Syarat utama tercapainya pembangunan nasional yang berkualitas adalah ketersedian infrastruktur yang memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Infrastruktur yang baik akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta mendukung kedaulatan pangan dan energi yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Industri dan pariwisata juga akan ikut berkembang. Dalam lingkup yang lebih besar, infrastruktur akan menentukan daya saing Indonesia.
Sayangnya, setelah 70 tahun merdeka keadaan infrastruktur Indonesia masih belum mantap. Sebagai negara dengan wilayah yang luas, konektivitas dan keterpaduan antara infrastruktur juga belum baik. Jika dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, kualitas infrastruktur di Indonesia tergolong kurang maju.
Di sisi lain, pembangunan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun justru menghasilkan ketimpangan yang sangat besar antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kondisi infrastruktur di Jawa dan sekitarnya lebih baik dan maju dibandingkan dengan infrastruktur di luar Jawa. Buktinya sepertiga panjang jalan di Indonesia dibangun di Jawa. Contoh lainnya, infrastruktur listrik nasional 80% diantaranya merupakan sistem jaringan Jawa, Madura, dan Bali.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia selama ini bersifat “Jawa Sentris”. Bahkan, bisa dianggap “Jakarta Sentris” karena lebih banyak berorientasi kepada kebutuhan dan kepentingan Jakarta. Pembangunan nasional yang sebenarnya belum benar-benar terlaksana.
Era Baru Pembangunan Nasional
Paradigma dalam pembangunan insfrastruktur perlu direvolusi. Jawa sentris yang terbukti tidak efektif dan telah menyebabkan kesenjangan harus diubah dengan pembangunan yang lebih merata. Oleh karena itu, konsep “Indonesia Sentris" yang diusung oleh pemerintahan Jokowi pantas disambut baik sebagai era baru pembangunan nasional.
Tiga kementerian ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan infrastruktur, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), serta Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi (Kemendes). Untuk mendukung pembangunan infrastruktur,pada 2016 KemenPUPR mendapat alokasi dana Rp104,08 triliun, Kemenhub Rp64,95 triliun, dan Kemendes Rp7,269 triliun. Dari besaran alokasi dana tersebut, terlihat bahwa peran dan tanggung jawab utama ada di KemenPUPR.
Memacu Pembangunan Luar Jawa
Pada April 2016 saya melakukan perjalanan darat dari Manado menuju Minahasa. Sebuah pemandangan mencolok dijumpai di tengah perjalanan. Ada bukit besar yang dibelah dan beberapa ruas jalan dibangun melaluinya. Rupanya, itu merupakan bagian dari pembangunan tol Manado-Bitung sepanjang 39 km sekaligus bagian dari 1000 km jalan tol yang akan dikembangkan di seluruh Indonesia selama lima tahun ke depan.
Tol Manado-Bitung hanyalah satu dari ratusan proyek strategis nasional. Dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 terdapat 225 proyek infrastruktur yang menitikberatkan pada pembangunan jalan tol, jalan nasional non-tol, bandar udara, pelabuhan, jaringan kereta api, bendungan, perumahan, hingga insfrastruktur pariwisata, energi dan ketenagalistrikan. Lokasi pembangunannya tak lagi didominasi di Jawa, tapi akan banyak dilakukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Terobosan Indonesia Sentris
Sebagai paradigma pembangunan, Indonesia sentris harus diikuti terobosan-terobosan yang tepat. Proyek pembangunan dalam rangka mengejar ketertinggalan infrastruktur di berbagai daerah membutuhkan biaya yang cukup besar yaitu Rp5.519 triliun untuk jangka waktu 2014-2019. Dari jumlah tersebut, pemerintah hanya mampu menyediakan anggaran hanya sekitar Rp1.400 triliun. Oleh karena itu, dibutuhkan investasi tambahan dari sektor swasta. Untuk menarik minat investor swasta agar terlibat dalam pembangunan maupun pembiayaan infrastruktur, pemerintah perlu menawarkan proposal yang inovatif disertai kepastian target dan regulasi yang menguntungkan.
Pembangunan Indonesia sentris juga membutuhkan komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat. Untuk hal ini Presiden Jokowi telah menunjukkan contoh yang baik dengan melibatkan diri secara langsung melalui blusukan ke banyak daerah dan lokasi proyek pembangunan. Upaya presiden ini akan mendorong kinerja di lapangan, meningkatkan koordinasi, sekaligus memberikan motivasi ke pemerintah daerah. Keterlibatan presiden secara langsung dalam mendorong proyek infrastruktur juga bermanfaat dalam meningkatkan keyakinan dan kepercayaan investor/swasta.
Pembangunan Indonesia sentris harus diarahkan untuk meningkatkan keterpaduan antara kegiatan di wilayah perkotaan dan desa. Selama ini pengembangan jaringan infrastruktur di kota seringkali tidak menunjang bahkan merugikan kegiatan di pedesaan. Oleh karena itu, konsep Indonesia sentris diharapkan mampu menciptakan keuntungan fisik, sosial dan ekonomi yang lebih baik antara kota dan desa.
Pembangunan infrastruktur Indonesia sentrus harus disesuaikan dengan perkembangan global dan kebutuhan di masa depan agar mampu menciptakan daya saing yang lebih baik. Pembangunan tersebut juga harus menyentuh semua aspek. Penyediaan sarana penunjang konektivitas seperti tol laut, jalan tol, pelabuhan dan bandara, harus diikuti dengan pembangunan pada sektor lain seperti energi dan perumahan.
Era baru pembangunan di Indonesia telah dimulai. Semoga tak ada lagi berita tentang jalan berkubang lumpur di ujung negeri. Semoga juga tak ada lagi cerita tentang kehidupan yang penuh nestapa dari masyarakat Indonesia yang tak terjangkau pembangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H