Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Adalah Hermawan Kartajaya, pendiri sekaligus CEO Markplus Inc. yang menyatakan di masa pemilu dan kampanye banyak blogger dibayar oleh partai politik. Hermawan Kartajaya yang merupakan pakar marketing ternama di Indonesia dan ASEAN ini mengutarakan pendapat tersebut dalam dialog bersama RRI Pro 3 Jakarta yang saya dengar siarannya kemarin sore, 26 April 2014.
Dalam dialog yang membahas Bisnis dan Politik tersebut Hermawan menanggapi dan memberikan analisis terkait sejumlah hal mengenai pemilu dari sudut pandang marketing, mulai dari strategi kampanye, menaikkan popularitas dan elektabilitas hingga penentuan waktu membahas koalisi. Dan komentarnya tentang blogger yang dibayar oleh partai politik untuk membuat gaung popularitas partai atau mempengaruhi khalayak dalam upaya menaikkan elektabilitas partai dan tokoh tertentu, cukup menarik.
Blogger bayaran atau blogger yang menulis materi atas permintaan pihak tertentu dengan memperoleh imbal jasa bukanlah hal baru. Sejumlah blogger terutama yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dan memiliki banyak "penggemar" memang kerap membantu usaha pemasaran pihak tertentu. Mengenai imbalan yang diterima juga bukan hal yang haram atau keliru selagi dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan tidak menipu. Bahkan ada blogger yang menjadikan blog atau halaman menulisnya sebagai sumber pendapatan.
Namun fenomena blogger bayaran dalam konteks pemilu dan kampanye rasanya cukup menggelitik. Pada dasarnya fenomena blogger bayaran tidak jauh berbeda dengan akun twitter atau fans page yang dibuat oleh partai politik atau sejumlah caleg dan politikus. Semua memanfaatkan media sosial.
Di tengah model kampanye konvensional yang mulai dianggap membosankan, kering ide dan selain tentunya mahal, media sosial mulai menjadi "lapangan kampanye" yang ramai.Sejumlah caleg, politikus,capres dan partai ramai-ramai membuat akun di twitter dan facebook. Jikapun tidak mereka membayar akun-akun popular dengan pengikut banyak sebagai "juru kampanyenya". Biayanya masih jauh lebih murah dibanding dengan kampanye pengerahan massa di lapangan.
Akan tetapi blogger bayaran yang menulis materi di halaman blog miliknya sebagai penunjang citra parpol atau politikus agak berbeda dengan akun-akun di twitter dan facebook. Di twitter misalnya, meski daya jangkaunya luas dan cepat, namun sasaran "kampanye" di twitter cenderung acak, bahkan meski akun twitter tersebut memiliki banyak pengikut sekalipun. Selain itu ruang tulisan yang terbatas di twitter kurang memungkinkan akun simpatisan atau bayaran menyampaikan materi pencitraan secara meyakinkan dan panjang lebar. Bahkan meski ruang interaksi dan kultwit sangat memungkinkan digunakan namun faktanya materi yang dikampanyekan lewat twitter cenderung ringkas atau bersifat to the point dalam mengajak. Tak banyak gagasan dan alasan komprehensif yang dibangun di twitter. Menjelaskan sebuah data atau fakta seringkali menjadi sangat susah jika disampaikan di twitter.
Oleh sebab itu blogger bayaran dengan kemampuan menyediakan materi melalui tulisan panjang disertai rangkaian data yang disusun meyakinkan berpotensi sebagai media kampanye di masa depan. Apalagi kecenderungan bahwa kebanyakan blogger yang aktif menulis di blog adalah kaum terdidik sementara mereka yang menjadi pembaca setia biasanya juga adalah sesama blogger. Dengan demikian lingkungan blog ini sebenarnya merupakan tempat yang strategis untuk membangun pencitraan karena massa yang menjadi sasaran lebih pasti.
Kecenderungan lain bahwa antara blogger dengan pengikutnya biasanya memiliki keterikatan yang kuat, beberapa bahkan seperti idola dan fans. Hal ini sangat memungkinkan bagi seorang blogger bayaran untuk bisa mempengaruhi pembaca atau mengamini apa yang ditulisnya. Tentu saja faktor keberhasilan lainnya adalah kualitas tulisan yang meyakinkan.
Tulisan di blog lebih kekal dan daya alirnya lebih lambat dibanding twitter atau facebook. Sepintas ini merupakan kendala, tapi tak terlalu menjadi soal jika sebuah blog telah memiliki banyak pengikut aktif. Tulisan di blog juga bisa dibagikan melalui twitter dan facebook sebagai tautan.
Sifat tulisan yang lebih kekal juga membuat seorang blogger bayaran dituntut hati-hati dalam menulis dan menyampaikan data. Jika apa yang disampaikannya mengandung kebohongan, manipulasi atau atau menggunakan materi yang melanggar hak cipta, maka ia dalam masalah karena materi di blog membutuhkan waktu lebih lama untuk dihapus sehingga memungkinkan orang untuk mendokumentasikannya. Selain berpengaruh buruk pada pencitraan partai atau politikus terkait, hal itu juga bisa merusak personal branding nya sebagai blogger.
Dengan demikian seorang blogger yang profesional dan jujur semestinya tak akan mengada-ngada atau menyajikan data-data plintiran, sekalipun ia menulis atas pesanan. Sifat tulisan di blog tersebut mendorong blogger bayaran untuk menulis dengan penuh tanggung jawab.
Meski materi yang ditulis oleh blogger bayaran adalah sebuah pencitraan untuk sang pembayar, pikiran dan tulisannya tetap akan bebas. Namun idealisme dan prinsip kejujuran serta tanggung jawab ini mungkin bisa berubah jika blogger bayaran tersebut adalah simpatisan atau penggemar fanatik parpol atau tokoh politik yang membayarnya. Apa saja akan ditulis, data apapun akan diolah, argumen apapun akan dirangkai meski harus dilakukan dengan melanggar beberapa etika atau aturan yang semestinya tidak dilakukan. Pertanyaannya apakah di antara blogger bayaran selama masa pemilu dan kampanye seperti saat ini ada yang professional dengan pikiran yang tetap bebas?. Ataukah semua merupakan blogger simpatisan? Atau blogger professional yang juga simpatisan?. Saya tak tahu jawabannya.
Lalu seberapa besar keberhasilan kampanye blogger bayaran di Indonesia dalam mempengaruhi massa di dunia maya?. Perlu diingat bahwa jika seorang blogger bayaran adalah sosok tenar yang terdidik, maka pembaca blog biasanya juga merupakan kaum terpelajar atau setidaknya orang-orang yang memiliki kebebasan berfikir yang kritis. Seperti komentar Hermawan Kartajaya lainnya, "pada akhirnya akan terlihat, mana yang dibayar, mana yang dibayari".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H