Suatu malam, beberapa hari sebelum lebaran yang lalu saya dikejutkan dengan suara langkah kaki di samping rumah. Tergerak rasa ingin tahu, apalagi saat itu sudah lewat pukul 00.00, saya pun mengintip dari tirai jendela ruang tamu. Terlihat 2 orang baru saja meninggalkan halaman rumah. Sekilas saya mengenali ketiganya sebagai tetangga sekitar rumah. Namun saya tak tahu apa yang dilakukan mereka tengah malam itu.
Saat makan sahur saya menceritakan kejadian tersebut kepada orang rumah. Sayapun mendapatkan jawabannya. Rupanya 2 orang tersebut memang tetangga rumah yang sedang melakukan tugas ronda sekaligus mengambil uang “Jimpitan” di setiap rumah warga.
“Jimpitan”, istilah ini mungkin terdengar asing bagi banyak orang. Tapi tidak bagi mereka yang lahir dan tumbuh di desa seperti saya. Jimpitan adalah kebiasaan menghimpun iuran yang dilakukan oleh warga di sejumlah desa atau kampung.
Berbeda dengan iuran lainnya, jimpitan dilakukan dengan cara yang unik. Untuk menghimpun jimpitan, orang-orang desa menggantungkan wadah kecil di depan atau di samping rumah mereka. Ada juga yang meletakkannya di pagar rumah. Wadah-wadah itu berupa gelas plastik bekas kemasan air mineral atau kaleng kecil bekas kemasan susu. Secara rutin pemilik rumah mengisi wadah-wadah itu dengan beras atau uang receh. Apa yang diisikan biasanya disepakati terlebih dahulu.
Tapi kini bukan lagi beras yang diisikan sebagai iuran, melainkan sekeping uang Rp. 500 yang setiap hari diletakkan di wadah tersebut. Uang itu akan dikumpulkan oleh petugas ronda di malam hari. Jadi sembari berpatroli menjaga keamanan, petugas ronda yang sedang berkeliling juga bertugas mengambil uang jimpitan di setiap rumah warga. Biasanya hal itu dilakukan di atas pukul 23.00.
Beras atau uang hasil iuran jimpitan digunakan untuk kepentingan bersama. Dahulu saat jimpitan berupa beras, beras yang terkumpul biasa digunakan untuk menyumbang tetangga yang punya hajatan atau dimasak saat ada acara kampung seperti syukuran 17 Agustus. Beras-beras itu juga dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Jimpitan adalah salah kearifan lokal masyarakat desa yang perlu dipelihara. Kesadaran untuk menjaga dan mewujudkan kemakmuran lingkungan tempat tinggal secara bersama-sama ini patut ditiru. Sepertinya kita memang perlu banyak belajar dari desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H