Sayangnya, budaya kesiapsiagaan bencana belum tumbuh dengan baik dalam masyarakat Indonesia. Padahal, hal itu mutlak diperlukan untuk meminimalkan korban dan kerusakan yang terjadi. Di sisi lain menurut UNISDR resiko jumlah penduduk yang mungkin kehilangan nyawa akibat bencana di Indonesia sangat tinggi.
Hingga saat ini radio masih menjadi sarana komunikasi yang populer di Indonesia. Radio tetap bertahan meski banyak media informasi dan komunikasi yang lebih canggih, seperti televisi, internet dan media sosial. Menurut survey Nielsen tentang konsumsi media (2014), radio berada di urutan ketiga di bawah televisi dan internet. Bahkan, di luar Jawa radio hanya kalah oleh televisi dengan tingkat konsumsi 37%.
Bagi Indonesia yang wilayahnya luas dan tersebar, siaran radio cukup vital karena mampu menyebarkan informasi hingga ke pelosok desa secara cepat dengan biaya yang murah. Radio juga memiliki kedekatan dengan lapisan masyarakat tertentu. Karakter radio tersebut harus dimanfaatkan untuk kesadaran mengantisipasi dan menghadapi bencana.
Lebih Kreatif
“Asmara di Tengah Bencana” adalah bentuk komunikasi kreatif yang memuat informasi kebencanaan dengan sentuhan budaya lokal. Pendekatan budaya, salah satunya dengan mengangkat cerita berlatar kerajaan di Jawa, diharapkan lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Drama ini juga dibawakan dengan ekspresi suara yang menarik. Pengisi suaranya memiliki gaya bahasa, tekanan suara, dan cara pengucapan yang mampu menghidupkan cerita. Pengisi suara yang berkarakter sangat penting karena sandiwara radio membutuhkan penuturan yang komunikatif agar isinya mudah dimengerti. Karakter suara yang kuat mampu menciptakan ikatan emosional dengan pendengar sehingga mereka betah menyimak ceritanya. Selain itu, dapat memperkuat pesan yang disampaikan.
Jika dibedah, cerita “Asmara di Tengah Bencana” memuat tiga aspek kebutuhandalam komunikasi bencana, yaitu informatif, edukatif, dan menghibur. Drama radio ini memiliki fungsi informatif karena pendengarnya mendapatkan informasi seputar bencana alam yang dapat dipahami dengan mudah. Sementara fungsi edukatif bermakna bahwa cerita yang disampaikan menjadi sarana untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan masyarakat dalam mengenal serta menghadapi bencana. “Asmara di Tengah Bencana” berfungsi sebagai media hiburan untuk mengisi waktu senggang, menghilangkan kebosanan, sekaligus mengobati kerinduan para penggemar drama radio.
BNPB perlu bekerja sama dengan lebih banyak stasiun radio sehingga menjangkau lebih banyak masyarakat, terutama yang tinggal di dekat kawasan bencana. Stasiun radio dan BNPB perlu membuka ruang interaksi dengan masyarakat untuk menguatkan kesan setelah mendengar ceritanya. Melalui cara tersebut akan didapatkan masukan yang penting, misalnya hari dan jam siar yang tepat. Sosialisasi dan ajakan untuk mendengarkan “Asmara di Tengah Bencana” juga harus dilakukan secara masif, salah satunya melalui media sosial.