Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama featured

Batik Tak Bisa Dipatenkan dan Bukan Milik Indonesia Saja

2 Oktober 2015   09:56 Diperbarui: 2 Oktober 2017   13:07 5235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ibu sedang mengikuti workshop membatik di Yogyakarta.

Sebagai orang yang sering mengenakan pakaian batik atau yang bermotif batik, saya selalu memakainya atas dasar suka dan cinta. Bukan dilandasi kecemasan akan diakui oleh negara lain. Menurut saya, jika batik dipakai hanya agar tidak diklaim negara lain, apalagi dengan rasa tinggi hati bahwa batik adalah kuasa eksklusif Indonesia, itu justru akan membuat batik mati secara perlahan.

UNESCO memang telah mengakui batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Kota Batik Dunia pun telah ditetapkan ada di Yogyakarta. Namun, itu bukan berarti batik secara eksklusif dikuasai oleh Indonesia. Pengakuan tersebut juga bukan paten atas batik karena batik tak bisa dipatenkan. Hanya motif atau corak batik yang bisa dipatenkan. Sementara tidak semua motif batik bisa dipatenkan karena ada sejumlah syarat termasuk faktor sejarah yang dipertimbangkan dalam memberikan paten terhadap motif batik.

Semua orang, semua negara tak terkecuali Malaysia, China, bahkan Amerika  bisa menciptakan motif batik baru yang khas dan mengklaim sebagai milik mereka. Kita tak perlu marah akan hal itu karena meski semua negara menciptakan motif batik khas mereka, dunia sudah mengakui asal batik adalah dari Indonesia.

Monumen Batik di Yogyakarta.
Monumen Batik di Yogyakarta.
Batik perlu dilestarikan dengan cara dikembangkan seluas-luasnya. Ketika orang lain atau negara lain membuat motif sendiri, maka mereka sebenarnya juga sedang melestarikan batik Indonesia. Mengikat batik secara ekslusif hanya sebagai milik Indonesia adalah kerugian besar. Mengurung warisan budaya sama halnya mematikan budaya itu sendiri.

"Ayo lindungi batik agar tak dipatenkan oleh negara lain. Kalau bukan kita yang memakai, lalu siapa lagi?". Dorongan tersebut adalah sebuah kekeliruan dan cenderung menyesatkan. Batik sebagai kekayaan nasional justru harus didorong agar tak hanya menjadi milik Indonesia saja, tetapi milik dunia yang dilahirkan oleh Indonesia. Dengan demikian kita tak hanya bangga tapi juga bisa menyebarkan nilai-nilai luhur budaya negeri ke penjuru bumi.

Membatik adalah menumpahkan rasa dengan canting dan kain.
Membatik adalah menumpahkan rasa dengan canting dan kain.
Batik dihasilkan dengan penuh ketulusan dan tumpahan rasa cinta pembuatnya. Oleh karena itu, pakailah batik atas dasar cinta. Bukan karena rasa angkuh agar tak dimiliki oleh orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun