi secara merata juga menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan. Meski tidak mudah dan penuh resiko, namun ikhtiar terus dilakukan oleh Pertamina.
Kita berharap “Jihad Energi” tersebut akan terus mendatangkan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat. Jika energi dapat terpenuhi dan terjangkau, maka biaya logistik serta harga kebutuhan sehari-hari tak akan melambung tinggi. Perekenomian rakyat pun akan semakin bergairah. Pada akhirnya semua perjuangan dan pengorbanan tak kenal lelah untuk mewujudkan pemerataan energi akan mempercepat kemajuan di seluruh pelosok negeri. Semoga.
Teks dan foto: Hendra Wardhana
Twitter @_hendrawardhana
Facebook Hendra Wardhana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H