Sebagai orang yang sering mengenakan pakaian batik atau yang bermotif batik, saya selalu memakainya atas dasar suka dan cinta. Bukan dilandasi kecemasan akan diakui oleh negara lain. Menurut saya, jika batik dipakai hanya agar tidak diklaim negara lain, apalagi dengan rasa tinggi hati bahwa batik adalah kuasa eksklusif Indonesia, itu justru akan membuat batik mati secara perlahan.
UNESCO memang telah mengakui batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Kota Batik Dunia pun telah ditetapkan ada di Yogyakarta. Namun, itu bukan berarti batik secara eksklusif dikuasai oleh Indonesia. Pengakuan tersebut juga bukan paten atas batik karena batik tak bisa dipatenkan. Hanya motif atau corak batik yang bisa dipatenkan. Sementara tidak semua motif batik bisa dipatenkan karena ada sejumlah syarat termasuk faktor sejarah yang dipertimbangkan dalam memberikan paten terhadap motif batik.
Semua orang, semua negara tak terkecuali Malaysia, China, bahkan Amerika  bisa menciptakan motif batik baru yang khas dan mengklaim sebagai milik mereka. Kita tak perlu marah akan hal itu karena meski semua negara menciptakan motif batik khas mereka, dunia sudah mengakui asal batik adalah dari Indonesia.
"Ayo lindungi batik agar tak dipatenkan oleh negara lain. Kalau bukan kita yang memakai, lalu siapa lagi?". Dorongan tersebut adalah sebuah kekeliruan dan cenderung menyesatkan. Batik sebagai kekayaan nasional justru harus didorong agar tak hanya menjadi milik Indonesia saja, tetapi milik dunia yang dilahirkan oleh Indonesia. Dengan demikian kita tak hanya bangga tapi juga bisa menyebarkan nilai-nilai luhur budaya negeri ke penjuru bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H