Negeri serba ada. Itulah Indonesia yang kekayaan alamnya melimpah dan tersebar di semua penjuru. Semuanya adalah modal berharga untuk mencapai kemakmuran. Syaratnya Indonesia harus mampu memanfaatkan serta mengelola setiap kekayaan alamnya secara maksimal dan bertanggung jawab.
Salah satu upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan pertambangan. Selama puluhan tahun pertambangan telah memberikan banyak manfaat yang nyata bagi Indonesia, terutama dalam pembangunan. Pertambangan berkontribusi menyumbang pendapatan negara dengan jumlah yang tidak sedikit. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 2014 jumlah penerimaan negara dari pertambangan mencapai 158,46 triliun rupiah yang meliputi pajak sebesar 118,80 triliun rupiah dan penerimaan bukan pajak sebesar 39,66 triliun rupiah. Jumlah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010.
Menghidupkan Wilayah, Menggiatkan Masyarakat
Kondisi di Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB menjadi salah satu contoh bahwa pertambangan telah membangunkan harapan. Beroperasinya sebuah perusahaan tambang tembaga pada tahun 2000 mengubah Sekongkang yang dulu terisolir dan tertinggal menjadi sebuah kecamatan yang bergairah. Jalanan beraspal kini menghubungkan desa-desa di Sekongkang dengan daerah tetangganya. Sepeda motor dan beberapa mobil lalu lalang mengantar aktivitas masyarakat terutama di pagi dan sore hari. Padahal, dahulu masyarakat seringkali harus menunggang kuda melewati jalanan tanah untuk keluar dari daerahnya.
Jaringan listrik dan telekomunikasi telah berkembang pesat di Sekongkang. Mesin ATM bank BUMN bukan lagi sesuatu yang asing di daerah ini. Bahkan, ada sebuah klinik dokter yang beroperasi hingga malam hari.
Perusahaan tambang juga membangun sekolah dari jenjang SD hingga SMA sehingga memberikan pilihan yang lebih baik bagi pendidikan anak-anak dan masyarakat. Salah satu penduduk Sekongkang bernama Sahabudin merasakan betul manfaat dibangunnya sekolah-sekolah tersebut. Ia membandingkan perjuangannya dulu saat berangkat ke sekolah yang jaraknya cukup jauh dengan kedua anaknya yang kini bisa belajar di SMP dan SMA di Sekongkang.
Wilayah lingkar tambang lainnya di sekitar Sekongkang juga bergiat dengan memanfaatkan pelaksanaan program pengembangan masyarakat atau community development perusahaan tambang. Di tempat pembuatan jaring sabut kelapa (coconet) yang dibina oleh perusahaan tambang, para ibu rumah tangga dan anak muda yang sebelumnya tidak bekerja menjadi lebih berdaya. Setiap bulan mereka mampu mendapatkan penghasilan 1,5-3 juta rupiah. Sementara itu, masyarakat yang ingin bercocok tanam bisa mendapatkan bantuan bibit sengon, jati, kelengkeng, rambutan, nangka, buah naga dan lain sebagainya secara gratis dari kebun pembibitan yang juga dibangun oleh perusahaan tambang.
Kehidupan yang berkembang karena pertambangan tak hanya dijumpai di Nusa Tenggara Barat. Di tanah Papua, perusahaan tambang juga menjadi agen perubahan bagi masyarakat. Selain menyerap lebih dari 12.000 pekerja langsung yang 35% di antaranya adalah asli Papua, melalui tanggung jawab sosial berbasis pengembangan masyarakat, PT. Freeport Indonesia (PTFI) berupaya mendorong masyarakat lingkar tambang untuk tumbuh bersama dengan merintis berbagai usaha termasuk UMKM.
Tantangannya tidak mudah karena kewirausahaan tergolong hal baru bagi banyak masyarakat lokal di Papua. Meskipun demikian, pembinaan terus dilakukan sejak 1996. PTFI bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan mengoptimalkan potensi daerah dan kearifan lokal. Program ini disebut pengembangan masyarakat berbasis desa.
Kehidupan masyarakat lingkar tambang juga diperkuat melalui pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik. Beberapa contohnya, PTFI berperan membangun 2 rumah sakit, 3 klinik umum, dan 2 klinik spesialis untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis. Berkat pembangunan fasilitas kesehatan yang disertai edukasi kepada masyarakat, kejadian malaria sepanjang 2011-2014 berhasil diturunkan hingga 70% dan keberhasilan penanganan TB meningkat 99%.
Sementara itu, upaya ikut memajukan pendidikan generasi penerus Papua diwujudkan dengan memberikan 9.500 beasiswa sejak 1996. Sekolah, asrama, hingga balai latihan kerja dibangun untuk membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja, terutama di sektor pertambangan.
Memberdayakan Lewat Budaya
Membangun kehidupan masyarakat tidak ada artinya jika budaya lokal dilupakan. Oleh karena itu, di Timika PTFI juga mendorong pengembangan masyarakat lokal melalui jalur budaya dengan terlibat dalam usaha membangkitkan kembali seni ukir kayu suku Kamoro. Hal ini berbeda dengan kekhawatiran yang sering terjadi jika kegiatan pertambangan akan mendesak eksistensi budaya lokal.
Suku Kamoro yang jumlahnya mencapai 18.000 orang tinggal di sekitar 45 kampung di pesisir selatan Papua. Sebagian besar dari mereka hidup seminomaden dengan budaya meramu serta mengumpulkan bahan makanan dari hutan, rawa, dan sungai di sekitar tempat tinggalnya. Keahlian memancing dan berburu yang dimiliki membuat orang Kamoro mudah mendapatkan ikan dan daging dari alam. Makanan pokok berupa sagu juga didapatkan dari alam.
Peran PTFI dalam mengembangkan seni ukir kayu Kamoro tidak sebatas mendokumentasikannya. Oktavianus Etapuka, salah satu pengukir kayu Kamoro yang saya temui di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Juni 2016 lalu mengatakan bahwa promosi dan edukasi yang difasilitasi oleh PTFI membuat seni ukir kayu Kamoro kembali bergairah. Semakin banyak orang Kamoro, termasuk pada generasi mudanya, yang tertarik menggeluti seni ukir kayu. Mereka mulai paham bahwa selain untuk melestarikan warisan budaya, mengukir juga dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.
Saat ini orang-orang Kamoro banyak membuat ukiran kayu untuk dijual sebagai cenderamata. Menurut Oktavianus, ukiran kayu khas Kamoro semakin dikenal karena PFTI sering membawa ukiran kayu Kamoro dan para pengukirnya mengikuti kegiatan promosi di luar daerah. Selain itu, para pengukir juga mendapat pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas ukiran mereka agar semakin diminati. Teknik mengampelas hingga bentuk ukiran yang lebih universal saat ini mulai diterapkan pada ukiran kayu khas Kamoro.
***
Barangkali itulah beberapa contoh pertambangan yang mampu menyentuh masyarakat sehingga kehadirannya memberikan manfaat yang luas. Perusahaan tambang yang tidak sekadar mendorong peningkatkan pendapatan, namun juga mengangkat harkat masyarakat dengan membangkitkan daya untuk mengembangkan hidup.
Perusahaan tambang memang tidak boleh menganggap tanggung jawab sosial atau program pengembangan masyarakat sebagai kewajiban, apalagi beban. Melainkan menjadikannya sebagai kebutuhan atau “panggilan jiwa” yang perlu dilakukan meski seringkali tidak mudah.Kesuksesan bisnis pertambangan tidak hanya diukur dengan pencapaian laba atau indikator finansial. Namun, juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat, termasuk mengatasi realita kehidupan yang berbeda antara kondisi masyarakat lingkar tambang dengan derap laju bisnis pertambangan.
Tidak boleh pertambangan maju dengan meninggalkan masyarakat jauh di belakang. Masyarakat justru harus menjadi penerima manfaat terbesar. Dengan demikian, pertambangan bisa menjadi agen perubahan yang bertindak nyata menggerakkan masyarakat agar maju secara bersama-sama sekaligus berkembang sesuai harkatnya sebagai manusia yang mampu membangun kehidupan dan kebudayaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H